Sangat mudah bagi seseorang untuk mengaku telah merdeka dari perhambaan dosa dan menjadi milik Kristus, tetapi apakah dirinya benar-benar telah menjadi milik Kristus? Banyak orang Kristen mengaku milik Kristus, tetapi sebenarnya mereka masih memiliki dirinya sendiri. Ketika ada dalam bahaya dan masalah besar, mereka mengaku milik Kristus sebab berharap dapat memperoleh pertolongan dan campur tangan Tuhan. Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari—ketika tidak ada dalam bahaya atau tidak memiliki masalah berat—mereka memiliki dirinya sendiri. Mereka memandang Tuhan sebagai alat, bukan tujuan. Sesungguhnya, ini sikap orang yang tidak menjadikan Yesus sebagai Tuhan, yang seharusnya hanya kepada-Nya mereka mengabdi dan hidup. Kendati ini sebuah sikap memanfaatkan Tuhan, banyak orang tidak menyadarinya.
Bilamana seseorang memiliki dirinya sendiri? Seseorang memiliki dirinya sendiri ketika ia dengan sesuka hatinya menggunakan pikiran, perasaan, dan anggota tubuhnya demi kesenangannya. Selain itu, ia merasa berhak menggunakan apa pun yang diraih dan dimiliki (gelar, pangkat, harta, dan semua talenta) sesuai dengan seleranya. Biasanya, semua yang dimiliki tersebut dijadikan sumber kebahagiaan dan kebanggaannya. Mereka yang demikian sebenarnya belum menjadi milik Tuhan dalam arti yang sesungguhnya. Mestinya orang-orang seperti ini tidak berhak mengaku milik Tuhan, sebab ia masih memiliki dirinya sendiri. Mereka tidak dapat melakukan apa yang dikatakan oleh Tuhan: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah (1Kor. 10:31).
Selama seseorang masih terikat dengan dunia ini, yaitu membiarkan dirinya hanyut dengan keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, maka ia belum merdeka dan tidak dapat dimiliki oleh Tuhan (1Yoh. 2:15). Orang yang telah merdeka dan menjadi milik Kristus Yesus adalah mereka yang telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya (Gal. 5:24). Penyaliban daging dengan segala keinginannya harus berangkat dari diri sendiri. Proses penyaliban daging dan segala keinginannya adalah fenomena natural, bukan adikodrati atau mistis. Ini harus berlangsung setiap hari secara konkret melalui segala kejadian yang terjadi dalam hidup seseorang. Terkait dengan hal ini, kita bisa lebih mengerti mengapa Tuhan Yesus menyatakan: orang yang mengikut Dia harus menyangkal diri dan memikul salibnya. Tentu salib bukan hanya dipikul, apalagi digantung menjadi kalung, melainkan menjadi sarana seseorang disalibkan. Seseorang harus menyalibkan segala keinginan dan hawa nafsunya pada salibnya masing-masing.
Bagaimana dengan jemaat Roma yang menerima surat Paulus dalam Roma 1:16 tersebut? Tentu saja secara komunitas, jemaat Roma adalah jemaat yang sangat luar biasa. Di tengah-tengah aniaya yang hebat, mereka tetap setia mengikut Kristus. Itulah sebabnya kabar tentang kualitas iman jemaat Roma sampai tersiar luas di seluruh dunia. Tentu dunia yang dimaksud pada waktu itu dunia di mana Injil sudah diberitakan, khususnya wilayah pemerintahan Roma. Jadi, kalau mereka disebut sebagai milik Kristus, adalah sangat benar. Harus dipahami bahwa mereka bisa menjadi milik Kristus dengan benar setelah membuktikan ketaatannya kepada Tuhan dan kehidupan iman kepada nama Yesus Kristus. Jemaat Roma adalah jemaat yang rela kehilangan segala sesuatu demi Kristus. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Paulus dalam kesaksian hidupnya: “… Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus” (Flp. 3:7-8). Hanya orang-orang yang rela tidak memiliki apa pun yang dapat merdeka dalam Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang telah menjadi milik Tuhan secara faktual (de facto).
Memang secara hukum (de jure) darah Tuhan Yesus telah menebus orang percaya, sehingga mereka bukan milik mereka sendiri. Tetapi apakah pemilikan Tuhan atas mereka diakui oleh individu-individu orang percaya, adalah hal yang harus diperhatikan. Oleh karenanya, tidak secara sembarangan semua orang dapat mengaku bahwa ia telah dimiliki Tuhan dan dimerdekakan dalam-Nya. Merdeka dalam Tuhan bukan sesuatu yang bisa terjadi atau berlangsung dengan mudah, melainkan berlangsung melalui proses yang berkesinambungan. Seperti jemaat Roma, mereka harus mempertahankan iman mereka dengan mempertaruhkan darah dan nyawa mereka. Kalau mereka masih merasa memiliki diri sendiri, tentu mereka tidak akan bersedia dan tidak akan sanggup bersikap setia kepada Tuhan. Tetapi mereka rela menderita dan kehilangan segala sesuatu, bahkan nyawa mereka, demi iman yang benar.
Merdeka dalam Tuhan bukan sesuatu yang bisa terjadi atau berlangsung dengan mudah, melainkan berlangsung melalui proses yang berkesinambungan.