Seseorang makin kurang percaya Tuhan, karena di matanya, Tuhan semakin misteri. Semakin seseorang memandang Tuhan itu misteri, semakin ia menunjukkan kurang percayanya. Memang Tuhan adalah Allah yang Maha Misteri, kita tidak bisa menjajaki keberadaan Allah yang unlimited. Tetapi Tuhan tidak menjadi misteri selama kita menaruh percaya kepada-Nya. Sama seperti anak yang memercayai orang tua. Dia tidak mengenal sepenuhnya keberadaan orang tua, tetapi ketika ia menaruh percaya kepada orang tuanya bahwa orang tuanya aman baginya—mengasihi, melindungi, membela dan ada di pihaknya—maka orang tua tidak menjadi misteri baginya.
Masalahnya, mengapa kita memandang misteri kepada Tuhan? Mengapa Tuhan itu menjadi seperti kelam kabut? Karena kita tidak mengenal Dia. Celakanya, apa yang kita dengar sering kali hanya pengetahuan yang tidak memiliki implikasi kuat di dalam kehidupan dan tidak mendorong kita untuk mengalami Tuhan. Di lingkungan para akademisi, yaitu di lingkungan Sekolah Tinggi Teologi, subjektivitas itu sering dipandang negatif, sebab semua harus bisa dijelaskan secara sistematis. Kalau di lingkungan akademis, harus ada referensi buku. Kalau ada tulisan tidak ada referensinya, dianggap tidak akademis. Jadi, tanpa disadari, pengetahuan tentang Tuhan itu diformatkan, dipatok, dibatasi, padahal Tuhan itu Tuhan yang transempiris (melampaui akal).
Jangan heran kalau orang yang di lingkungan para akademisi teologi, lalu ada ajaran sedikit yang tidak sesuai dengan yang sudah ada, maka dianggap sesat, bidat. Padahal dunia ini bergerak terus, dinamika hidup tidak pernah berhenti, dan mestinya manuver Tuhan pun tidak boleh berhenti, dan Tuhan tidak juga berhenti, mengikuti perjalanan hidup manusia dengan dinamikanya, perjalanan hidup anak-anak Allah dengan dinamikanya, tapi Tuhan telah dikurung dalam doktrin, teologi, sistematika teologi. Padahal, dalam kehidupan umat manusia, begitu banyak misteri yang belum bisa dipecahkan. Kalau ilmu pengetahuan dan teknologi bisa menghasilkan karya-karya inovatif yang benar-benar mendatangkan kesejahteraan, kenapa Allah yang menyangkut alam roh tidak bisa dikembangkan? Apa yang dihasilkan oleh teologi?
Maka, kita harus mengenali Allah sebagai pribadi yang hidup dan nyata, yang dengan-Nya kita harus bersentuhan. Kalau kita membaca Alkitab, dari Kitab Kejadian sampai Wahyu, begitu jelas perjumpaan, pergaulan, interaksi antara manusia umat Allah dalam pergumulan konkret hidup mereka. Orang-orang sederhana yang mengalami Tuhan, dan Tuhan tidak menjadi misteri, Tuhan nyata karena perjumpaan itu. Temui Dia di keheningan dan jangan membatasi waktu doa atau perjumpaan kita. Kita harus berani mencari Tuhan. Sampai kita bisa memiliki irama menyentuh Tuhan.
Ajaibnya, Tuhan sering membawa kita ke masalah yang penuh pertanyaan, “Kenapa terjadi begini, Tuhan? Kenapa semakin memburuk?” Ternyata hal itu Tuhan izinkan supaya kita belajar memercayai Dia di tengah badai sebesar apa pun. Maka, di dalam kondisi paling bingung bagaimanapun, yang penting Tuhan aman bagi kita. Sebab Ia bukan misteri, selama kita memercayai-Nya, Ia aman untuk kita. Lalu, kenapa kita kurang percaya? Karena kita tidak menyentuh Dia. Bayangkan kalau orang hanya punya pengetahuan tentang Tuhan, maka ketika ia menghadapi banyak masalah, penuh pertanyaan, ia menjadi bingung. Dalam keadaan seperti itu, apakah ilmu teologi bisa menjawab? Tidak bisa! Jawabannya hanya bisa kita temukan kalau kita bisa menyentuh Allah dan mengalami Allah.
Kalau kita belajar bertemu Tuhan di dalam keheningan, maka hidup kita akan bersih dan kita bisa peka membaca segala keadaan. Namun kita semua harus berjuang untuk hidup dalam kekudusan, sehingga kita akan melihat kemuliaan Allah. Tuhan tahu masalah kita masing-masing, namun Tuhan seperti tutup mata, tapi di situ asyiknya kita belajar memercayai Tuhan. Kita harus tetap memercayai Allah, walaupun tidak ada tanda-tanda kehadiran-Nya, tidak ada tanda bahwa Dia mendekati dan menolong kita dalam masalah ini. Tapi kita tahu, Dia mengajar kita untuk memercayai Dia dan tidak meragukan-Nya.
Sejatinya, kadang Tuhan tidak gampang membuat kita melewati masalah. Hal ini membuat kita tidak menggampangkan Tuhan. Namun yang jelas Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Jadi, mengapa kita memandang Tuhan begitu seperti kelam kabut, misteri, bahkan mungkin wajah angker, karena Ia tidak terjamah, tidak terjangkau, sebab kita tidak bergaul dengan Tuhan. Kalau kita percaya kepada-Nya, maka, pertama, kita tidak berani berbuat dosa, karena kita tidak mau melukai hati Tuhan. Yang kedua, kita rindu bertemu Tuhan. Hanya tentu, karena kita punya tanggung jawab, kita tidak mau buru-buru pulang ke surga, karena masih banyak orang yang harus kita bawa ke langit baru bumi baru.