Skip to content

Optimisme Kekekalan

Jika kita belajar fokus, maka suatu saat dalam setiap peristiwa, mesin kepekaan kita sudah otomatis jalan. Ketika kita memperhatikan suatu peristiwa, kita bisa menangkap maksud Tuhan. Jadi di tragisnya hidup ini, kita fokus bagaimana mengenakan Kristus yang adalah hidup kita (Kol. 3:3-4). Dan ajaibnya, ketika kita belajar mengenakan Kristus yang adalah hidup kita atau menjadi hidup kita, maka Tuhan akan memercayakan berkat-berkat-Nya kepada kita; “Sebab kamu telah mati, dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.” Jadi kita harus memandang bahwa kita telah mati. 

Jangan sampai nanti ketika kita meninggal dunia, kita belum mengenakan kehidupan Kristus. Karena kita lahir secara original, maka jangan kita mati secara imitasi. Sejak kita dilahirkan, kita sudah dipersiapkan original jadi manusia Allah. Tapi kenyataannya, banyak orang yang sampai mati tidak menjadi manusia Allah. Jadi apabila Kristus yang adalah hidup kita, berarti kita mau mengingat bahwa kita telah mati. Untuk itu, kita harus sabar. Sebab ketika kita mengalami proses kematian manusia lama, masuk pada proses “hidup bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku,” seakan-akan Tuhan tidak menghargai. Walaupun nanti kita akan mulai melihat bagaimana hidup kita mulai dipulihkan. Tuhan mengatur, supaya jangan motivasi kita jadi salah. 

Ketika kita sudah menghayati bahwa kita sudah mati dari manusia lama, dan Kristus yang hidup di dalam kita, maka kita pasti tidak tertarik lagi dengan dunia, sebab kita hanya memikirkan hal Kerajaan Surga. Kalau kita punya banyak fasilitas dan materi, maka kita pasti akan menolong sesama dan hidup untuk pekerjaan Tuhan. Tuhan pulihkan hidup kita—misalnya dalam bidang ekonomi—tapi bukan karena pemulihan ekonomi itu kita berjuang mengubah karakter. Jadi ketika Saudara mulai mengubah karakter, “aku sudah mati dan Kristus yang hidup di dalam aku,” Tuhan seakan-akan tidak memberi perhatian. Tuhan seakan-akan bersikap sepi. Seakan-akan itu tidak berarti dan tidak bernilai. Dan Tuhan membiarkan itu, seakan-akan kita tidak dihargai oleh Allah. 

Tapi di sini kita harus belajar terus. Karena kita sedang menuju langit baru bumi baru. Kita bebenah diri agar kita layak masuk ke dalam Yerusalem Baru, menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Dan jika kita serius, fokus kita langit baru bumi baru, maka barulah Tuhan bisa memercayakan berkat-berkat-Nya bagi kita, dan kita pasti tidak tenggelam. Ironis, tidak banyak orang yang berani masuk ke wilayah ini. Sama seperti Abraham ketika harus keluar Ur-Kasdim. Tidak ada tempat yang lebih subur dari Lembah Sumeria, dan sejarah mencatat hal ini. Tetapi Abraham percaya. Itu iman yang benar. 

Berbeda dengan kita hari ini yang bertanya, “Kalau aku menaati Tuhan, mengenakan hidup-Nya Kristus di dalam diriku, apakah aku beruntung?” Padahal di dalam Kolose 3:1 firman Tuhan dengan tegas mengatakan, “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada duduk di sebelah kanan Allah.” Betapa jauhnya dari standar hidup orang Kristen hari ini. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi, bukan berarti kita tidak punya kesibukan lain. Jelas kita harus cari nafkah, mengurus rumah tangga, sekolah dan lain sebagainya. Tetapi semua yang kita lakukan dasarnya adalah karena kita mencari perkara yang di atas. 

Namun, banyak orang menganggap ini hanya hiasan. Sehingga mereka tidak menghormati Alkitab; dengan tidak menuruti apa yang Alkitab katakan. Jadi sejatinya tidak ada yang kita tunggu dan nantikan lagi, sebab kebahagiaan kita hanya satu: ketika Yesus datang. Kita tidak jadi pesimis, kita tetap optimis, tapi optimis kita di belakang langit biru. Dan optimis kita akan terbentuk pada waktu kita belajar mengenakan Kristus; hidup dalam kekudusan. Jadi, kita tidak bisa optimis tanpa kita membangun kekudusan. Tapi kalau kita betul-betul hidup suci, mengenakan Kristus di dalam hidup, maka optimisme kehidupan yang kita akan terima di kekekalan, kita miliki. 

Optimisme tidak bisa dibuat-buat. Optimisme menghadapi kekekalan itu akan terbangun sendiri. Kalau kita hidup benar, Tuhan pasti menolong dan melindungi kita. Walaupun secara ekonomi kita miskin, sehingga kita direndahkan orang, tapi kita punya karakter Kristus yang kita rajut dari satu peristiwa ke peristiwa. Dalam kesenyapan, orang tidak melihat. Suatu hari kalau Kristus datang kembali atau kita meninggal dunia, baru kelihatan kecemerlangan hidup kita. Keagungan kita sebagai anak-anak Allah yang mendapat pujian dari Tuhan. Maka, kalau kita dipandang jahat dan direndahkan oleh orang, tidak masalah. Berapa lama kita direndahkan orang? Atau jadi orang miskin yang ditindas sesama? Tetapi kalau kita menjadi agung dan mulia di mata Tuhan, maka kita agung dan mulia di kekekalan. Betapa indahnya kehidupan seperti ini. 

Kalau kita betul-betul hidup suci, mengenakan Kristus di dalam hidup, maka optimisme kehidupan yang kita akan terima di kekekalan, kita miliki.