Skip to content

Perasaan adalah Anugerah

Ada satu anugerah yang Tuhan berikan kepada insan manusia, tetapi hal ini tidak disadari oleh banyak orang, yaitu perasaan. Dari perasaan ini, kita bisa mencintai sesuatu atau seseorang, bisa mengagumi sesuatu atau seseorang, dan merasakan sesuatu atau seseorang. Perasaan, Tuhan taruh di dalam hati manusia, supaya manusia dapat menikmati kehidupan. Sebab tanpa perasaan, manusia tidak akan dapat menikmati kehidupan. Banyak orang tidak menghargai anugerah ini, sehingga tidak menggunakan perasaannya secara benar atau secara bijaksana. Kita bersyukur karena kita mengenal Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita, yang mengajarkan kepada kita kebenaran dan melengkapi kita dengan Roh Kudus, yang memampukan kita untuk mengenakan atau melakukan kebenaran itu. 

Lukas 4:8, “Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” Kata “menyembah” di dalam Lukas 4:8 ini adalah proskuneo; memberi nilai tinggi. Kata “menyembah” ini terkait dengan perasaan. Seseorang tidak mungkin menghormati dengan benar orang lain yang dianggap lebih tinggi martabatnya atau usianya, tanpa memiliki cinta, tanpa memiliki kasih. Tidak mungkin. Dasar dari penyembahan itu cinta, kasih. Adapun hal mencintai adalah wilayah kedaulatan masing-masing individu. Allah tidak memaksa, Allah tidak mengatur. Manusia itu sendiri yang harus menggerakkan perasaannya. 

Betapa beruntungnya dan terberkatinya orang yang mencintai Tuhan. Hal ini harus kita upayakan. Kita yang harus menggerakkan hati kita untuk mencintai Dia. Kita yang harus dengan sengaja dan sadar menggerakkan hati kita untuk mencintai Tuhan. Masalahnya, sejak kecil kita ada di lingkungan orang-orang yang sebenarnya tidak mengenal Allah dengan benar. Kita melihat cara hidup orang di sekitar kita, apa yang mereka pandang bahagia, apa yang mereka pandang kehormatan atau menjadi kehormatan, apa yang mereka pandang bernilai. Lalu, sejak kecil kita terbawa membangun nilai-nilai tersebut. Sebab pada dasarnya, hidup ini proses meniru. 

Tanpa kita sadari, kita juga membangun kecintaan kepada objek-objek tertentu. Dari kecintaan itu terbangun cita rasa atau selera. Sehingga banyak orang telanjur jatuh cinta pada cita rasa dunia dan membangun selera. Cinta dan selera kita terhadap dunia, membangun nilai-nilai di dalam pikiran dan jiwa kita dan itulah yang membuat kita tidak bisa menyembah Tuhan dengan benar. Sejatinya, sebagian besar manusia memperlakukan Tuhan seakan-akan tidak ada. Ber-Tuhan katanya, tetapi hidupnya tidak menunjukkan bahwa dia ber-Tuhan. Beragama, tetapi perilakunya tidak menunjukkan bahwa Tuhan itu ada. 

Perasaan kita ini merupakan bentuk kepercayaan Tuhan. Apa isi perasaan kita, diarahkan ke mana, kepada siapa kita mencinta, dan apa yang menjadi selera dari perasaan kita ini, tergantung kita. Jadi, kalau bicara mengenai hati yang menyembah, sebenarnya bukan hanya bicara mengenai waktu kita di gereja menyanyikan lagu rohani atau mengucapkan kalimat-kalimat penyembahan, melainkan kualitas hati atau perasaan kita setiap saat. 

Suatu hari, ketika kita berhadapan dengan Tuhan, keagungan dan kemuliaan-Nya pasti dahsyat sekali, betapa bersyukurnya kita kalau kita mengisi perasaan kita dengan baik. Kita mencintai Tuhan. Tuhan menjadi selera dan gairah hidup kita. Sebab jikalau kita benar-benar menggerakkan hati kita untuk mencintai Dia dan kita bisa mencicipi Tuhan, menjadi selera perasaan kita, maka kita pasti menghargai Dia secara patut. Mari kita periksa diri kita masing-masing, apa yang menurut kita paling berharga sebenarnya. Kadang-kadang antara mulut dengan perasaan pun tidak sinkron. Mulut mengatakan, “Kukagum, hormat akan Engkau. Aku mencintai Engkau. Aku perlu Engkau. Kuperlu Kau lebih dari nafasku.” Pikiran setuju, tetapi perasaan kita tidak. Sebab, kita memperkarakan hal tersebut hanya pada waktu di gereja. 

Jujurnya, kita tidak menggumulinya dalam hidup setiap hari, yaitu ketika Tuhan memberi pilihan-pilihan atau Tuhan memberi kita kesempatan untuk memilih: berdoa atau menonton; baca Alkitab atau baca yang lain; jujur atau tidak jujur. Kalau kita menghormati Tuhan, kita harus jujur. Kalau kita menghormati Tuhan, kita tidak menyentuh dosa, walaupun itu melukai daging kita. Kalau kita mencintai Tuhan, kita tidak berbuat dosa, walaupun kita rugi. Hal itu merupakan  bukti cinta kita kepada Tuhan dan di situlah kita membangun kecintaan kepada Tuhan tahap demi tahap.

Kalau kita tidak mulai sejak sekarang, sementara usia kita bertambah meningkat, maka semakin kurang kelenturan hati kita sampai pada titik tertentu kita tidak bisa mencintai Tuhan. Kita tidak mampu mencintai Tuhan dalam tingkat tinggi, karena ruangan hati kita telah dipenuhi dengan banyak ketertarikan. Kita harus berjuang terus, bagaimana hati kita menjadi utuh mencintai Tuhan. Hal itu ternyata lewat proses dari menit ke menit, dari jam ke jam. Kekudusan itu sangat pribadi sifatnya. Ingat, setiap kali kita betul-betul memperkarakan hal ini, maka cinta kita kepada Tuhan bertambah. Kalau kita punya komitmen itu, maka Tuhan akan memberi kita kesempatan bergumul untuk memilih apa yang menyenangkan kita atau yang menyenangkan Tuhan. 

Perasaan, Tuhan taruh di dalam hati manusia, supaya manusia dapat menikmati kehidupanDan ini merupakan anugerah dan bentuk kepercayaan Tuhan.