Dalam percakapan antara Tuhan Yesus dengan seorang kaya di Matius 19, orang kaya itu disuruh menjual segala miliknya. Mengapa? Karena ia harus berhenti menikmati miliknya atau dunia ini; harta, uang, kedudukan. Kekayaannya bukan untuk disimpan, melainkan diberikan kepada orang miskin, kepada orang-orang yang tidak bisa membalas kebaikan, kemudian datang kepada Yesus dan ikut Yesus. Mengikut Yesus artinya ikut cara hidup-Nya yang membangun persekutuan yang benar dengan Allah. Hidup yang bernilai itu standarnya Yesus, karena Dialah sosok atau pribadi yang memiliki persekutuan dengan Bapa secara proporsional, secara benar, secara ideal, “Engkau tinggal dalam Aku, Aku dalam Engkau, ya, Bapa,” tetapi juga memberi peluang kepada orang percaya “… supaya mereka tinggal di dalam Kita.” Luar biasa.
Jangan menunda, sebab untuk bisa terlepas dari percintaan dunia, memerlukan proses, dan tidak bisa cepat. Kalau tidak mulai sekarang keluar dari keterikatan dengan dunia, maka kita tidak akan pernah masuk surga menjadi anggota keluarga Kerajaan. Ini termasuk orang-orang miskin secara materi, tetapi masih ingin kaya. Menjadi kaya itu tidak salah. Sebaiknya, bisa seharusnya. Kalau kita kaya secara materi, maka kekayaan itu harus membuat kita semakin efektif bagi pekerjaan Allah, bukan supaya lebih bernilai dan memiliki Firdaus di bumi. Sekarang kita harus jujur melihat diri kita, apa yang masih membuat kita ini bergairah? Tuhan atau apa? Sebab kalau ada sesuatu lain yang membuat kita merasa bisa bahagia, itu berarti kita meletakkan sesuatu sebagai saingan bagi Allah.
Kalau orang kaya ini menjual segala miliknya lalu membagikan kepada orang miskin, itu bukan berarti lalu selera jiwanya seketika berubah. Belum tentu, dan rasanya tidak. Dia baru bisa benar-benar terlepas dari ikatan dunia itu lewat perjalanan waktu setelah mengikut Yesus, mendengar kebenaran-kebenaran-Nya sampai selera jiwanya diubah, fokus pencarian hidupnya diubah. Jadi, kalau seseorang didorong ke gereja hanya supaya berkat materi, berkat jasmaninya, berlipat ganda, 30, 60, 100 kali lipat, itu pembodohan, sampai bisa tingkat penyesatan, dan dampaknya bisa kebinasaan. Justru orang percaya harus diajar tidak lagi memburu apa pun, kecuali persekutuan dengan Allah atau hidup di hadirat Allah.
Kita yang harus melangkah, bertekad tidak lagi menikmati dunia. Kita harus memiliki keberanian untuk meninggalkan dunia. Nanti Tuhan akan mengajarkan kepada kita kehausan akan Allah. Kita bisa mati sebelum mati atau selesai sebelum selesai. Orang-orang seperti ini baru berhak memiliki Allah dan Allah berhak memiliki dia. Hanya orang yang tidak memiliki siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa yang berhak memiliki Allah dan dimiliki Allah, karena akan terjalin sebuah hubungan yang harmoni. Tidak salah memiliki pasangan hidup, anak, orang tua, sahabat, dan teman-teman, tetapi kalaupun tidak memiliki mereka semua, juga tidak menjadi masalah, sebab yang penting kita memiliki Tuhan.
Punya anak itu kesenangan, punya cucu kesenangan; punya keluarga yang bahagia, harmoni itu kesenangan; memiliki materi, kedudukan, pangkat, pendidikan tinggi, kesenangan, tetapi jangan kesenangan itu kita miliki dan kita merasa di situ hidup kita menjadi lengkap. Tuhan pun senang melihat rumah tangga kita yang bahagia, Tuhan senang melihat anak cucu kita, Tuhan senang melihat sukses karier atau studi kita, yang tentu saja semua itu bisa dipersembahkan untuk kepentingan Kerajaan Surga, karena, “Baik kita makan atau minum atau melakukan segala sesuatu, kita lakukan untuk kemuliaan Allah.” Kalau Tuhan tidak ikut menikmatinya, berarti kita terlepas dari hadirat-Nya. Sulit sekali, tetapi kalau kita belajar kebenaran terus-menerus, maka kita akan mengerti dan bisa melakukannya.
Jangan menunda. Jangan berkata, “Sebentar deh. Bukan saya tidak mau ikut Tuhan sungguh-sungguh, tetapi sekarang saya masih duniawi. Nanti saya sungguh-sungguh.” Perubahan zaman sangat cepat, tarikan dunia lebih kuat, orang yang suka menunda akan terhilang. Orang yang sejak di dunia ini tidak binasa, nanti setelah mati tidak akan binasa. Artinya, orang yang sejak di dunia ini memiliki hidup yang berkualitas, hubungan dengan Tuhan, nanti akan tetap terus memiliki hubungan dengan Tuhan. Pasti, sebab ketika di dunia ia sudah mencari wajah-Nya.
Perubahan zaman sangat cepat, tarikan dunia lebih kuat, orang yang suka menunda pasti akan terhilang.