Skip to content

Objek Penelitian

Dunia kita hari ini benar-benar semakin fasik dan tidak peduli akan Tuhan, seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam 2 Timotius 3:1-5. Dunia juga sebenarnya semakin ateis praktis, dimana orang tidak memercayai adanya Allah. Walaupun dengan mulut mereka mengaku percaya akan Allah, tetapi perbuatannya tidak menunjukkan bahwa mereka benar-benar percaya kepada Allah. Suasana dunia seperti ini juga ada dalam lingkungan kehidupan banyak orang Kristen. Tanpa kita sadari, kita pun bisa terpengaruh oleh keadaan itu. Orang Kristen memang tidak menyangkali atau meninggalkan kepercayaannya, tetapi mereka membiarkan diri terikat dengan kesenangan dunia dan hal-hal yang tidak patut yang melukai hati Tuhan. Suasana dunia yang sudah sedemikian fasik membuat sikap ceroboh dan sembarangan hidup, juga telah menjadi irama kita.

Harus jujur diakui bahwa irama hidup kita adalah irama hidup yang sering mendukakan hati Allah. Kita belum sungguh-sungguh berniat untuk menyenangkan hati Allah. Sering kali yang menjadi pertimbangan utama kita adalah kesenangan dan kepuasan hati kita sendiri. Meskipun kita selalu menyanyikan lagu yang bernuansa keinginan menyenangkan hati Tuhan, tetapi kita sebenarnya abai dengan perasaan Tuhan dalam keseharian. Mengapa hal ini terjadi? Salah satu jawabannya adalah kita tidak benar-benar mengalami Tuhan. Kita hanya mengenal Tuhan secara teoritis semata. Kita tahu bahwa ada Tuhan yang lahir sebagai manusia di Betlehem. Kelahirannya di dunia hendak menghapuskan dosa seluruh umat manusia, dan berbagai pengetahuan teoritis dan doktrinal lain mengenai Tuhan. Kita memahami Tuhan secara teoritis, tetapi tidak mengalami-Nya secara nyata. Bila demikian, wajar saja apabila kita dapat mengatakan ingin menyenangkan Tuhan tetapi tidak sungguh-sungguh menghidupinya dalam keseharian hidup kita. Tuhan hanya menjadi konsumsi kognitif atau objek pemikiran yang diteliti dengan nalar. Banyak orang Kristen dan teolog yang menjadikan Tuhan sekadar objek penelitian. Mereka merasa sudah mengenal Allah padahal sebenarnya mereka hanya mengerti dalam pikiran. 

Sejatinya, orang Kristen tidak boleh menjadikan Tuhan hanya sebagai objek penelitian dalam nalar saja. Bukan berarti percakapan, teori, dan penelitian yang diadakan oleh para teolog dan sekolah tinggi adalah suatu hal yang perlu dihindari. Kajian teoritis tentang Tuhan merupakan suatu hal yang baik dan sangat diperlukan pada tempatnya. Akan tetapi, hendaknya kita tidak merasa puas apabila telah mempelajari hal-hal tersebut secara teoritis. Tuhan lebih dari tulisan dalam lembaran-lembaran kertas, dan Ia membuka diri-Nya untuk dialami oleh setiap individu. Jangan menjadikan Tuhan sebagai komoditas untuk mengangkat harga diri, bahkan untuk mencari uang, subscribers, dan akhirnya hanya untuk prestise atau kebanggaan diri. Allah harus menjadi sosok yang kita alami secara konkret.

Kita harus mengalami Allah, sebagaimana yang dialami oleh murid-murid Tuhan setelah Tuhan naik ke surga. Mereka mengalami Allah sampai tahap tidak takut kehilangan apa pun. Mereka tidak gentar harus teraniaya, kehilangan harta, keluarga, bahkan nyawa mereka. Pada saat-saat dimana mereka teraniaya, seakan-akan Tuhan tidak hadir dan menyertai, tetapi mereka tetap percaya Allah dan bertahan dalam pengharapannya. Sekarang kita menghadapi pengaruh dunia yang begitu fasik, dan tanpa sadar sering kita tergiring olehnya. Tetapi sekarang kita bertekad untuk tidak mau terbawa oleh dunia. Kunci untuk tetap konsisten mengikut Tuhan adalah mengalami-Nya secara nyata setiap hari. Mengalami Tuhan bukan saja pada waktu kita berdoa, melainkan pada waktu kita ada di dalam perjalanan hidup setiap hari. Misalnya, ketika kita harus memilih sesuatu, mempertimbangkan keputusan, atau berada di situasi yang tidak nyaman. Tuhan harus hadir pada setiap kawasan hidup kita setiap hari untuk menjadi pemimpin atas hidup kita. Jadikan keputusan Tuhan menjadi keputusan kita; pertimbangan Tuhan sebagai pertimbangan kita; perasaan Tuhan sebagai perasaan yang kita jaga. Inilah yang disebut sebagai mengalami Tuhan dalam keseharian.

Setiap kita harus mengalami dan menjumpai Tuhan karena Dia benar-benar hidup dan ada. Untuk mengalami dan menjumpai Allah, memang tidak mudah karena Ia bukan Allah yang murahan. Bagi mereka yang tidak sungguh-sungguh bersedia mencari Allah, Allah seakan-akan mati atau tidak ada. Allah dengan gagah-Nya di dalam integritas-Nya yang sempurna, tidak peduli akan hal itu. Sebaliknya, bagi orang yang memercayai Allah dengan sungguh-sungguh dan benar-benar mau menjumpai Dia, maka Allah akan menyatakan diri sesuai firman Tuhan, “Carilah Aku selama Aku berkenan ditemui” (Yes. 55:6). Di dalam firman Tuhan di ayat yang lain, dikatakan: “Aku memberi diri-Ku untuk ditemui oleh orang yang mencari Aku,” (Yes. 65:1). Mari temui Dia, rasakan kehadiran-Nya dan miliki jejak-Nya.

Jangan hanya menjadikan Allah sebagai objek penelitian yang didiskusikan, dipercakapkan, diperdebatkan, dan dijual guna menjadi komoditas untuk mengangkat harga diri