Skip to content

Pengharapan

Saudaraku,

Hidup ini tragis. Sebenarnya kita bersyukur kalau kita bisa menghayati tragisnya hidup ini, sebab dengan menghayati tragisnya hidup ini, mekar bunga hati kita untuk memandang kehidupan yang akan datang. Yang tadinya hanya kuncup, tapi setelah menghayati tragisnya hidup, menjadi mekar. Kita menatap kehidupan yang akan datang sebagai pengharapan. Kita tidak lagi mengharapkan ada sesuatu dari dunia ini yang dapat membahagiakan kita. Kita tidak lagi menaruh harapan kita memperoleh dan menikmati Firdaus di bumi.

Dan ini sebuah keuntungan, kalau benar-benar kita memiliki hati yang menatap kehidupan yang akan datang dan meletakkan seluruh pengharapan kita di kehidupan yang akan datang itu. Ini bukan sesuatu yang tidak normal, justru inilah yang normal bagi anak-anak Allah. Sebab firman Tuhan mengatakan, letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus,” 1 Petrus 1:13, artinya kita tidak memberikan ruang untuk mengharapkan kebahagiaan dari manapun, tetapi pengharapan kita hanya di Kerajaan Surga.

Tetapi pengharapan kita adalah nanti ketika Tuhan Yesus menyatakan diri. Jadi apa pun yang bisa muncul dan datang dari dunia ini, bukanlah pengharapan kebahagiaan kita. Mungkin ada di antara kita yang berkata di dalam hati, kalau suamiku/istriku bertobat, betapa bahagianya aku.” Saudaraku, bukan tidak bahagia kalau suami/istri kita bertobat. Tetapi seandainya suami/istri bertobat—dan tentu diharapkan suami bertobat—itu bukanlah kebahagiaan kita. Itu harus menjadi kebahagiaan Tuhan, dimana Tuhan menghendaki setiap orang bertobat dan diselamatkan. Yang karenanya, kita ikut bahagia.

Jadi, kita tidak akusentris, “Suamiku/istriku bertobat demi aku. Tapi suamiku/istriku bertobat demi kemuliaan, kesukaan hati Allah.” Karenanya, kita harus berjuang mengubah diri. Jangan cerewet, jangan bengis, jangan kejam, jangan rapuh; harus kokoh, tidak banyak bicara, menampilkan kesucian hidup, tidak memberontak, tidak melawan, diam dan menyerahkan semua ke dalam tangan Hakim yang Agung, Tuhan kita. Yang penting kita bisa menjalani hari hidup kita. Dan sementara kita menjalani hidup ini, kita mengalami proses perubahan untuk menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus, demi kita layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah.

Memindahkan hati dengan menaruh pengharapan sepenuhnya pada kenyataan kedatangan Tuhan dimana kita memperoleh kebahagiaan bersama Tuhan di langit baru bumi baru, bukan sesuatu yang mudah. Banyak orang sudah terlanjur hatinya terbelenggu oleh dunia. Pengharapannya tidak ditujukan pada Tuhan, pengharapannya tidak ditujukan pada penyataan kedatangan Tuhan di dunia yang akan datang. Orang-orang seperti ini akan cenderung putus asa, kecewa, merasa gagal, tidak memiliki kepuasan. Hidupnya jadi kompleks, rumit.

Mestinya kita tidak demikian. Ketika kita meletakkan pengharapan kita di dalam Kerajaan Surga, hal itu mengurangi stres kita. Menyederhanakan keputusan-keputusan kita. Menyederhanakan hidup kita. Jadi kita tidak macam-macam; “Apa pun yang terjadi, terjadilah. Yang penting aku semakin berubah, berkenan di hadapan Tuhan.” Kalau kita memiliki prinsip seperti ini, kita kokoh.

Dan kita akan merasakan kemerdekaan, ketika kita mengalihkan pengharapan Saudara ke Kerajaan Surga, di mana ada harta kekayaan yang tidak ternilai; yang dikatakan tidak dapat binasa, tidak dapat cemar, dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di surga. Sanggupkah kita memercayai hal ini? Kalau kita tidak mau memindahkan hati di Kerajaan Surga, tidak berani menaruh pengharapan kita kepada penyataan kedatangan Tuhan Yesus, berarti kita tidak percaya kepada-Nya.

Sementara kita hidup, kita memenuhi tugas dan kewajiban kita sebaik-baiknya. Tentu kita harus hidup suci, bekerja keras, memaksimalkan potensi, karena semua itu kita lakukan untuk Tuhan. Jadi, kita menjalani hidup ini menjadi simpel. Apa pun yang kita alami, kita jalani.

Jangan harap tidak ada badai, jangan harap tidak ada topan; selalu ada. Tetapi kita percaya bahwa badai, gelombang, ombak sebesar apa pun tak dapat menenggelamkan kita, karena kita sedang menuju satu pelabuhan; pelabuhan surgawi. Dan Tuhan pasti melindungi kapal atau perahu hidup kita. Sebab kalau kita memancangkan perhatian kita ke langit baru bumi baru, meletakkan pengharapan kita sepenuhnya di dunia yang akan datang, maka kita dituntun. Kita adalah anak-anak Allah, calon penghuni Rumah Bapa yang tentu saja Tuhan akan perlakukan kita sebagai orang-orang istimewa karena kita juga mengistimewakan Tuhan.

Dan justru di tengah badai, kita bisa menikmati kehadiran Tuhan. Oleh sebab itu, Saudara-saudaraku, percayalah bahwa semua penderitaan hidup akan berakhir. Dan ternyata penderitaan itu akan membuat kita memiliki hati mekar untuk memandang langit baru bumi baru.

Teriring salam dan doa,

Dr. Erastus Sabdono

Ketika kita meletakkan pengharapan kita di dalam Kerajaan Surga,

hal itu menyederhanakan hidup kita dan membuat kita kokoh.