Dalam 2 Korintus 5:9-10, Paulus menuliskan, “Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya. Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.” Banyak tulisan Paulus yang lebih bersifat individual, artinya apa yang dia tulis mewakili dirinya sendiri. Tetapi di dalam 2 ayat tersebut, Paulus bukan hanya mewakili dirinya sendiri saja, melainkan juga mewakili orang-orang tertentu yang bisa dipastikan merupakan orang-orang yang dikenal baik oleh Paulus, yaitu tentu saja para sahabat-sahabat atau rekan seperjuangannya. Dikatakan “kami,” bukan “saya.”
Jadi Paulus melihat bukan hanya dirinya sendiri yang bisa berkenan, tapi juga orang-orang di sekitarnya yang berusaha untuk berkenan kepada Allah. Tentu kita yang hidup di zaman yang berbeda, tetapi bagian dari tubuh Kristus juga dapat menjadi bagian dari komunitas orang-orang yang bisa berkenan. Dengan demikian kitab optimis dapat mencapai kehidupan sebagai anak-anak kesukaan Bapa, yang hidup berkenan kepada Allah. Kehidupan rasul Paulus dapat menjadi standar normal kehidupan orang percaya.
Keselamatan adalah usaha atau proses dikembalikannya manusia ke rancangan Allah semula. Dalam hal ini, keselamatan adalah suatu hal yang harus diperjuangkan dengan sungguh. Kesungguhan memperjuangkan keselamatan tersebut bukan terletak pada pengadaan akses keselamatan. Kita hanya diselamatkan oleh dan melalui Tuhan Yesus Kristus. Kebaikan sebesar apa pun tidak dapat menyelamatkan manusia tanpa kurban Yesus di kayu salib. Namun, setelah Yesus berkorban, manusia harus memperjuangkan pengembalian dirinya kepada rancangan semula Allah. Karakter yang semakin diubahkan menuju keserupaan dengan Kristus adalah pengembalian manusia kepada rancangan semula. Sebab, sosok Yesus adalah sosok dengan karakter ideal yang diingini oleh Allah untuk manusia kenakan sejak di taman Eden. Namun karena manusia gagal memilih yang benar, karakter manusia yang ideal seperti Yesus belum pernah terwujud sampai pada hadirnya Tuhan di muka bumi sebagai manusia untuk memberi teladan dan menebus dosa manusia. Pemugaran kembali karakter manusia menjadi seperti Yesus merupakan isi dari keselamatan.
Keselamatan ditinjau dari sisi manusia adalah sebuah proses yang harus diusahakan dengan serius. Harus ada dua pihak yang aktif; pihak Tuhan (tentu diwakili oleh atau dengan Roh Kudus) dan pihak kita (manusia) yang merespons penggarapan Tuhan tersebut. Oleh sebab itu, keselamatan adalah momen manusia ‘dikembalikan ke rancangan Allah,’ dimana rancangan semula itu adalah manusia harus segambar, serupa dengan Allah. Tuhan Yesus mengemukakan dengan kalimat, “sempurna seperti Bapa” (Mat. 5:48). Paulus mengemukakan dengan kalimat, “serupa dengan Yesus” (Rm. 8:29). Petrus menulis agar kita kudus seperti Bapa yang juga kudus, juga di dalam teks lain dikatakan, “hidup tidak bercacat, tidak bercela” (1Ptr. 1:15). Kita harus yakin bahwa hal ini bisa dicapai (achievable), sebab Tuhan tidak akan memberi perintah yang tidak dapat kita lakukan. Kalau orang memandang bahwa hidup suci, berkenan kepada Allah atau menjadi anak kesukaan Allah adalah sesuatu yang tidak bisa dicapai, berarti memandang atau menuduh Allah sebagai pembohong. Orang-orang seperti ini akan celaka sekali.
Tanda yang nyata dari seseorang yang menjalani proses keselamatan dengan sungguh adalah menghasilkan perubahan yang nyata. Seseorang yang menempuh proses keselamatan pasti mengikuti jejak hidup Tuhan selama Ia hidup di muka bumi ini yang tertuang dalam Injil. Dengan demikian, dari hari ke hari ada perubahan nyata yang terlihat dalam perkataan, cara mengambil keputusan, berhubungan dengan orang lain, mengendalikan emosi, dan sebagainya. Seseorang yang mengikuti jejak Tuhan dengan sungguh pasti akan memberi perubahan nyata pada hal-hal yang terlihat sampai yang tidak terlihat dalam hatinya. Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui apakah seseorang sungguh-sungguh mengikuti jejak Tuhan. Hanya Tuhan dan orang itu sendiri yang dapat mengetahui apakah ia menaruh kesungguhan mengikut jejak Tuhan.
Namun, tidak dapat dibantah perlahan-lahan perubahan hidup dapat dicium atau diendus oleh setiap orang yang bersentuhan dengannya. Meskipun dapat dimanipulasi, namun mungkin selamanya seseorang dapat berpura-pura berubah. Kesungguhan setiap orang dapat dirasakan seiring dengan berjalannya waktu. Lebih dari itu, jika seseorang sungguh mengikuti jejak Tuhan dan berurusan dengan-Nya secara pribadi, tentu ia dapat merasakan Tuhan secara nyata. Ia dapat mengetahui bagaimana penilaian Tuhan terhadap dirinya. Dengan kata lain, ia dapat memastikan keselamatannya secara pribadi. Keselamatan pada akhirnya bukan hanya diyakini, melainkan dialami olehnya. Semua ini dapat terjadi ketika kita sungguh mengarahkan kehendak kita untuk mengikuti jejak Tuhan.