Kalau Bapa memandang berkat jasmani yang dimiliki seorang anak Tuhan membahayakan, maka Ia pun akan mengurangi, bahkan sampai pada tingkat ekstrem dengan mengambil semuanya. Tuhan tidak mudah mengabulkan doa orang percaya, jika apa yang dimintanya adalah sesuatu yang membahayakan. Allah sebagai Bapa pasti memelihara kehidupan jasmani anak-anak-Nya dengan sempurna. Namun, Bapa lebih mengutamakan pemeliharaan rohani dan kedewasaan iman orang percaya agar mengambil bagian dalam kekudusan-Nya dan memuliakan nama-Nya, bukan memuliakan harta. Dalam hal ini, penyertaan Tuhan memang tidak selalu memberi kenyamanan seperti versi anak dunia, sebaliknya, malah ketidaknyamanan. Hal itu terjadi karena kehadiran-Nya dalam hidup orang percaya adalah untuk mendidik, mendewasakan, dan menyempurnakan, agar orang percaya dikembalikan ke rancangan semula Allah (Ibr. 12:6-10).
Bapa tidak akan mengorbankan pendidikan rohani, yaitu kesempurnaan sebagai anak-anak-Nya secara moral demi kelimpahan jasmani. Banyak pembicara di mimbar mengesankan bahwa Bapa mau berperkara dengan umat-Nya, berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan jasmani. Adapun mengenai kehidupan rohani, dikesankan bahwa itu bisa bertumbuh dengan sendirinya secara otomatis dan mudah. Itulah sebabnya, dalam pertemuan-pertemuan bersama di beberapa gereja, yang mereka utamakan adalah puji-pujian dan pengagungan terhadap kuasa dan kebaikan Tuhan saja. Harus dipahami bahwa kelimpahan jasmani hanyalah sementara, tetapi kedewasaan rohani dimana orang percaya mengambil bagian dalam kekudusan-Nya, merupakan harta abadi yang tidak terbeli dengan apa pun. Oleh sebab itu, sangatlah keliru kalau diajarkan bahwa Bapa memerhatikan pemenuhan kebutuhan jasmani tetapi tidak memperhatikan pendewasaan rohani. Justru sebaliknya, Bapa akan sangat memperhatikan kedewasan rohani lebih dari pemenuhan kebutuhan jasmani.
Sikap memercayai pemeliharaan Allah Bapa untuk masalah pendewasaan rohani di atas adalah sikap memuliakan Allah. Dengan kepercayaan kepada Allah sebagai Bapa yang lebih menekankan pendewasaan rohani, seseorang menilai dan memandang Bapa sebagai Pribadi yang agung dan bertanggung jawab. Sesungguhnya, inilah sikap meninggikan dan memuliakan Allah yang benar. Oleh sebab itu, hendaknya seseorang tidak merasa sudah memuliakan Tuhan hanya karena bisa menyanyikan nyanyian rohani, berbahasa roh, dan mengikuti liturgi gereja. Nyanyian hidup orang percaya haruslah sikap hati yang setiap saat memercayai Allah, walaupun dalam keadaan dimana kebutuhan jasmani belum terpenuhi.
Jadi kalau suatu saat, kita ada dalam keadaan “seakan-akan” Tuhan meninggalkan kita, kita harus tetap menaruh percaya kepada Tuhan tanpa kuatir dan curiga terhadap Allah. Terkait dengan hal ini, kita dapat mengerti betapa hebat orang percaya pada abad awal kekristenan muncul. Mereka dianiaya selama ratusan tahun dengan penderitaan yang luar biasa, dan Allah seakan-akan tidak memedulikan keadaan mereka. Namun, mereka tetap percaya. Allah seakan-akan tidak berdaya menolong mereka, tetapi mereka tetap memercayai pemeliharaan Allah. Sebab, ternyata dengan keadaan itu, justru iman Kristen terpelihara dengan baik. Itulah pembelaan Tuhan yang sangat cerdas. Ini juga yang menjadi kesaksian bagi orang-orang kafir, dan akhirnya Roma mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan. Hal ini tidak lepas dari kegigihan orang percaya dalam memercayai Allahnya, dan menampilkan diri sebagai anak-anak Allah yang memuliakan nama-Nya.
Orang yang tidak memercayai pribadi Allah pasti tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan Dia. Hubungan yang tidak harmonis tersebut disebabkan karena ketidakpercayaan terhadap Allah, dan hatinya ditambatkan kepada berkat jasmani. Seseorang tidak dapat memiliki hubungan yang harmonis dengan Allah kalau hati mereka ditambatkan kepada kekayaan yang menjadi tempat perlindungan. Mereka tidak mampu memercayai Allah sepenuhnya, sebab Allah tidak kelihatan dan seakan-akan tidak ada. Biasanya, orang-orang seperti ini berharap bantuan doa pendeta atau orang-orang yang dipandang dapat menjadi mediator dengan Tuhan. Oleh karena itu, larislah orang-orang yang mengaku diri sebagai distributor berkat Allah. Namun, hal ini merusak pertumbuhan iman yang murni dari jemaat Tuhan. Orang-orang seperti ini tidak memuliakan Allah. Mereka meragukan kasih dan pemeliharaan Allah yang sempurna. Sebenarnya mereka adalah orang-orang penakut yang tidak dapat memercayai Allah dengan benar.
Kalau seseorang diliputi dengan perasaan takut dan cemas, ia sedang memandang Bapa sebagai Pribadi yang tidak bertanggung jawab dan tidak peduli kepada anak-anak-Nya. Ini adalah sikap tidak meninggikan dan memuliakan Allah. Orang yang dicekam dengan perasaan takut dan cemas menghadapi hidup dengan segala persoalannya, adalah orang yang tidak percaya. Mereka bukan saja tidak memuliakan Allah, melainkan juga menghina pribadi-Nya. Jadi, ketika Allah membawa orang percaya kepada keadaan yang sulit, situasi yang bahaya, dan terancam oleh sesuatu hal, sesungguhnya di saat itulah ia diberi kesempatan untuk belajar percaya dan dapat memuliakan Allah dengan kualitas tinggi.