Skip to content

Penyesalan Kekal

 

Kalau nanti kita menutup mata dan memasuki kekekalan, apa yang akan paling kita sesali? Bisa karena ada sesuatu yang mestinya kita kerjakan, tidak kita kerjakan, belum kita kerjakan atau tidak selesai kita kerjakan. Lebih celaka lagi kalau seseorang sampai terusir dari hadirat Allah selama-lamanya. Pasti besar penyesalannya dan tak terbayangkan, karena apa yang harus dia kerjakan, tapi tidak dikerjakan. Mestinya hari ini kita sudah memiliki perasaan krisis. Ada banyak hal yang mestinya kita kerjakan untuk Tuhan, kita selesaikan untuk Tuhan, tapi kita tidak lakukan atau kita tidak sungguh-sungguh mau menyelesaikannya.

Karena kita telah hanyut dengan berbagai persoalan pribadi dan kita semua tahu bahwa seseorang tidak akan pernah selesai dengan persoalan pribadi. Selalu akan ada persoalan dalam hidup ini. Kecuali ketika seseorang menyerah kepada Tuhan dan berkata, “Mati atau hidup, aku milik-Mu Tuhan. Kaya atau miskin, aku milik-Mu. Sehat atau sakit, aku milik-Mu. Sekarang yang aku kerjakan hanya apa yang Engkau perintahkan kepadaku untuk aku lakukan dan tugas yang harus aku tunaikan.” Sehingga kalau kita menghadapi masalah—apakah sakit, ekonomi, keluarga—maka itu menjadi persoalan Tuhan.

Jadi kalau kita masih cemas dan takut, berarti itu masih menjadi persoalan kita, bukan Tuhan. Padahal segenap hidup kita milik Tuhan. Maka mestinya standarnya adalah: hidupku, nafasku, detak jantungku adalah pekerjaan Tuhan. Tentu kita mengerti, bagaimana bertanggung jawab, menjaga kesehatan, bekerja keras, yang semua itu adalah milik Tuhan. Tubuh harus kita jaga kesehatannya. Kalau sakit karena salah kita, ya kita ke dokter. Kalau mau minta mukjizat, silakan. Mukjizat tidak bisa kita paksa. Iman harus datang dari suara Roh, harus rhema

Dengan begitu, hidup kita menjadi simpel dan merdeka. Sebenarnya ini tingkat tinggi dari kekristenan, yaitu ketika seseorang melepaskan dirinya dari segala miliknya. Banyak orang itu curang, mereka minta berkat Tuhan, tapi ketika diberkati—tubuh sehat, ekonomi bagus—ia hidup suka-suka sendiri, dia mau menikmati apa yang dia mau nikmati. Padahal begitu meninggal dunia, mestinya ada banyak pekerjaan yang dia lakukan. Apa pun yang kita kerjakan, kita kerjakan untuk Tuhan. Tidak ada yang kita beli, tidak ada yang kita miliki hanya untuk kesenangan kita, apalagi untuk prestise. Semua itu harus berguna untuk pekerjaan Tuhan. Kalau kita beli baju, yang pantas supaya bisa tampil dengan baik untuk Tuhan, bukan untuk sombong atau pamer. Pada umumnya orang tidak berpikir begitu. Kalau susah, mereka minta berkat Tuhan. Tapi kalau sudah diberkati, mereka tidak memikirkan pekerjaan Tuhan. 

Kita tidak bisa menghindar bahwa kita akan mati. Dan hidup yang sesungguhnya itu nanti. Jadi kita ini sekarang harus hidup maksimal untuk Tuhan! Dan ingat, bisa melakukan pekerjaan untuk Tuhan adalah suatu kehormatan! Sejatinya, Tuhan tidak butuh apa-apa dan siapa-siapa. Tapi kalau sampai kita bisa melakukan sesuatu untuk Tuhan, itu kehormatan! Namun, banyak orang malah mau menghisap dan mengeksploitasi Tuhan. Maka memang yang penting itu karakter. Kalau karakter seseorang belum beres, maka di dalam pekerjaan Tuhan pun dia merepotkan orang. Masih mudah tersinggung, masih gila hormat. Dia jadi benalu dan menyusahkan pekerjaan Tuhan. 

Banyak orang yang mestinya bisa berinvestasi untuk Tuhan dan pekerjaan-Nya, tapi tidak melakukannya. Memang, ada banyak orang yang tidak berani berinvestasi karena melihat bengkoknya pendeta, bengkoknya pelayan Tuhan, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan uang. Kita yang benar juga bisa dicurigai. Tapi kalau kita dicurigai, diam saja.