Skip to content

Merindukan Tuhan

Hubungan kita dengan Tuhan sampai pada puncak atau titik yang tinggi ketika kita merindukan Tuhan. Sejatinya, tidak banyak orang percaya yang sungguh-sungguh memiliki hati yang merindukan Tuhan. Hal itu tidak bisa kita bangun dalam satu hari, satu minggu, satu bulan, atau satu tahun. Tetapi ini harus kita bangun dari waktu ke waktu. Sebab hati kita telah terikat dengan banyak kesenangan, dan kesenangan-kesenangan itu menjadi selera yang menghiasi jiwa kita dan sekaligus membelenggu. Dari kecil, memang kita telah terdidik, diasuh oleh dunia sekitar kita untuk menyenangi objek-objek tertentu. Maka selera kita dibangun terhadap objek-objek tertentu tersebut. Jadi tidak heran kalau ada di antara kita yang kesenangannya kendaraan, wisata, perhiasan, dan lainnya. 

Hal ini sudah menjadi bagian integral atau bisa dikatakan melekat, inheren dalam hidup seseorang. Tetapi ketika kita mengenal Tuhan yang benar, mengenal Allah yang benar, hubungan kita dengan Tuhan harus seperti hubungan suami istri. Rupanya tidak ada gambaran hubungan yang eksklusif yang dapat menunjukkan hubungan kita dengan Kristus selain hubungan suami istri; Efesus 5:31-32, “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan Ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dengan jemaat.” 

Jadi ada rahasia hubungan antara suami istri. Sebenarnya, cinta sejati seperti yang dirancang Allah sejak semula, sulit ditemukan atau hampir tidak ditemukan. Mengapa? Karena semua manusia telah jatuh dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Kehilangan kemuliaan Allah ini maksudnya tidak mencapai moral kesucian seperti standar yang Allah kehendaki. Jadi kalau manusia yang telah kehilangan kemuliaan Allah atau moralitasnya kurang, tidak sesuai dengan standar Allah, bagaimana bisa mencintai pasangannya dengan cinta yang ideal? Tetapi kalau pasangan suami istri tetap setia, bertumbuh di dalam kedewasaan rohani, maka akan tercapainya cinta yang ideal, yang dimaksud di dalam Alkitab. 

Fakta yang kita temukan di dalam kehidupan adalah seperti yang digambarkan di kisah perjamuan kawin di Kana, orang memberikan anggur yang baik dulu, kemudian anggur yang kurang baik. Dan kenyataannya, banyak pasangan begitu. Tahun pertama, masih bulan madu. Tahun kedua, bulan madu. Tahun ketiga, bulan-bulanan.. Makin tahun, makin pudar. Apalagi kalau sudah mulai ada kebosanan. Mudah terjadi percekcokan, pertikaian, sampai perselingkuhan. Maka, cinta yang dia miliki terhadap sesama, juga dalam konteks ini kepada pasangan, tidak mungkin ideal juga. Kecuali sepasang suami istri sama-sama bertumbuh dewasa, nanti akan sampai pada titik idealisme cinta pasangan itu. 

Banyak orang Kristen memiliki cinta mula-mula terhadap Tuhan yang begitu menggelora. Tiap hari rasanya mau ke gereja, baca Alkitab, tidak mau baca yang lain, tidak mau nonton TV, maunya berdoa. Tetapi seiring berjalannya waktu, cinta mula-mula itu mulai pudar. Dan itu bisa terjadi juga terhadap kita, termasuk para hamba Tuhan. Setelah pudar, menjadi tawar. Mestinya cinta itu tetap terbawa terus sampai menjadi permanen. Masalahnya, cinta mula-mula sering situasional sifatnya. Yang Tuhan kehendaki adalah cinta yang permanen kepada-Nya; intimasi. 

Jadi kalau Alkitab Perjanjian Baru bicara soal Kerajaan Surga, pikiran kita jangan hanya hal masuk surga, terhindar dari neraka. Bukan hanya itu, melainkan menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah, dimuliakan bersama dengan Yesus, menjadi mempelai Kristus. Sama dengan firman yang mengatakan, “Tidak seorangpun sampai kepada Bapa kecuali melalui Aku. Akulah jalan, kebenaran, dan hidup.” Sampai kepada Bapa adalah bentuk eksklusivitas; keintiman yang khusus. Tuhan mau kita eksklusif.

1 Korintus 6:17, “Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.” Ini masalahnya, menjadi satu roh dengan Allah. Jadi semua bisa saja kita lakukan atau kita makan karena halal, tetapi tidak semua hal berguna. Kalau tidak berguna, kita tidak boleh lakukan. Berguna tidaknya, tergantung apakah ini memuliakan Tuhan atau tidak. Karena kita tidak mau diperhamba oleh siapa pun dan apa pun; kita diperhamba oleh Tuhan. Ini sulit sekali, tetapi kita harus berjuang. Berjuang terus untuk betul-betul mempersembahkan hidup kita dengan benar di hadapan Tuhan. Menjaga kesucian, membangun karakteristik sesuai dengan pimpinan Roh Kudus, sampai kita bertemu satu titik misteri dengan Allah. 

Hubungan kita dengan Tuhan sampai pada puncak atau titik yang tinggi ketika kita merindukan Tuhan.