Satu pertanyaan yang sangat prinsip, “Mengapa Allah menciptakan manusia?” Seakan-akan pertanyaan tersebut sederhana, namun sejatinya tidak. Allah menghendaki satu makhluk yang kepadanya Allah ingin cinta-Nya dirasakan. Tetapi Allah juga ingin memiliki makhluk yang cintanya dapat Allah rasakan. Maka makhluk ini harus memiliki kehendak bebas. Didesain begitu rupa dengan pikiran dan perasaan yang juga dimiliki oleh Allah. Dengan pikiran dan perasaan itu, makhluk ini bisa menggerakkan dirinya, menggerakkan emosinya, apakah ia mencintai Allah dengan rela, sadar dan ikhlas atau tidak. Ini adalah hal yang sangat prinsip sekali.
Maka sebelum kita melayani Tuhan di gereja, pelayanan secara umum seperti yang kita lakukan, kita harus memiliki pelayanan pribadi kepada Tuhan; yaitu bagaimana kita menumpahkan cinta kita kepada Tuhan di hadirat-Nya, bagaimana kita menghayati keberadaan Allah. Bahwa kita tidak sedang berfantasi mengenai Allah, namun kita sedang berhadapan dengan Allah yang hidup, yang kepadaNya kita menumpahkan cinta kita. Belum dalam bentuk perbuatan konkret di tengah-tengah pergumulan hidup kita, tetapi dari hati ke hati kita bertemu Tuhan, dan mengungkapkan perasaan kita. Tuhan menginginkan kita ada di hadirat Tuhan.
Ketika hati kita bersih, tidak terikat dengan percintaan dunia, kita bisa sampai ke hadirat Tuhan, mempersembahkan cinta kita. Tapi kalau hidup kita kotor, masih ada dosa dan kenajisan, masih terikat dengan percintaan dunia, kita tidak akan sampai hadirat Allah. Suara kita tidak layak diperdengarkan di hadapan takhta Allah. Malaikat tidak ikut menyanyi, penghuni surga tidak ikut menyanyi. Jangan anggap ringan, jangan anggap remeh akan hal ini. Allah kita bukan Allah fantasi, Dia Allah yang hidup, Allah yang bisa dijumpai dan ditemui. Alami! Oleh sebab itu, kita harus memahami bahwa Allah itu suatu Pribadi. Kita tidak berdoa kepada satu hakikat, tapi kita berdoa kepada satu Pribadi, Allah yang mono, Elohim Yahweh. Dan itu memberi dampak yang luar biasa terhadap perjumpaan dengan Allah.
Di dalam Perjanjian Lama pun kita tidak pernah menemukan tokoh-tokoh iman berhadapan dengan lebih dari satu Pribadi. Musa, Daniel berhadapan dengan satu pribadi, Yahweh. Hari ini, kita bisa berhadapan dengan satu Pribadi yang kita rasakan Pribadi itu. Sehingga kalau kita berdoa kepada Bapa, langsung! Karena Roh Kudus hadir di mana-mana, RohNya Bapa. Tuhan Yesus pun mengalami Bapa, face to face dengan Bapa. Tidak pernah kita baca Tuhan Yesus berdoa kepada Roh Kudus. Dia berdoa kepada Bapa. Itu berarti Dia langsung berhadapan dengan Bapa karena Roh Kudus meliputi jagat raya.
Inilah yang Tuhan mau beritahukan kepada kita, yaitu bagaimana kita diciptakan untuk bisa menikmati kelimpahan cinta Allah dalam bentuk berkat-berkat jasmani, alam semesta yang indah, kenikmatan segala sesuatu yang bisa kita nikmati dengan fisik ini. Dan sementara itu, kita merasakan kasih Allah tersebut. Sebagaimana seorang anak bisa merasakan kasih orang tua. Allah memberikan berkat ini, kita nikmati cinta Tuhan, tapi kita tidak bisa memberikan materi kepada Tuhan. Kita tidak bisa memberi sesuatu kepada Allah karena Allah tidak butuh apa-apa, tapi Dia bisa menerima hati kita, cinta kita.
Lalu apa yang kita balaskan kepada Tuhan? Cinta kita. Kita belajar untuk membalas Tuhan dengan cinta kita. Dan kita mulai dari ruangan tertutup, kita melayani Tuhan dengan cinta, “Engkau tidak butuh apa-apa dariku, Tuhan, Engkau tidak butuh materi, tidak butuh uang dan lain-lain, tapi Engkau bisa merasakan cintaku, merasakan gelora cintaku.” Dan kita limpahkan cinta, hormat dan sembah kita kepada-Nya. Selanjutnya, kita tidak melukai Tuhan dengan dosa, dan kita mengasihi orang di sekitar kita. Itulah bentuk dari persembahan kita kepada Tuhan.
Betapa luar biasa. Oleh sebab itu, tidak boleh ada dosa dalam diri kita, tidak boleh ada ikatanikatan. Dalam doa kita kemukakan, “Tuhan, bawa aku melintasi semua langit, mengatasi semua bintang, sampai ke takhta-Mu. Dan apa pun yang Kau mau akan aku penuhi, Tuhan, apa pun. Walaupun aku tahu ini berlebihan karena aku tidak sanggup memenuhinya, tapi aku katakan, aku bersedia karena aku percaya Engkau pasti menolong aku untuk memenuhinya.”
Kita belajar untuk membalas Tuhan dengan cinta kita.