Skip to content

Perbedaan Akhir

Setan menipu dengan perkataan, “Nanti saja bertobat, nanti saja berubah, masih bisa.” Padahal ada tahap-tahap yang harus kita lalui, ada dosa-dosa yang harus kita selesaikan pada waktunya. Namun ada orang yang sudah umur, tetapi tidak membenahi diri sejak muda. Terus terang, akan lebih sulit kalau sudah telanjur lewat umur. Maka sejak dini, anak-anak harus mengenal Tuhan. Karena zaman ini, masa kanak-kanak pun sudah teracuni oleh banyak hal. Dunia telah meracuni kehidupan banyak orang dan mereka tidak mau belajar menyalibkan daging, menanggalkan manusia lamanya. Fokus mereka terbelah, terbagi dengan banyak hal yang menarik perhatian, sehingga tidak fokus lagi untuk bagaimana menjadi anak-anak Allah yang berkenan.

Jadi, ada tahap-tahap yang harus dijalani, dimulai dari tahap Sekolah Minggu, di mana peran orang tua sangat besar. Pada tahap remaja, orang tua harus lebih memberi perhatian. Tahap pemuda, kalau sudah baik, mulai bisa dilepas. Dewasa muda mestinya sudah mulai bisa mandiri. Tetapi ini hanya mimpi rasanya, untuk dapat menemukan orang yang benar-benar mengikuti tahap-tahap tersebut dengan baik. Sekarang mari kita fokus untuk memberi kegirangan bagi Tuhan. Caranya? Tanggalkan manusia lama, tahap demi tahap. Menyembelih daging ketika kita memiliki dendam. Mengampuni musuh itu seperti persembahan yang berbau harum.

Berkenannya seorang yang masih kanak-kanak rohani dengan yang sudah dewasa rohani, berbeda. Maka, kita mesti mesti jujur dengan usia yang telah kita capai ini, sudahkah kita mencapai tingkat kedewasaan rohani yang memuaskan dan menyenangkan hati Tuhan? Waktu muda, kita tersinggung ketika ada yang menghina. Tetapi sekarang, di usia 50-60 tahun, apakah kita masih tersinggung dengan mengucapkan kata-kata yang tidak patut, atau kita mulai bisa mengendalikan diri dan kita tidak membuka mulut dan tidak mengucapkan apa yang tidak patut? Tuhanlah Tabib yang sejati dan melalui Roh Kudus merawat kita. Dia melihat virus dan bakteri dosa di dalam diri kita yang harus dicabut. Bagaimana mencabut dosa dalam diri kita? Melalui masalah, itu adalah pisau operasi Tuhan. 

Ada pisau operasi Tuhan lewat masalah-masalah hidup, dan itu adalah sekolah kehidupan kita. Namun, orang sering tidak menyadari bahwa itu adalah berkat kekal, supaya kita bisa dibersihkan dari keduniawian, unsur-unsur manusia lama, unsur-unsur kedagingan. Yang kalau kita berhasil tahap demi tahap, itu menyenangkan Tuhan. Kita akan dapat pujian, dan lewat pujian itu kita akan merasakan damai sejahtera. Kalau di dunia ini, sekolah yang baik, sekolah favorit itu sangat mahal biayanya. Namun, sekolah kehidupan ini bukan hanya mahal, namun tidak ada yang bisa membayar kecuali darah Yesus. Tuhan yang membayar. Bapa memberikan Putra Tunggal-Nya mati di kayu salib. Itulah harga sekolah kehidupan. 

Dengan kematian Yesus di kayu salib, Bapa membenarkan kita. Artinya, kita dianggap benar. Kita bisa dibawa kepada Bapa di surga, walaupun keadaan kita masih berantakan. Itulah sebabnya Yesus berkata di Lukas 14:33, “Jika seseorang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, ia tak dapat jadi murid-Ku.” Dengan kalimat lain, “Aku bayar harga untuk membawa kamu kepada kesempurnaan, agar layak masuk Kerajaan Surga.” 

Dalam keseharian, kita temui salah satu ciri siswa yang tidak berprestasi adalah ia suka menunda tugas. Coba sekarang perhatikan siswa yang cerdas dan juara, dia segera menyelesaikan tugas. Mereka sama-sama sekolah, namun hasil akhirnya pasti berbeda. Hal ini sama seperti yang kita jalani dalam keseharian hidup kita, terutama dalam hal mencapai kesucian hidup. Banyak orang yang berkata, “Saya tidak bisa hidup suci, karena saya adalah manusia yang penuh kelemahan dan kekurangan.” Dengan segala macam alasan, kita menunda untuk hidup suci, mengosongkan bejana hati dari segala keinginannya. Mestinya kita itu makin hari makin finishing well. Ibarat bejana, kita harus makin kosong: kosong dari dosa, dari kenajisan, dan dari keinginan-keinginan yang Tuhan tidak kehendaki. Maka, kita pasti bisa melihat perbedaan akhir antara orang yang sungguh-sungguh mau berkenan dengan orang yang menunda dengan berbagai macam alasan.

Kita tidak boleh pernah merasa puas dengan level kesucian yang kita capai. Kita mau lebih baik, dan lebih baik lagi. Seperti pelajar yang mau terus meningkatkan prestasinya sampai menutup mata. Baru nanti di kekekalan kita dapat melihat hasil kita masing-masing. Jangan berpikir, kita masih punya hidup 10, 15, 20 tahun. Belum tentu, karena kita tidak tahu kapan akhir detak jantung kita. Tidak pernah tahu. Jadi, kita harus selalu membereskan diri. Jika ada sesuatu yang tidak patut yang masih kita lakukan, kita minta ampun kepada Tuhan. Selagi kita masih memiliki nafas hidup, kalau kita minta ampun, Tuhan mengampuni; Tuhan memperbarui.

Kita pasti bisa melihat perbedaan akhir antara orang yang sungguh-sungguh mau berkenan dengan orang yang menunda dengan berbagai macam alasan.