Skip to content

Menyatu dengan Tuhan

Saudaraku,

Kalau pergumulan hidup kita ibarat gelombang setinggi 0,5meter, kita masih bisa sinkron dengan Tuhan. Tapi kalau gelombangnya setinggi 2meter, apakah kita masih sinkron dengan pikiran Tuhan? Bagaimana kalau gelombangnya 4meter, apa kita masih bisa sinkron dengan Tuhan? Maka kalau gelombangnya 0,5meter tersebut kita sudah cukup puas bahwa kita punya moralitas, kesucian yang baik, maka kita berhenti sampai di situ sehingga harmonisasi keintiman kita dengan Tuhan tidak bertumbuh.

Jadi ketika kita melihat perasaan Tuhan, pikiran Tuhan, dan kita tidak merasa cukup puas dengan kehidupan rohani yang kita capai, kita harus bertanya, “Apa lagi Tuhan?” Tuhan pasti membawa kita ke gelombang yang lebih tinggi. Kalau orang beragama, dia akan dibuat melekat dengan hukum dan agamanya, tetapi orang percaya akan melekat dengan pribadi Tuhan. Sebab urusan kita bukan pada huruf-huruf hukum, melainkan dengan perasaan Allah yang tidak bisa ditulis di atas kertas, tidak bisa diwakili oleh hukum, tapi dirasa oleh batin.

Maka ketika gelombang kita setinggi 0,5meter, kita tetap setia kepada Tuhan, kita melihat perasaan Tuhan, kita masih bisa sinkron. Namun ketika gelombangnya 4meter, kita masih bisa sinkron, maka keintiman kita pasti bertambah. Ketika kita punya masalah kecil, dimusuhi orang, tapi orang tersebut tidak sampai mengkhianati, memfitnah, kita masih bisa sinkron dengan Tuhan. Kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, karena kita tahu perasaan Tuhan, yaitu Ia mau kita mengampuni musuh. Tapi kalau sampai dia memfitnah, merusak nama baik, apakah kita masih punya ketepatan sinkron dengan Tuhan? Maka, jangan puas dengan kehidupan rohani yang kita sudah capai.

Firman mengatakan, “Allah bekerja dalam segala hal, mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi.” Masalahnya, seberapa kita mengasihi Tuhan? Atau kalimat lain, seberapa kita ingin mencapai kesucian? Kesucian bukan hanya keadaan tidak bersalah. Kesucian adalah kemampuan untuk bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Masalahnya, kondisi yang bagaimana kita bisa sepikiran dan seperasaan dengan Allah? Kalau hanya menghadapi gelombang setengah meter tadi, kita mungkin bisa. Tapi bagaimana kalau sampai kita dihina, difitnah, apakah kita masih bisa sepikiran dan seperasaan Allah?

Kalau Tuhan Yesus dikhianati begitu rupa, mati di kayu salib, dan di atas penderitaan yang begitu hebat, Yesus bisa berkata, “Ampuni mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat,” ini sinkronnya dengan Bapa luar biasa, maka hubungan harmonisasi-Nya, hubungan keintiman-Nya juga luar biasa. Jadi kuncinya adalah jangan merasa puas. Ayat lain mengatakan, “Berbahagialah orang yang haus dan lapar akan kebenaran.” Jadi kita akan terus mau bertumbuh dan berkata, “Tuhan, bagaimana aku bisa semakin melekat dengan Engkau?” Dan ingat, “seorang yang mengikatkan diri dengan Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia” (1Kor. 6:17). Sampai tingkat itu, kita berkata, “Hanya Engkau yang kuingini.”

Pada zaman Henokh, tidak ada orang yang begitu tertarik berurusan dengan Allah, kecuali Henokh. Di tengah-tengah dunia kita yang jahat seperti ini, maukah kita bersama dengan saya berkata, “Tekadku, tidak ada yang kuingini selain Tuhan, melakukan kehendak-Nya.” Tuhan akan melihat kesungguhan kita untuk memiliki kesucian. Ini bukan hal sederhana, ini bukan omong kosong, ini fakta kehidupan. Supaya kita melihat peluang-peluang besar untuk menyatu dengan Tuhan, menjadi kekasih Tuhan, maka kita akan dibawa ke gelombang-gelombang yang lebih tinggi, yang lebih radikal. Dan kita tetap mengatakan, “Aku memilih Engkau, Tuhan.” Dan asik kalau kita menjalani kehidupan seperti ini, luar biasa.

Masing-masing individu kita itu unik. Bagaimana Tuhan menggalang sebuah hubungan yang unik, yang tidak sama dengan yang lain, itu luar biasa, harus ada subjektivitas. Dan kalau kita mau berurusan dengan Tuhan, kita akan disambut, karena: pertama, kita adalah ciptaan-Nya. Kedua, karena kita adalah anak-Nya. Ketiga, karena Tuhan tahu kita tidak bisa hidup tanpa Dia. Keempat, karena Tuhan mau menikmati cinta kita.

 

 

Teriring salam dan doa,

 

Pdt. Dr. Erastus Sabdono

 

 

Supaya kita melihat peluang-peluang besar untuk menyatu dengan Tuhan, menjadi kekasih Tuhan, maka kita akan dibawa ke gelombang-gelombang yang lebih tinggi, yang lebih radikal.