Pandangan kita harus lurus ke depan. Teropongan kita harus jauh. Kita menghadapi krisis ekonomi global, konflik antarbangsa dan berbagai ketegangannya, menghadapi ekosistem bumi yang tidak menjanjikan, kejahatan yang bertambah-tambah. Moral manusia semakin rusak, kehidupan makin tidak ideal. Kita hidup di bumi yang makin tidak menjadi tempat yang baik. Kita menyongsong dunia yang makin parah. Tetapi kita bersyukur, kita memiliki pengharapan: kehidupan di balik kehidupan di bumi.
Hal ini harus menjadi kekuatan kita. Semua akan berakhir! Kalau melihat masalah pribadi yang kita hadapi sekarang, percayalah semua akan berakhir. Tetapi bukan berarti lalu kita tidak bertanggung jawab. Kita harus menghadapinya dengan tanggung jawab, dan percaya semua akan berakhir. Kalau kita menghadapi guncangan dunia yang hebat ke depan, kita percaya dunia akan berakhir. Ujungnya, pasti kita akan memperoleh berkat, anugerah, rahmat, yaitu kemuliaan bersama dengan Tuhan Yesus. Karenanya, fokus hidup kita selain jangan pada masalah-masalah hari ini, tetapi juga jangan pada kesenangan-kesenangan dunia.
Ada banyak kesenangan yang membuat kita ada di comfort zone; zona nyaman, sehingga kita kurang atau tidak mencari Tuhan dengan serius. Kita harus berpikir seakan-akan hidup kita tinggal satu hari ini. Besok, mungkin tidak ada. Kita harus berpikir bahwa keadaan aman, nyaman itu hanya sekarang. Mungkin beberapa jam mendatang atau besok, keadaan memburuk dan tidak ada jalan keluar, kecuali pulang ke Rumah Bapa. Bayangkan orang-orang yang tidak memiliki pengharapan kekekalan, tidak memiliki pengharapan kehidupan yang baik di balik kuburnya. Betapa mengerikannya!
Mereka seperti orang-orang yang dieksekusi hukuman mati. Setelahnya, mereka tidak memiliki pengharapan, gelap, tidak tahu yang akan terjadi. Paling-paling mereka menenangkan diri dengan perkataan “Mudah-mudahan diterima di sisi Tuhan, mudah-mudahan masuk surga.” Untuk masalah kekekalan, mengapa spekulasi? Untuk masalah yang tidak bersifat kekal saja, orang tidak spekulasi. Supaya hari esok dapat pekerjaan, sekolah. Supaya dapat pekerjaan dengan mudah, berprestasi. Supaya bisa mencari nafkah, memiliki keahlian tertentu. Hal itu diusahakan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, kekuatan.
Untuk yang bersifat sementara, tidak bersifat kekal, orang bisa tidak spekulasi. Orang tidak mau spekulasi; harus pasti. Karenanya, orang memberi diri membeli asuransi. Asuransi pendidikan, asuransi jiwa, dan lain-lain. Kalau nanti sakit, ada yang menjamin, asuransi kesehatan. Apalagi kalau di Barat, tidak punya asuransi, berat. Mahal sekali biaya dokter. Di Indonesia, orang berusaha memiliki BPJS. Yang punya uang, bisa punya asuransi. Misalnya sakit dan dirawat di luar negeri, akan diganti ongkos pembayarannya atau biaya rumah sakitnya. Supaya anak-anak nanti bisa sekolah, dari kecil sudah dimasukkan asuransi pendidikan. Coba lihat orang tua, supaya anaknya nanti tidak menghadapi penyakit A, B, C, maka diberi imunisasi.
Untuk hal kekekalan, mestinya kita tidak boleh spekulasi. Kalau untuk perkara fana saja orang tidak mau spekulasi, mestinya untuk kekekalan, tidak berspekulasi. Memiliki keyakinan, kepastian untuk pasti diterima dalam kemuliaan bersama Yesus. Penderitaan yang kita alami secara pribadi dalam kasus-kasus pribadi, juga nanti guncangan yang akan menimpa bumi, membuat hati kita merindukan Tuhan. Membuat hati kita menantikan dunia yang lebih baik. Bersyukur kalau kita didera oleh berbagai masalah. Rasanya mau mati saja, tetapi tidak berani bunuh diri karena memang tidak boleh bunuh diri. Bunuh diri itu mudah, tetapi setelah bunuh diri, kekekalan mengerikan.
Ini terjadi dalam kehidupan banyak orang hari ini. Hidup susah, bunuh diri takut, dan memang tidak boleh. Tetapi semua keadaan sulit ini sebenarnya membuat kita bisa mengalami yang disebut brokenness; hati yang broken, hancur, terluka. Kita patah hati dengan dunia. Tidak ada yang kita nantikan dari dunia agar membahagiakan kita. Mestinya orang Kristen berani berkata, “Remukkan hatiku, pecahkan hatiku. Robek hatiku supaya broken, patah hati dengan dunia.” Memang tidak ada kebahagiaan yang sempurna di bumi. Maka, mata hati kita harus sungguh-sungguh terarah ke surga, agar memperoleh kebahagiaan yang sejati.
Masalah-masalah hidup yang kita alami hari ini, jangan menghanyutkan kita. Semua masalah-masalah hidup yang kita alami hari ini, harus menjadi sarana Tuhan untuk menyempurnakan kita. Kalau bisa, kita mengalami brokenness; hati yang hancur, patah hati terhadap dunia. Ketika patah hati dengan dunia, maka kita akan bisa terbang lebih tinggi. Terutama kita yang berani berkata, “Tuhan kebahagiaanku satu-satunya. Tuhan duniaku satu-satunya. Gairah hidupku, alasan aku hidup.” Kita akan terbang, mendekat, melekat pada Tuhan. Ini yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan. Allah menghendaki kita benar-benar fokus kepada Tuhan. Penderitaan kita alami hari ini, pakailah untuk menjadi sarana Allah meremukkan hati kita. Supaya kita bisa berkata, “Tuhan, lebih dari apa pun dan siapa pun, Engkau yang kunantikan. Engkau yang kuperlukan.”
Ketika kita patah hati dengan dunia ini, maka kita akan bisa terbang lebih tinggi, mendekat, melekat pada Tuhan.