Skip to content

Menyangkal Diri

Saudaraku,

Tidak ada yang lebih membanggakan dan membahagiakan hati Allah Bapa selain kesediaan menyangkal diri dan memikul salib seperti yang Tuhan Yesus kehendaki (Mat. 10:38; 16:24; Mar. 8:34; Luk. 9:23; 14:27). Menyangkal diri artinya bersedia memiliki cara hidup yang berbeda dengan dunia. Untuk ini seseorang perlu belajar sungguh-sungguh dengan tekun dan makan waktu yang tidak singkat. Selanjutnya juga memikul salib, artinya bersedia menderita demi kesukaan hati Allah Bapa. Inilah sebenarnya inti Injil itu. Kabar baik sungguh-sungguh menjadi kabar baik kalau orang percaya bersedia menyangkal diri dan memikul salib.

Tuhan sendiri yang mengajarkan dan menunjukkan hidup baru yang tidak bisa dimiliki oleh manusia mana pun. Ini hanya untuk mereka yang percaya kepada Tuhan Yesus dan bersedia mengikuti jejak-Nya. Memikul salib adalah kesadaran penuh untuk membunuh atau mematikan setiap keinginan yang tidak dikehendaki oleh Allah. Hal ini dimulai dari renungan hati pikiran, perkataan yang diucapkan dan segala perbuatan. Sungguh, ini bukan sesuatu yang mudah. Sebab ketika kita menggiring diri kita kepada suasana hidup seperti ini, kita seperti membawa diri ke kuburan. Kalau kita benar-benar meninggal dunia, dimana kita tidak lagi bisa meraih dan menikmati keinginan daging, dunia dengan segala keindahannya, maka tidak lagi diperlukan penyangkalan diri. Tetapi kalau masih hidup, dimana kita masih bisa meraih dan menikmati keinginan daging, dunia dengan segala keindahannya, namun harus menolaknya, ini adalah sesuatu yang benar-benar berat.

Proses menyangkal diri dan memikul salib adalah proses memperluas wilayah hidup untuk dimiliki oleh Tuhan sampai seluruh wilayah hidup kita dikuasai sepenuhnya oleh Tuhan Yesus Kristus sebagai Penebus. Seseorang yang menolak memasuki proses menyangkal diri dan penyaliban diri berarti tidak bersedia dimiliki oleh Tuhan (Gal. 5:24-25). Itu berarti hidupnya dimiliki oleh kuasa kegelapan, yang akhirnya tidak bisa diklaim sebagai milik Allah. Inilah orang-orang yang menjual diri kepada dunia atau kepada setan; orang-orang yang kawin dengan dunia sampai distempel oleh Iblis. Orang-orang seperti ini disebutkan oleh Alkitab sebagai pezina (Yun. moikhalides; μοιχαλίδες), orang-orang yang tidak setia, yang menjadikan dirinya sebagai musuh Allah (Yak. 4:4).

Paulus menangisi orang-orang Kristen seperti ini yang ditulis dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, “Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus (Flp. 3:18). Jangan kita berpikir bahwa kita adalah sahabat Allah padahal kita menjadikan diri sebagai musuh-Nya. Betapa mengerikan keadaan tersebut. Tulisan kepada jemaat Filipi tersebut tidak ditujukan kepada orang kafir, tetapi kepada orang Kristen yang tidak mau mendengarkan kebenaran Tuhan. Oleh karenanya Paulus menganjurkan mereka untuk meneladani kehidupannya, seperti ia telah meneladani kehidupan Tuannya (Gal. 2:19-20). Jika seseorang tidak meneladani kehidupan Tuhan Yesus, berarti ia menjadikan dirinya musuh salib.

Saudaraku,

Kalau sekarang Tuhan masih memberi kesempatan seorang Kristen untuk bertobat, menyangkal diri dan memikul salibnya, berarti masih ada peluang untuk itu. Tetapi kalau seluruh wilayah hidupnya belum diserahkan kepada Tuhan atau dalam stadium tertentu sudah banyak dikuasai oleh diri sendiri, ini sama dengan mempersembahkan hidup bagi Iblis. Maka, ia tidak pernah dimiliki oleh Allah selamanya. Ketika berhadapan dengan Tuhan nanti, mereka akan mendapat perlakukan seperti yang dikatakan Tuhan Yesus dalam Lukas 19:27, Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku.

Tuhan Yesus akan bersikap tegas terhadap mereka yang tidak tunduk kepada-Nya, yaitu mereka yang tidak memberikan wilayah hidupnya bagi Tuhan. Mereka seperti penguasa yang menolak memberi upeti kepada Raja yang menaklukkannya. Ketika seseorang menyangkal diri dan memikul salibnya, ia belajar memberikan upeti kepada Tuhan, dari jumlah kecil sampai seluruh hidupnya tanpa batas. Jika demikian, maka barulah ia bisa diklaim sebagai milik Tuhan. Sampai tingkat ini seseorang tidak bisa dimiliki lagi oleh kuasa manapun.

Teriring salam dan doa,

Dr. Erastus Sabdono

Seseorang yang menolak memasuki proses menyangkal diri dan penyaliban diri berarti tidak bersedia dimiliki oleh Tuhan