“Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah. Tetapi kamu tidak hidup dalam daging melainkan dalam roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, dia bukan milik Kristus.” Milik siapa? Milik dirinya sendiri. Maka, kita harus menguasai pikiran, mata, telinga kita dari prinsip ‘suka-sukaku.’ Memang ada ayat mengatakan, “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada dalam Kristus Yesus,” sehingga muncul pernyataan bahwa orang percaya tidak perlu berjuang untuk hidup di dalam Tuhan, karena kita sudah benar di hadapan Allah. Ironis, ini diajarkan dari mimbar-mimbar gereja.
Apalagi kalau kita sudah menjadi Kristen dari kecil yang sudah teracuni oleh ajaran yang tidak sesuai Alkitab yang murni, maka kita merasa sudah tidak perlu berjuang lagi. Kita merasa puas dengan hidup rohani kita, merasa yakin sudah percaya Yesus Tuhan dan Juruselamat, merasa sudah selamat; ini benar-benar tipuan. Kita harus berjuang. Yesus berjuang untuk kita guna mendamaikan kita dengan Allah. Dia membenarkan kita, tetapi kita belum benar. Harus ada perjuangan. Tahukah kita betapa mahalnya perjuangan ini? Maka, Lukas 14:33 mengatakan, “Kamu harus melepaskan dirimu dari segala milikmu.”
Artinya, kalau kita kerja, bisnis, karier, semua hanya untuk Tuhan, demi proses perubahan itu. Ingat, kita adalah manusia masa depan. Masa depan kita bukan di bumi ini, melainkan nanti setelah kubur. “Semua orang yang dipimpin Roh Allah adalah anak-anak Allah,” jadi kalau masih dipimpin daging, bukan anak-anak Allah. Namun, pada umumnya orang Kristen sudah mengaku sebagai anak-anak Allah. Kalau hanya pikiran kita yang diisi ilmu teologi, kita tetap manusia durhaka di mata Allah. Harus terjadi pemisahan dan harus dimulai dari tekad kita. Sebab, hanya orang yang haus dan lapar akan kebenaran, yang dipuaskan. Maka, kita harus belajar firman, berdoa, baru kita punya kepekaan dan bisa melihat apa yang baik, apa yang jahat—bukan menurut hukum, tetapi menurut pikiran Allah.
Dahulu kita merasa punya kebijakan-kebijakan yang kita yakini sebagai hikmat Roh Kudus, padahal kalau jujur, banyak keputusan kita yang penuh dengan niat pribadi. Kiranya kita dibuat mengerti oleh Roh Kudus. Keakuan ternyata masih sangat menguasai diri kita sehingga roh kita mati; bukan berarti mati secara fisik, melainkan naluriah rohani kita tidak berkuasa menguasai. Sebenarnya proses yang harus kita jalani harus sampai kita bisa mengalami pemisahan antara manusia lama dengan manusia baru, sehingga kita bisa mengutip firman yang mengatakan, “Aku sudah mati, hidupku tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.”
Tanpa kebangkitan Kristus, tidak ada harapan masa depan. Semua masuk neraka. Mau berbuat sebaik apa pun, masuk neraka. Bukan karena perbuatan baik seseorang masuk surga, tetapi dengan menerima Yesus dan percaya pada-Nya, diperdamaikan dengan Allah. Kita bukan hanya diharapkan atau dituntut jadi baik, tetapi harus sempurna. Tetapkan hati dan pikiran kita, bukan pada perkara duniawi; “Sebab kamu telah mati, dan hidupmu sekarang tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.”
Sekarang sebelum kita diangkat, kita harus sudah diangkat dulu; diangkat dari dunia, terpisah dari manusia daging kita. Jangan menunggu pengangkatan. Kita tidak akan diangkat, sebelum kita mengangkat diri dari daging, dari percintaan dunia. Memang ini mustahil bisa kita lakukan sendiri. Masih banyak yang menyatu, daging dan roh kita. Makanya kita berangasan, tersinggung, masih jatuh dalam dosa dengan mudah. Kalau sudah mulai terpisah, kita tidak bisa menyentuh dosa, bahkan tidak bisa. Dendam juga tidak bisa, tidak sembarangan bicara, tidak mengingini dunia. Ingat! Keindahan, kenyamanan yang kita miliki hari ini, tidak ada artinya dibanding kemuliaan nanti.
Harus ada pemisahan dengan daging kita. Biasanya Tuhan meremukkan daging kita lewat masalah. Dikhianati suami, anak memberontak, tidak punya famili, atau jatuh miskin. Kita tidak punya siapa-siapa, lalu kita datang ke Tuhan. Di situ kita melihat kemuliaan. Tentu kita tidak harus diremukkan. Kita berkejar-kejaran dengan waktu. Semakin kita berumur, kalau daging dan roh kita menyatu, bisa sampai tidak bisa dipisah lagi. Masalahnya, tidak banyak orang tertarik hal ini. Kalau Abraham tidak tertarik dengan negeri yang Allah mau tunjukkan, maka dia tidak akan tinggalkan Ur-Kasdim dan sanak familinya. Dia sudah nyaman di Ur-Kasdim dalam satu keluarga yang terhormat.
Namun, dia memilih negeri itu karena percaya ada negeri itu. Apakah kita percaya bahwa ada kehidupan yang akan datang yang lebih baik? Hidup ini tragis. Kita akan kehilangan apa pun dan siapa pun, tetapi kita bisa memiliki segalanya dan perjumpaan dengan orang-orang yang kita kasihi di langit baru bumi baru. Bertobatlah dan pisahkan diri dari daging kita. Jangan lihat hidup kita 1-5-10-15-20 tahun yang lalu. Lihat hidup kita hari ini dan ke depan. Supaya kalau Kristus datang, kita yang sudah memisahkan diri dari kedagingan, bisa dipertemukan dengan Dia.
Proses yang kita jalani harus sampai kita bisa mengalami pemisahan antara manusia lama dengan manusia baru.