Skip to content

Menyengat Tuhan

Semua bisa berkata, “Aku mau menyenangkan-Mu, Tuhan,” tetapi seberapa kita mau menyengat Tuhan? Ibarat keharuman, itu keharuman yang sangat kuat. Sejatinya, semua kita berpotensi untuk itu. Sebab ini bukan karunia melainkan hasil atau buah kehidupan dari langkah individu. Kita akan sangat menyesal ketika kita menutup mata dan menengok betapa singkatnya 70 tahun umur hidup kita dan kita melihat kekekalan. Betapa beruntungnya orang yang menjadi bunga harum yang menyengat di hadapan Allah. 

Tuhan berkata, “Aku menguji batin.” Dan di balik pernyataan ini Tuhan mau berkata, “Aku bantu kamu untuk mengenali diri. Tapi ingat, cari Aku selama atau selagi Aku bisa ditemui.” Sebab kalau orang tidak memeriksa dirinya dengan benar, artinya dia hidup dalam perbuatan-perbuatan yang mendukakan hati Tuhan, maka lambat laun dia akan mendukakan Roh, lalu dia akan memadamkan Roh. Setelah memadamkan Roh, dia akan menghujat Roh. Artinya, tidak menghargai karya Roh Kudus di dalam dirinya, sehingga ia tidak bisa menerima pekerjaan Roh Kudus di dalam dirinya atau tidak bisa berkolaborasi dengan Roh Kudus. 

Padahal kalau kita membiasakan diri berkolaborasi dengan Roh Kudus, kita akan punya kepekaan, yaitu mengerti apa yang Allah kehendaki. Sebaliknya, kalau kita menolak pekerjaan Roh Kudus, kita hidup sembarangan, maka kita menjadi buta. Ibarat rumah sakit, pendeta seharusnya berbicara mewakili Dokter di atas segala dokter. Dan pendeta menyampaikan resep yang harus jemaat tebus. Di mana kita menebus resep ini? Di rumah, di pergaulan, di pekerjaan, di perjalanan waktu. Bukan di apotik, melainkan di perjalanan hidup kita. Namun, kalau kita hanya mendengar, setuju, dan tidak melakukan, maka kita seperti terima resep dokter dan tidak menebusnya ke apotik. 

Kita harus berambisi bagaimana mencapai puncak kesucian yang bisa kita capai sesuai dengan porsi dan bagian kita masing-masing. Bagaimana kita bisa mencapai puncak pengabdian, dan itu menyengat hati Tuhan karena kehidupan kita yang berkenan di hadapan Allah. Ini bukan karunia. Ini adalah kesempatan yang di dalamnya ada tanggung jawab. Dan jikalau kita menggunakan kesempatan ini dan memenuhi tanggung jawab ini, maka kita pasti akan mencapainya. Maka, jadikan Tuhan satu-satunya dunia kita. Pada akhirnya, kita pasti meninggal dunia. Tidak ada yang dapat kita bawa, tetapi kalau selagi hidup kita bersahabat dengan Allah semesta alam, kita berjalan bersama Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus, menyenangkan hati Bapa, itu pasti menjadi bekal abadi. 

Yeremia 17:9-10, “Betapa liciknya hati, lebih licik daripada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya.” Alkitab jelas mengatakan bahwa hati manusia itu licik. Kita bisa merasa rendah hati, padahal belum. Merasa sudah bekerja buat Tuhan, padahal ada agenda-agenda pribadi. Merasa mengasihi, padahal kita mau memanfaatkan orang. Kita mau menunjukkan pengabdian, padahal kita masih ingin kehormatan. Kalau kita membiarkannya, akhirnya hati kita jadi membatu. Kalau ibarat penyakit, sirosis; sudah tidak bisa disembuhkan

Hari ini kita masih punya kesempatan. Jangan sia-siakan kesempatan ini. Jangan sampai kita menutup mata di hadapan takhta pengadilan Tuhan, baru terbongkar keadaan kita yang sebenarnya. Sungguh penyesalan yang tak tergambarkan. Seperti yang tertulis di dalam Wahyu 2:23, kita bersyukur memiliki Tuhan yang menguji batin. Dia Hakim, sebab Dia akan memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya. Tuhan mau memeriksa batin kita, sebab keadaan batin kita menentukan langkah perbuatan kita. Dan langkah perbuatan kita harus kita pertanggungjawabkan. 

Hal ini yang Tuhan mau, yaitu agar kita bisa memiliki kehidupan yang menyengat Tuhan. Hal itu pasti bisa kita lakukan. Maka, jangan mendengar suara daging, setan yang menipu yang berkata, “tidak bisa.” Dunia ini kuat sekali memengaruhi kita. Maka kita harus keras terhadap diri sendiri supaya dunia tidak bisa keras terhadap kita. Jadi saat ini, ketika kita berurusan dengan Tuhan, kita harus benar-benar membuka diri, telanjang di hadapan Tuhan, dan meminta Tuhan memberitahu kepada kita bagaimana keadaan kita yang sebenarnya. Kita dirancang bukan untuk sementara waktu, melainkan untuk kekekalan. Jadi, bukalah pikiran dan perasaan kita untuk dituntun Roh Kudus, supaya bisa mengenali keadaan diri kita secara benar di hadapan Tuhan.

Betapa beruntungnya orang yang menjadi bunga harum

yang menyengat di hadapan Allah.