Saudaraku,
Menundukkan diri di hadapan Tuhan merupakan seni kehidupan yang luar biasa, yang berkualifikasi tinggi dan di sinilah letak puncak dari kualitas hidup. Ini telah dijalani oleh Tuhan Yesus dan Ia berhasil. Tetapi ini berat, sangat berat. Penundukan diri yang benar membuat kita kehilangan diri kita sendiri. Keinginan kita, hasrat kita, kita sembelih, kita matikan. Dimulai dari hal-hal yang sangat kecil, hal-hal yang sangat sederhana; dari apa yang mau kita utarakan atau apa yang kita mau katakan, kita pertimbangkan, apakah ini berkenan di hadapan Tuhan atau tidak? Kita menjadi sangat berhati-hati.
Dan kalau kita terus berlatih, maka akhirnya nanti menjadi irama tetap, di mana kita melakukan apa yang hanya berkenan kepada Tuhan. Tidak ada sesuatu yang kita lakukan yang tidak berkenan di hadapan Bapa. Tuhan Yesus Kristus pada waktu memakai tubuh daging seperti kita, bertumbuh dalam kehidupan yang makin bekenan di hadapan Allah. Alkitab mengatakan dalam Lukas 2:52, “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” Jadi berproses, tidak instan berkenan.
Waktu muda kita melewati hari, minggu, bulan, tahun-tahun, di mana kita sembarangan, kita sembrono dalam menjalani hidup. Mau bicara apa, mau lakukan apa, mau beli apa, mau pergi kemana, suka-suka kita. Kita merasa itu tidak melanggar hukum. Memang tidak melanggar hukum, tapi tidak berkenan di hadapan Bapa, artinya tidak menyenangkan Tuhan. Bagi mereka yang bukan umat pilihan, hal itu tidak mengganggu perasaan Bapa. Karena memang mereka standarnya hanya menjadi manusia baik. Tetapi bagi umat pilihan standarnya adalah ketepatan bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Dan ini membutuhkan waktu panjang untuk berlatih.
Dan Roh Kudus akan melatih kita sampai kita pada puncak ketaatan, puncak kekudusan, puncak kesucian, dan barulah kita sampai pada puncak pengabdian. Yesus telah menjalaninya dan Yesus berhasil. Inilah inti dari kekristenan. Kekristenan bukan hanya soal menyanyi lagu rohani, ke gereja, aktif dalam kegiatan pelayanan, bahkan tidak cukup jadi pendeta melainkan kehidupan pribadi kita harus selalu tepat. Jadi tidak boleh sembarangan kita bicara. Tidak boleh kita sembarangan bertindak. Segala sesuatu yang kita lakukan harus di dalam ketepatan bahwa memang Allah menghendaki demikian.
Di situ kita memiliki banyak kesempatan untuk menyenangkan Tuhan. Setiap menit ada kasus-kasus yang Tuhan izinkan kita alami untuk kita jalani. Itulah kesempatan atau momentum menyenangkan Tuhan atau menyenangkan diri sendiri. Dan kita bersyukur kita masih boleh hidup dengan tubuh yang bisa kita gerakan, tubuh yang sehat atau paling tidak walaupun tidak sempurna Kesehatan kita, masih bisa menggerakkan hidup ini. Dan itu kita gerakkan untuk Tuhan. Kita tidak gerakkan untuk kesenangan kita, tapi kita gerakkan untuk Tuhan.
Setiap kita bisa meleset, sibuk dalam kegiatan pelayanan, sibuk dalam visi-visi yang memang kelihatannya seakan-akan untuk Tuhan, tapi bisa berpulang untuk kepentingan diri sendiri. Ini bahaya. Makanya dari hal kecil, hal sederhana, kita setia, kita bersih, kita benar. Tuhan akan mengantar kita pada visi dan misi besar Allah yang kita tunaikan. Kesempatan ini tidak akan terulang. Ketika seseorang menutup mata, baru menyadari betapa Mulia-Nya Allah, betapa Agung-Nya Allah. Betapa layaknya Allah menerima hormat kita, cinta kita, ketaatan kita, pengabdian kita, ketertundukan kita
Maka kita tidak boleh puas dengan level kehidupan rohani yang telah kita capai. Kita mau selalu makin benar, makin berkenan, makin benar, makin berkenan. Banyak orang tidak peduli dengan tingkat kehidupan rohani yang dijalaninya. Sebab fokus mereka hanyalah uang, fasilitas dan berbagai kesenangan dunia. Mereka tidak akan memikirkan hal-hal semacam ini. Tapi kita memilih untuk memikirkan hal-hal ini dan mengarahkan diri kita sepenuhnya kepada Tuhan dan Kerajaan Surga. Selagi masih ada kesempatan, selagi pintu anugerah Tuhan masih terbuka, selagi Tuhan bisa kita temui, kita temui, kita cari Dia
Teriring salam dan doa,
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Kehidupan yang berkualitas adalah hidup dalam ketertundukan kepada Tuhan