Skip to content

Menyanjung Allah

Sikap meninggikan dan menyanjung Allah yang benar adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya kebahagiaan. Biasanya, orang memahami kebahagiaan sebagai perasaan senang, sukacita karena keadaan nyaman, tidak ada ancaman, atau karena keinginannya dipuaskan, atau cita-citanya tercapai. Dunia mengondisi hampir semua orang manusia beranggapan bahwa harta duniawi dapat menjadi sumber kebahagiaan satu-satunya. Banyak orang telah berhasil diarahkan oleh Iblis untuk menjadikan harta duniawi sebagai sumber kebahagiaan, sehingga mereka meninggikan dan menyanjungnya. Orang-orang seperti ini tidak akan pernah dapat meninggikan dan menyanjung Allah. Kalaupun mereka ke gereja menyanyikan lagu-lagu gereja yang memuat kalimat-kalimat meninggikan dan menyanjung Allah, sebenarnya semua itu hanyalah omong kosong, kemunafikan, dan memuakkan di hadapan Allah.  

Zaman ini, harta dunia yang dianggap sebagai kebahagiaan satu-satunya. Hal ini sudah melekat dalam kehidupan hampir semua manusia. Banyak orang Kristen telah terbawa arus dunia. Pikiran dan perasaan hampir semua orang hanya terarah kepada kekayaan dunia atau uang, bukan pada Tuhan dan perkara-perkara rohani. Kalaupun mereka ke gereja dan mempercakapkan mengenai damai sejahtera Allah, hal itu hanya sebatas buah bibir dan menjadi pengetahuan, bukan sebuah pengalaman riil setiap hari. Damai sejahtera dan kebahagiaan dalam Tuhan sebenarnya jauh dari kehidupan mereka. Dengan keadaan tersebut, mereka tidak dapat mengalami dan menikmati damai sejahtera Allah. Orang Kristen seperti ini tidak mungkin memiliki kesetiaan kepada Allah. 

Damai sejahtera Allah hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang mengerti bagaimana menikmati damai sejahtera tersebut. Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa damai sejahtera-Nya diberikan kepada orang percaya, tidak sama dengan damai sejahtera yang dari dunia (Yoh. 14:27). Untuk menikmati damai sejahtera ini, perlu perjuangan, latihan, dan pengalaman riil berjalan dengan Tuhan. Perjuangan itu adalah mengubah selera duniawi menjadi selera rohani. Paulus, ketika mau memiliki Kristus—di dalamnya termasuk damai sejahtera-Nya—ia harus melepaskan segala sesuatu dan menganggapnya sampah (Flp. 3:7-8). Hal itu menunjukkan bahwa kebahagiaan Paulus adalah Tuhan. Orang seperti ini dapat benar-benar menyanjung Tuhan.

Seorang yang menilai Allah lebih berharga dari segala sesuatu, pasti tidak menjadikan dunia ini sebagai nilai tertingggi hidup, tetapi memandang Allah sebagai yang bernilai tinggi dalam hidup dan kebahagiaannya. Orang seperti ini akan rela membela kepentingan Kerajaan Surga. Jadi, orang yang meninggikan dan menyanjung Tuhan adalah orang yang pasti melayani Allah dengan segenap hidupnya. Jadi, kalau seseorang menyanyi di gereja, menyatakan bahwa dirinya menyanjung dan meninggikan Allah, belum berarti sudah meninggikan dan menyanjung Allah dengan benar. Allah tidak cukup disanjung dengan nyanyian, tetapi dengan tindakan nyata. Firman Tuhan mengatakan agar kita memuliakan Tuhan dengan harta dan tubuh kita. 

Sejak seorang anak manusia terlahir, dunia sekitarnya telah mempertontonkan dan mengajarkan bagaimana memberi penghargaan atau nilai terhadap harta duniawi dan semua hal yang dipandang dunia sebagai bernilai tinggi. Segala hal tersebut antara lain meliputi kehormatan, kekayaan, pangkat, gelar, perhiasan, perasaan, penampilan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, sejak kecil seseorang telah dididik memiliki gaya hidup seperti lingkungannya yang duniawi. Hal ini menjadikan seseorang tidak dapat menyanjung Allah dengan benar. Di zaman ini, kita hidup dalam tatanan ekonomi yang merangsang dan mendorong orang untuk berbelanja atau memiliki apa yang orang lain miliki. Hampir semua manusia disesatkan oleh gaya hidup ini. 

Penghargaan atau nilai yang diberikan orang pada umumnya terhadap segala hal, menulari kita sehingga “memaksa” kita juga memiliki gaya hidup yang sama. Hal ini menyebabkan banyak orang Kristen memberi nilai terhadap segala sesuatu seperti anak-anak dunia. Ironis sekali, untuk hal-hal dunia, manusia memberi nilai yang tinggi, tetapi untuk hal-hal rohani atau Tuhan sendiri dan Kerajaan-Nya, manusia memberi nilai yang sangat rendah. Tanpa disadari, banyak orang Kristen yang masih terbawa arus dunia ini. Cara mereka memberi nilai atau penghargaan terhadap sesuatu, mengacu atau mengikuti standar pada nilai yang telah ditetapkan oleh dunia. Dengan keadaan ini, orang-orang Kristen seperti itu tidak pernah dapat memuliakan atau menyanjung Allah.

Sikap meninggikan dan menyanjung Tuhan diekspresikan dalam tindakan memperlakukan Allah lebih berharga dan mulia dari segala sesuatu. Seorang yang menghargai Allah adalah seorang yang tidak akan menghina Tuhan dengan tidak memberi nilai tinggi terhadap harta duniawi. Dengan demikian, ia tidak menjadikan dunia sebagai kebahagiaannya. Seorang yang menghargai Allah di atas segala sesuatu akan memiliki hati yang takut akan Dia dan mengasihi Dia. Dengan demikian, dapat terbangun kehidupan yang tidak bercacat dan tidak bercela, serta kehidupan yang mengabdi kepada Allah.