Skip to content

Pembentukan lewat Pergesekan

Kebenaran ini harus dimengerti dan diterima, bahwa dalam pembentukan kita menuju kesempurnaan yang dikerjakan Tuhan melalui Roh-Nya, Allah menggunakan manusia di sekitar kita untuk proses tersebut. Besi menajamkan besi, manusia ditajamkan oleh sesamanya. “Ditajamkan” di sini maksudnya adalah dibuat makin dewasa, sempurna, matang, dan berkenan kepada Allah. Allah memakai manusia lain untuk itu. Orang Kristen di abad mula-mula mengalami aniaya yang sangat luar biasa, sebab mereka harus hidup di tengah-tengah masyarakat sebagai utusan Tuhan. Ternyata, penderitaan yang mereka alami karena aniaya tersebut justru menguduskan mereka, yaitu membuat mereka berhenti berbuat dosa (1Ptr. 4:1). Selain itu, aniaya membuat mereka tidak berkiblat ke dunia. Mereka dilatih untuk meninggalkan dunia dengan segala kesenangannya, sehingga hati mereka hanya tertambat pada Tuhan dan Kerajaan-Nya. Akhirnya, aniaya dapat membuktikan kesetiaan dan kecintaan orang percaya kepada Tuhan Yesus dan Allah Bapa.

Oleh sebab itu, kita tidak perlu membanggakan mereka yang dapat hidup menyepi, meninggalkan keramaian, dan melepaskan kesibukan hidup seperti yang dialami oleh orang yang hidup di perkotaan. Justru mereka yang hidup di perkotaan, lebih sulit untuk menjalani hidup dengan tantangan yang sangat berat. Banyak orang berpikir bahwa mereka yang hidup di kesunyian, melepaskan keduniawian dengan cara meninggalkan kehidupan kota, berarti sudah melepaskan segala sesuatu. Sebenarnya, melepaskan segala sesuatu itu wajarnya bukan demikian. Melepaskan segala sesuatu berbicara mengenai kesediaan untuk tidak terikat dengan dunia, di tengah-tengah kemungkinan memiliki dan menikmatinya. Kalau seseorang tidak memiliki potensi dan kesempatan untuk meraih dunia lalu kemudian meninggalkan dunia, bukan berarti ia telah melepaskannya secara proporsional. Paulus dapat memiliki segala sesuatu, tetapi ia melepaskannya dan menganggapnya sampah (Flp. 3:7-9). Seseorang tidak bisa dikatakan tangguh berpuasa kalau berada di padang gurun di mana tidak ada air dan makanan. Seseorang bisa dikatakan tangguh berpuasa kalau berada di tempat di mana limpah air dan makanan, tetapi tidak menikmatinya.

Harus diingat bahwa Tuhan Yesus tidak memerintahkan orang percaya meninggalkan dunia untuk bisa mencapai kesucian. Justru Tuhan mengutus orang percaya untuk hadir di tengah-tengah dunia ini. Dari isi doa Tuhan Yesus (Yoh. 17:15), sangatlah jelas bahwa orang percaya harus ada di tengah-tengah masyarakat dalam kehidupan di dunia yang jahat ini, bukan menghindarinya. Dalam bagian lain di Alkitab, Tuhan Yesus mengatakan, “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Mat. 10:16). Perlulah kita memperhatikan apa yang diajarkan Alkitab, bahwa proses pertumbuhan iman yang benar melalui peristiwa kehidupan di tengah-tengah dunia. Tokoh-tokoh iman dalam Perjanjian Lama dibentuk Tuhan melalui pengalaman hidup di tengah masyarakat. Yusuf didewasakan melalui saudara-saudaranya dan pengalaman di tengah masyarakat Mesir (Kej. 37-39). “Didewasakan” ini sama artinya dengan dibangun semakin suci. Kalau Yusuf hanya tinggal di rumah Yakub, ayahnya, maka mimpi yang ia terima, yang juga merupakan janji besar dari Allah, tidak akan terwujud dalam hidupnya.

Demikian pula Daud. Kalau ia tetap tinggal di padang rumput menggembalakan domba, terpisah dari pergaulan luas, maka ia tidak akan pernah menjadi raja. Daud diubah dan didewasakan oleh Goliat, Saul, penduduk Zif yang mengkhianatinya, dan segudang pengalaman lain yang menyakitkan. Semua itu merupakan cara Allah mempersiapkan Daud menjadi orang besar. Kita percaya bahwa Amsal 27:17 memuat tuntunan hidup yang sangat penting. Dalam ayat ini, tertulis bahwa besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya. Teks itu dijagai tetap eksis oleh Tuhan sampai hari ini, agar dari dalamnya, orang percaya dapat menimba kebenaran. Oleh karenanya, sangat disayangkan kalau kita tidak memperhatikan apa yang diajarkan oleh Amsal tersebut. 

Melarikan diri dari keramaian merupakan usaha untuk mencari mudahnya hidup, seperti pengecut yang takut perang. Kita yang hidup di kota, memiliki pergumulan yang jauh lebih berat untuk hidup tidak bercacat dan tidak bercela. Karena pengertian yang salah bahwa kesucian bisa dilakukan dengan meninggalkan kesibukan wajar di tengah masyarakat (pergi ke tempat yang jauh dari keramaian), mengakibatkan banyak orang Kristen awam merasa tidak mungkin bisa menjadi orang suci karena tidak dapat meninggalkan kesibukan hidup di dunia ini. Dengan penjelasan di atas, diharapkan mata pengertian kita dibukakan untuk memahami kesucian yang benar.

Dalam pembentukan kita menuju kesempurnaan yang dikerjakan Tuhan melalui Roh-Nya, Allah menggunakan manusia di sekitar kita untuk proses tersebut.