Mungkin ada di antara kita yang tidak pernah punya ayah yang baik, sehingga ia tidak memiliki gambar ayah yang baik. Tapi, Allah Bapa kita adalah Allah yang baik, Bapa yang baik. Namun sering kita tidak sadar, bahwa kalau kita memanggil-Nya Bapa, itu artinya kita bisa dan harus menemui-Nya; secara personal, pribadi. Namun dalam praktik, khususnya sebagai pendeta, sering kita menggelapkan hubungan itu dengan memberi kesan bahwa pendeta punya hak istimewa untuk menemui Allah, dan seakan-akan doanya lebih manjur daripada jemaat. Bukan tidak boleh pendeta mendoakan jemaat, tapi jangan memberi kesan seakan-akan pendeta punya hak istimewa untuk menemui Tuhan, sehingga jemaat harus lewat perantara pendeta.
Maka, jangan disandera oleh pendeta, padahal setiap kita bisa datang sendiri kepada Tuhan. Jangan suasana Perjanjian Lama—di mana orang-orang tertentu yang dipercayai Tuhan menjadi perantara antara Allah dan umat—masuk dalam kekristenan, yang membuat kita tidak serius memburu Tuhan. Sejak saat ini, mari setiap kita menjadi pemburu Tuhan. Dan setiap kita bisa jadi pemburu Tuhan. Kita diberi kesempatan oleh Tuhan, dan segala kelengkapan untuk menemui Dia. Kita punya hak istimewa yang sama dengan siapa pun, artinya dengan pendeta, teolog. Kita bisa menjumpai Tuhan, menemui Tuhan. Dan kita harus yakin biar keadaan kita carut-marut, compang-camping, busuk, bobrok, rusak bagaimanapun, Allah menerima kita.
Bapa memeluk dan mencium ketika kita datang dan berkata, “Aku masih rusak, Tuhan. Aku masih korupsi. Aku punya selingkuhan, Tuhan. Aku baru mengkhianati orang. Aku rusak banget. Ampuni aku.” Darah Yesus meleleh, Bapa mencium harumnya darah Yesus, dan Dia memeluk kita. Namun kemudian memang kita harus belajar berubah, dan Tuhan akan menuntun. Tapi kalau menunggu kita tidak korupsi, tidak mata keranjang, sampai mati kita akan tetap korupsi dan mata keranjang. Kalau saat ini kita adalah orang yang tidak pernah mau menemui Tuhan, kita punya 1001 alasan untuk menghindar, itu karena:
Pertama, kita ditipu oleh kuasa gelap seakan-akan kita tidak punya hak yang sama seperti pendeta untuk menjumpai Tuhan.
Kedua, kita terintimidasi dengan keadaan kita. Padahal Tuhan sangat mengerti keadaan kita, dan darah Yesus membasuh ketika Ia memeluk kita. Bapa mencium keharuman darah Yesus, dan Bapa menerima kita. Kalau kita sudah ada di dalam pelukan-Nya, Ia mau melatih kita sempurna, agar kita tidak melakukan dosa yang sama. Seperti pelacur yang ditangkap, dan banyak orang mau melempari dia dengan batu, Yesus menyelamatkan wanita itu. Yesus berkata kepada pelacur itu, “Aku juga tidak akan melempari batu.” Lalu Yesus berkata, “Jangan berbuat dosa lagi.”
Kapan kita akan berurusan dengan Tuhan? Jangan sampai kita menundanya terus, bahkan kita membatalkan, kita sia-siakan keselamatan yang besar itu. Kalau hari ini Tuhan memanggil kita, pulanglah. Setiap kita adalah orang berdosa, namun Yesus sudah mati di kayu salib, Ia bisa menutupi dan membungkus kita, dan kita dibenarkan di hadapan Allah. Kita yang harus merubah cakrawala hidup dengan datang kepada Tuhan. Allah yang disembah oleh Abraham, Ishak, dan Yakub, Allah yang membelah laut Kolsom, Allah yang menutup mulut singa di kandang singa, Allah yang memadamkan api, Allah yang mengutus Tuhan Yesus Kristus, Putra tunggal-Nya, Allah yang sama yang memanggil kita dalam pelukan-Nya.
Mengerikan sekali kalau suatu hari kita ada di hadapan takhta pengadilan Tuhan, ternyata kita tidak bekerja untuk Tuhan. Ini sebenarnya inti Injil, yaitu bagaimana keadaan kita, kodrat kita diubah menjadi keadaan anak-anak Allah, seperti atau serupa dengan Yesus, yang dalam segala hal yang dilakukan benar-benar untuk Bapa di surga. Dan Tuhan Yesus yang telah mencapai kesempurnaan, artinya mampu hidup selalu untuk Bapa, menjadi penggubah atau komposer. Setiap kita punya kepribadian yang berbeda-beda, tetapi setiap kita dapat menjadi lagu yang merdu dan indah di telinga Tuhan. Dan Tuhan disenangkan oleh setiap pribadi yang beraneka ragam ini. Karenanya masing-masing kita harus berurusan, berperkara dengan Tuhan untuk menjadi pribadi yang indah, bagai simponi yang merdu.