Skip to content

Menyentuh Hati Allah

Allah menciptakan manusia agar manusia itu bisa melakukan apa yang Allah kehendaki. Allah menghendaki manusia yang bisa menyukakan hati-Nya. Di dunia manapun, orang jahat atau orang bengis akan berakhir tragis. Kalau tidak di bumi, di kekekalan. Tetapi orang yang mengasihi sesama seperti diri sendiri, pasti Tuhan berkati. Bagi kita orang percaya, kita berpotensi untuk menyenangkan hati Allah lebih dalam lagi. Kita bisa menjadi penghiburan bagi Allah, seperti Nuh di Kejadian pasal 6. Ketika hati Allah pilu, pedih melihat kejahatan manusia, Nuh menjadi anak penghiburan. Ia bukan hanya menghibur manusia—justru manusia tidak ada yang mau mendengar suaranya, kecuali keluarganya sendiri—tapi Allah terhibur. Kita mau menjadi manusia-manusia akhir zaman yang menyentuh bagian terdalam di dalam perasaan Allah. Kita bisa menyenangkan hati-Nya di tengah-tengah dunia kita yang semakin jahat (2Tim. 3:1-5; Mat. 24:12-13). 

Kita kobarkan hati kita untuk mencintai Allah; hati yang membara mencintai Allah, yang meninggalkan percintaan dunia. Menjadikan Tuhan sebagai harta satu-satunya, menjadikan Allah sebagai kehormatan. Allah akan terhibur oleh orang-orang seperti ini. Kita harus sadar bahwa kita ini sedang dalam perjalanan. Jangan salah alamat dan berhenti di tengah jalan. Kita sedang menuju langit baru bumi baru. Seperti bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan, kita dari dunia ini ke langit baru bumi baru. Siapakah orang yang mau terus bergerak, yang mau terus mengadakan perjalanan dan fokus? Tentu mereka yang mengasihi Allah, yang tidak mencintai dunia. Mereka yang mau berbenah diri supaya didapati tak bercacat, tak bercela di hadapan Allah. Orang-orang seperti ini yang akan menjadi kesukaan hati Allah. Kita bukanlah orang yang sudah sempurna dan merasa lebih baik dari orang lain; kita juga bukan orang hebat, tetapi kita mau nekat, punya fokus langit baru bumi baru, tidak terikat dengan keindahan dunia. Bertumbuh terus menjadi manusia yang sempurna seperti Bapa dan serupa dengan Kristus, karena itulah inti kekristenan. Jika tidak demikian, percuma. 

Ingat, ada firman Tuhan mengatakan ada hamba-hamba yang jahat, yang tidak melakukan apa yang diperintahkan tuannya. Mereka dibuang ke dalam api kekal, disamakan dengan orang-orang berdosa. Jangan sampai kita disamakan dengan orang-orang berdosa. Kalau kita hanya menjadi seorang yang beragama Kristen, tidak ada nilainya. Tapi kita mau sempurna seperti Bapa dan serupa dengan Yesus. Di sini dibutuhkan perjuangan. Namun dalam kehidupan ini, ada orang-orang yang memiliki kesibukan dan kesenangan sampai tenggelam dengan kesibukan dan kesenangannya. Dan itu menjadi dunianya, seakan-akan dia memiliki hidup dalam dimensi yang berbeda dari orang-orang di sekitarnya. Kita memiliki Allah yang hidup yang berfirman, “Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku. Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa” (2Kor. 6:16-18). 

Kita memiliki Sesembahan, Allah yang menjadi Bapa kita, yang berkenan bersama-sama dengan kita. Mestinya inilah yang membuat kita benar-benar memiliki keasyikan, kesibukan dunia kita sendiri yang berbeda dengan orang lain. Inilah yang seharusnya membuat kita memiliki dimensi hidup yang berbeda. Ini benar-benar anugerah yang sangat besar, karena kita diperkenan untuk berjalan dengan Allah yang hidup. Tetapi kita harus hidup tidak bercacat, tidak bercela. Tuhan bukan menjadi tambahan dalam hidup, ibarat sesuatu yang kita konsumsi untuk kesehatan tubuh. Tuhan bukan semacam suplemen. Dia adalah segalanya, Dia kehidupan kita, Dia lebih dari sekadar obat, tetapi Dia nafas kita, hidup kita. Memang kita akan menghadapi sulitnya hidup dalam dimensi ini karena daging kita tidak suka, manusia lama kita tidak betah. Dia memberontak, menolak, ingin supaya kita keluar dari persekutuan dengan Allah Yang Mahakudus. 

Manusia lama kita bisa menjadi kendaraan, bisa menjadi tempat berpijak dari kuasa gelap. Tetapi, kita harus berani mengkhianati nafsu, ego, ambisi kita. Itulah yang disebut sebagai menyangkal diri. Kita bukan saja harus mengatur dan mengendalikan keinginan-keinginan yang bertentangan dengan kehendak Allah, melainkan juga kita harus membunuh, mematikan; tidak memberi tempat atau ruangan sekecil apa pun. Di sinilah kita bisa menyentuh bagian terdalam di dalam hati Allah. Dan ingat, kesempatan ini tidak akan terulang. Kita hidup hanya sekali. Mari, miliki dimensi hidup ilahi dimana kita berjalan dengan Tuhan, seperti Henokh berjalan dengan Tuhan. Kita mau asyik dengan Tuhan, dan ini adalah anugerah. Suatu kali, ketika kita meninggal dunia, kita baru mengerti betapa beruntungnya kita.

Jadilah manusia-manusia akhir zaman yang menyentuh bagian terdalam di dalam perasaan Allah.