Skip to content

Pengakuan Dosa yang Benar

Saudaraku,

Firman Tuhan mengatakan, “jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita” (1Yoh. 1:8). Ayat ini menunjukkan bahwa sejak zaman para rasul, ada orang-orang yang merasa bahwa dirinya tidak memiliki dosa atau salah. Tetapi ironis, mereka mengaku orang kudus. Mereka adalah pendusta yang tidak bisa dipercayai. Mereka adalah orang-orang “nekad’ yang mencari penghargaan dan nilai diri di mata manusia lain. Biasanya mereka adalah moralis-moralis yang suka menghakimi sesama, mencela dan mengutuk orang lain karena kejahatan yang disangkakannya atau dinilai secara naif. 

Mereka juga adalah orang-orang yang mau menunjukkan bahwa dirinya lebih hebat dari orang lain. Hal ini dilakukan sebab tanpa sadar mereka memandang atau merasa bahwa orang lain adalah saingannya. Inilah kesombongan rohani yang ditentang oleh Allah. Bisa dipastikan mereka belum mengenal Injil Tuhan Yesus Kristus yang tuntutan-Nya adalah sempurna seperti Bapa. Dan bisa dipastikan bahwa mereka tidak mengenal kebenaran yang menekankan sikap dan nilai-nilai bathiniah. Kesucian hanya mereka ukur dari tindakan lahiriah secara hukum.

Hari ini pun banyak orang Kristen berpikir dan beranggapan, kalau sudah mengaku bahwa dirinya telah melakukan berbagai kejahatan yang melanggar hukum dan mohon pengampunan-Nya, maka mereka merasa sudah menerima pengampunan dan meyakini semua masalah dosanya sudah selesai. Mereka tidak merasa tidak lagi memiliki tanggung jawab mengenai masalah dosa. Ini adalah suatu pandangan yang keliru. Sebab Tuhan mengampuni dosa, dan setelah itu Ia menyucikan kita dari segala kejahatan (1Yoh. 1:19).

Biasanya orang-orang Kristen yang berpikir demikian tidak mengalami kemajuan dalam kehidupan kesucian hidupnya  alias tidak bertumbuh. Kekristenannya hanya menjadi sekadar keberagamaan kosong atau semu. Gaya hidup mereka tidak berbeda dengan anak-anak dunia. Mereka mengkhianati panggilan sebagai saksi Tuhan. Tuhan mengampuni dosa kita, juga membersihkan hati dari niat atau kodrat dosa. Tuhan menyediakan sarananya, namun dalam hal ini orang percaya dipanggil untuk berjuang memiliki sikap hati yang benar tersebut, sebab hal ini tidak bisa terjadi secara otomatis. Ini merupakan tanggung jawab kita.

Saudaraku,

Jadi, maksud ayat ini bukan sekadar agar kita mengaku bahwa kita orang berdosa. Titik. Namun harus dipersoalkan, dosa apa? Kalau hanya dosa-dosa moral umum sesuai standar hukum Taurat, maka akan ada orang yang berani mengaku bahwa dirinya tidak berdosa. Seperti misalnya, orang muda kaya dalam Matius 19:16-19, juga Paulus sebelum bertobat menyatakan bahwa dirinya tidak bercacat (Flp. 3:6). Keberdosaan di sini tidak boleh diukur sekadar melanggar hukum Taurat. Kalau kita memperhatikan tulisan selanjutnya, maka dapat diperoleh ukuran kesucian sekaligus ukuran keberdosaan.

Ukuran itu antara lain: menuruti semua perintah-Nya (1Yoh. 2:3). Tentu saja perintah di sini berkenaan dengan hukum Taurat atau hukum moral umum. Ukuran lainnya, hidup seperti Tuhan Yesus hidup (1Yoh. 2:6), mengasihi saudara (1Yoh. 2:9-11) dan tidak mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya—yaitu keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan hidup (1Yoh. 2:15-16). Semua ini merupakan panggilan yang harus ditunaikan. Dengan demikian pada akhirnya setiap orang percaya benar-benar berfungsi sebagai saksi bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya Juru Selamat, Dia adalah Mesias yang dijanjikan dan bahwa Bapa-Nya adalah satu-satu Allah yang benar mengutus Putra Tunggal-Nya (Yoh 17:3).

Standar kesucian hidup orang percaya inilah yang menjadi ukuran kesucian sekaligus keberdosaan. Oleh sebab itu, dosa dalam konteks kehidupan orang percaya tidak boleh dipahami sekadar melanggar moral atau melanggar hukum Taurat. Dengan kehidupan yang berkualitas tinggi, orang percaya tidak menjadikan Tuhan menjadi pendusta (1Yoh. 2:10). Sebab sejatinya, kehidupan orang percaya adalah reputasi Allah; surat terbuka yang dibaca setiap orang. Orang percaya menjadi surat Tuhan bagi dunia ini. Kehidupan orang percaya menyampaikan pesan-pesan yang berharga dari Tuhan kepada lingkungannya. Untuk ini orang percaya harus berjuang dengan serius.

Pengakuan dosa ini bukan hanya menyangkut kesalahan moral atau pelanggaran umum yang telah dilakukan, melainkan keberadaan kesucian hidup belum seperti yang Tuhan kehendaki. Kalau seseorang tidak mengaku dirinya berdosa, berarti ia menipu dirinya sendiri. Sebab ia merasa bahwa dirinya tidak berdosa, padahal keberadaannya jauh dari standar kesucian Tuhan. Itulah sebabnya tidak ada perasaan krisis dalam dirinya untuk bergumul keluar dari kejahatan (Yun. adikia) tersebut. Orang seperti ini adalah orang yang tidak mengenal kebenaran. Dengan keadaan ini banyak orang Kristen yang sebenarnya jalan tiada arah. Mereka menyesatkan dirinya sendiri oleh karena kebodohannya.

Teriring salam dan doa,

Dr. Erastus Sabdono

Pengakuan dosa bukan hanya menyangkut kesalahan moralatau pelanggaran umum, melainkan keberadaan kesucian hidupyang belum seperti yan g Tuhan kehendaki.