Satu hal yang mestinya sungguh-sungguh membahagiakan kita, yaitu kesadaran bahwa kita adalah anggota keluarga Kerajaan Allah. Kita adalah bangsawan surgawi. Ini bukan omong kosong. Ini merupakan maksud keselamatan diberikan. Soal sakit menjadi sembuh, miskin menjadi kaya secara materi, yang tidak memiliki teman hidup lalu mendapat jodoh, yang mandul mendapat anak, yang menganggur dapat pekerjaan, yang di tempat kerja dari bawahan menjadi atasan, itu semua sebenarnya bukan masalah prinsip; memang itu masalah, tapi bukan masalah prinsip. Sebab, apa pun masalah yang kita hadapi, itu tidak ada artinya dibanding dengan status kehormatan kita sebagai bangsawan surgawi.
Dan tentu, penghayatan ini tidak hanya di gereja, namun harus dapat menjadi seperti garis panjang yang kita terus renungkan, “Aku adalah seorang bangsawan Kerajaan.” Kalau kita menganggap ini adalah omong kosong, sebenarnya kita tidak menghargai Tuhan Yesus yang berjuang dan berkurban agar kita memiliki status ini. Selanjutnya, Roh Kudus akan menuntun kita (bagi yang mau dituntun) agar kita bukan hanya memiliki status, melainkan juga keadaan dan mental bangsawan surgawi. Bukan hanya berstatus anak dari bapak anu, tapi juga berkeadaan seperti bapaknya. Inilah perjuangan yang harus kita miliki; bukan berkeadaan statis, melainkan progresif.
Firman Tuhan di 1 Petrus 2:9 mengatakan, “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih …” Kita adalah umat pilihan, namun jangan karena sering menyebut kalimat ini, kita gagal menghayatinya. Kita harus menghargainya. Tidak semua orang terpilih. Jadi, kalau ada keluarga atau tetangga kita yang bukan orang terpilih, mereka tidak dituntut untuk menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus. Kita tidak bisa mengenakan ukuran baju kita ke badan dia, sulit bicara tentang langit baru dan bumi yang baru. Namun, yang menyedihkan adalah kalau ada orang Kristen yang asing terhadap hal langit baru bumi baru.
Dengan kita mensyukuri dan menghayati status sebagai umat pilhan dengan benar, kita bisa menghargai pilihan itu. Dengan menghargai pilihan tersebut, kita bisa menjalani hidup sebagai anak-anak Allah. Kalau sudah gagal menghayati, bisa gagal paham juga, nanti. Bicara mengaku dirinya anak-anak Allah, tapi tidak menganggap bahwa pilihan menjadi anak Allah itu sesuatu yang sangat berharga. Kita adalah orang-orang berdosa, tetapi Tuhan sebagai bangsawan atau Raja Surgawi, mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya. Ironis, banyak pendeta tidak menghayati dengan benar. Dan karena sudah biasa bicara soal menjadi anak-anak Allah, sehingga tidak memandang hal menjadi anak-anak Allah itu berharga. Masalahnya, jemaat ikut ketularan buruk. Makanya Tuhan mengingatkan kita lagi, betapa berharganya menjadi anak-anak Allah.
Maka, jangan kita gagal menghayatinya. Menjadi anak Allah itu luar biasa. Karena Bapa di surga adalah sempurna, maka anak-anak-Nya juga harus sempurna. Kita harus berlatih tidak melakukan kesalahan. Biar kita miskin secara materi, tidak berpendidikan tinggi, penampilan juga tidak elok, tapi kita adalah anak-anak Allah. Dan itu lebih elok dari bintang film, dari anak pejabat di dunia ini, asal kita menjalani hidup sebagai anak Allah. Alkitab katakan, “Tuhan memilih orang bodoh, orang yang terbuang.” Jadi, yang pertama, syukuri kita adalah umat pilihan; “Kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani.” Imam itu pelayan Tuhan, rajani itu berkerajaan. Imam atau imamat itu bisa berarti pengawal, hulubalang.
Kalau nanti kita sudah meninggal, Tuhan memberikan tubuh baru kepada kita. Kita jadi hulubalang di rumah Bapa. Tuhan Yesus Rajanya kita dan kita melayani Tuhan Yesus selamanya. Yang melayani Tuhan di bumi akan melayani Tuhan di surga. Jadi, sebagai anak-anak Allah, harus melayani Tuhan. Kalau tidak melayani, tidak akan layak jadi anak-anak Allah. Melayani Tuhan itu artinya kita menyenangkan Dia. Jujur, berbelas kasihan terhadap orang, tidak melukai, tidak menyakiti, tidak merugikan sesama, menjaga perkataan itulah pelayanan. Dan Roh Kudus akan menuntun perbuatan kita.
Kita menangkan hidup kita untuk Tuhan, kita persembahkan untuk Tuhan, tidak ada tempat untuk yang lain. Tuhan yang menempati ruang hidup kita. Kita melayani Tuhan dengan hidup benar. Jangan mengotori hari hidup kita dengan dosa. Kadang-kadang kita kalah, betul, tapi kita bangkit lagi. Orang yang dekat dan melekat dengan Tuhan, akan diberi kecerdasan. Maka, kita harus berubah. Istri bisa melihat kemuliaan Allah dalam hidup suami. Istri harus sungguh-sungguh bertumbuh dalam kedewasaan rohani supaya memancarkan kemuliaan Allah. Anak-anak melihat kemuliaan Allah dalam hidup orang tua mereka, sehingga anak-anak memiliki nilai-nilai yang benar dari apa yang diwariskan oleh orang tua, maka anak-anak akan ikut mencari Tuhan.