Saudaraku,
Di dalam Alkitab kita menemukan pengakuan dari Allah mengenai orang-orang tertentu, yang mana pengakuan itu berangkat dari penilaian Allah. Seperti Ayub, diakui di depan anak-anak Allah dan penghuni surga. Tentunya setan atau Iblis juga hadir dalam pertemuan itu. Allah mengakui bahwa Ayub adalah seorang yang benar di mata-Nya. Alkitab juga mencatat dan tentu catatan itu merupakan pengakuan Allah; dari sekian banyak orang yang rusak dan jahat di mata Allah, didapati Nuh seorang yang mendapat kasih karunia. Karena hidupnya benar takut akan Allah, menjauhi kejahatan.
Pengakuan Allah tentang Musa dalam tindakannya ketika Miryam dan Harun mau mengkudeta Musa; Allah membela Musa. Pengakuan Allah terhadap Abraham yang ditunjukkan dengan tindakan Allah mendatangkan bencana atas Mesir pada zaman Firaun yang hendak mengambil Sarah. Juga pengakuan Allah Bapa mengenai atau terhadap Putra Tunggal-Nya Tuhan Yesus di Injil Matius 3:17, “Inilah Anak-ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan.”
Pernahkah Saudara memperkarakan apa kira-kira isi pengakuan Allah terhadap atau mengenai kita masing-masing? Firman Tuhan mengatakan, “Aku menguji setiap hati.” Itu jelas menunjukkan bahwa Allah menilai setiap insan. Jangan hal ini tidak kita pedulikan, Saudaraku. Mari kita memperkarakan hal ini; apa penilaian Tuhan terhadap kita? Mungkin bukan pengakuan secara verbal, kalimat atau sebuah deklarasi di depan umum, tetapi dari tindakan Allah mengenai atau terhadap kita menunjukkan pengakuan Allah.
Saudaraku,
Jangan kita terganggu oleh pengakuan manusia dan penilaian manusia. Sebaliknya, kita harus sungguh-sungguh memperkarakan penilaian Allah terhadap kita masing masing, Saudara. Sesuatu yang pasti bahwa Allah menilai, Allah menguji setiap hati manusia. Allah berhak untuk itu karena kita milik-Nya. Satu pengakuan dari pemazmur dalam Mazmur 139:2-5, “Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi. Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya Tuhan. Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku.”
Oleh karenanya pemazmur mengajari kita doa: “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku, dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal” (ay. 23-24). Pada waktu kita menyembah, kita berdoa, kira-kira suara kita itu merdu di hadapan Allah atau sumbang? Kira-kira kita betul-betul terbang sampai ke takhta Allah atau masih ada di bumi di bawah? Maksudnya, kalau perbuatan kita tidak benar, hidup di dalam dosa, maka suaranya sumbang.
Mulut kita dipakai untuk memaki, mengata-ngatai, menjelek-jelekkan, memfitnah sesama, bersungut-sungut. Dan dengan mulut yang sama keluar pujian penyembahan. Allah bisa membedakan. Manusia mungkin tidak bisa membedakan, Allah bisa membedakan. Seperti tadi pemazmur mengatakan, “Engkau memeriksa jalanku, Engkau mengurung aku.” Semua ada di dalam pengetahuan Allah. Kalau kita masih terikat dengan percintaan dunia, kita tidak bisa terangkat.
Makanya kita harus selalu memeriksa diri, masih adakah sesuatu yang salah yang kita lakukan? Apakah masih ada sesuatu yang memikat hati kita di bumi ini? Hati orang yang tidak terikat dengan dunia, yang bersih tidak ada kejahatan, itu harum. Malaikat pun senang mendengarnya. Kita juga tidak usah memaksa-maksa, sebab kita akan dengan ringan dapat terbang. Oleh sebab itu mengikut Tuhan Yesus, memercayai Elohim Yahweh, tidak boleh setengah-setengah.
Dialah satu-satunya dunia kita. Tidak ada yang menarik dalam hidup kita yang mengikat diri kita selain Tuhan. Siang malam kita memikirkan Dia. Jangan ada yang mendistrak pikiran kita sehingga kita berhenti merenungkan dan menghayati kehadiran Allah di dalam hidup ini. Percakapan-percakapan yang kosong, tontonan-tontonan yang tidak membuat kita terangkat memandang Allah, bisa menjadi alat setan untuk merusak pikiran kita. Kita harus bisa menyeleksi apa yang patut kita dengar dan lihat.
Kita hanya punya satu target; bagaimana aku berkenan di hadapan Allah. Hidup kita tidak akan terseok-seok untuk hal yang tidak perlu. Jadikan Tuhan itu segalanya dalam hidup. Apa pun yang kita lakukan semua fokusnya hanya Tuhan saja. Seekstrem-ekstremnya, sefanatik-fanatiknya. Kalau kita sejak hidup di dunia ini memperkarakan apa penilaian Tuhan terhadap kita, wah betapa indahnya itu. Dan Tuhan akan menaruh pelita (orang percaya yang benar) untuk menerangi semua orang.
Jadi ketika Tuhan memandang Saudara seperti pelita yang menyala, Tuhan pasti mempromosikan Saudara. Di tengah-tengah keluarga, keluarga besar, pergaulan, Tuhan akan menunjukkan bahwa kita adalah terang-Nya, representasi-Nya. Tuhan mencari orang-orang yang bisa menjadi perpanjangan tangan Tuhan, perpanjangan mata dan telinga Tuhan. Makanya mata kita harus menjadi mata Tuhan. Telinga kita jadi telinga Tuhan. Pikiran kita jadi pikiran Tuhan. Perasaan kita bisa menjadi perasaan Tuhan. Ayo, mari kita sungguh-sungguh mencari Tuhan.
Jangan terganggu oleh pengakuan dan penilaian manusia.
Sebaliknya, kita harus sungguh-sungguh memperkarakan
penilaian Allah terhadap kita masing masing.