Skip to content

Menjaga Perasaan Tuhan

1 Petrus 1:13-15

Hiduplah sebagai anak-anak yang taat, jangan turuti hawa nafsumu pada waktu kebodohanmu.

Saudaraku,

Suatu saat kita yang terus bertumbuh di dalam Tuhan akan bisa mengerti betapa jauh berbedanya antara keberagamaan dengan kekristenan yang sejati. Hal ini sama dengan jauh sekali bedanya antara beragama dan ber-Tuhan. Ini paralel dengan betapa jauh bedanya antara berteologi dan mengalami Tuhan. Banyak orang berpikir dengan beragama Kristen berarti ia sudah memiliki kekristenan. Dan itu benar-benar sesat. Sesat di dalam arti seseorang tidak mengalami Tuhan. Itu menyedihkan sekali. Banyak orang berpikir beragama Kristen berarti ber-Tuhan. Belum tentu. Banyak orang beragama, tetapi tidak ber-Tuhan. Ada orang-orang yang berpikir berteologi berarti juga mengalami atau mendapatkan perjumpaan dengan Tuhan. Juga belum tentu. Tadi sudah saya katakan, jauh beda. Tentu hal ini bukan berdasarkan kata orang atau buku yang ditulis orang, tetapi dari apa yang saya alami, juga yang saya lihat dalam kehidupan banyak orang di sekitar saya yang memang pada umumnya adalah orang-orang yang beragama, teolog, dan mengaku sebagai orang Kristen. 

Kalau kita sampai pada tingkat memiliki Kekristenan yang sejati—ber-Tuhan dengan benar, menemukan dan mengalami Tuhan—maka itu harta kekayaan yang luar biasa. Kita akan menjadi kecanduan hebat terhadap Tuhan. Sekarang masalahnya, bagaimana kita bisa ber-Tuhan dengan benar? Bagaimana kita bisa memiliki kekristenan yang sejati dan mengalami perjumpaan dengan Tuhan? Ini yang saya pelajari, saya gumuli sepanjang tahun umur hidup saya. Untuk itu, kita harus rela kehilangan segala sesuatu. Dan ini sulit; bahkan sangat sulit. Tapi pada akhirnya kita akan mengerti bahwa kita bisa bersikap sopan, bersikap pantas di hadapan Allah, kalau dari hal-hal kecil setiap hari kita menjaga perasaan Tuhan. Kalau jujur kita akui, kita masih sering gagal. Hal-hal besar kita mau benar, tetapi hal-hal kecil kita bersikap masabodo, karena merasa bahwa ini urusan kita yang tidak ada kaitannya dengan Allah atau perasaan Tuhan. Tetapi ini salah! 

Itu yang membuat kita kehilangan wajah Tuhan, kehilangan hadirat Tuhan. Memang pada waktu kita baru menjadi Kristen kita melakukan hal-hal salah dari hal-hal kecil itu, kita masih tetap bisa merasakan hadirat Tuhan. Tetapi dalam level tertentu ketika kita dipandang Tuhan sudah harus akil baliqh (dewasa), ternyata dalam segala hal kita harus selalu mempertimbangkan perasaan Allah; dimulai dari perkara kecil. Dari situlah kita bisa merajut kesucian hidup. Kita baru bisa membangun kesucian yang benar, yang berkualitas tinggi ketika kita memperhatikan perkara-perkara kecil di dalam kehidupan kita. Misalnya: hobi, film yang kita tonton, lagu yang kita dengar, apa yang kita ucapkan waktu dalam percakapan di meja makan, canda-canda kita, apa yang kita pikirkan waktu kita diam rebahan di tempat tidur, pada waktu kita makan di restoran bagaimana sikap kita terhadap pelayan-pelayan restoran itu kalau mereka berbuat salah, terhadap tukang parkir, terhadap sekuriti yang berlaku atau bersikap kurang sopan terhadap kita dan lain sebagainya. 

Sejatinya, itu yang membuat kita kehilangan hadirat Allah karena kita seringkali gagal di perkara-perkara kecil tersebut. Juga dalam penggunaan uang kita. Apalagi kalau uang kita berjumlah banyak, kita cenderung bisa sembarangan. Di situlah sebenarnya kita tidak menjaga perasaan Tuhan. Tetapi melalui renungan ini kita mau belajar. Karena Firman Tuhan mengatakan dalam 1 Petrus 1:14 agar kita tetap hidup di dalam kesucian, pada waktu kebodohan, pada waktu kondisi kemungkinan berbuat dosa ada, jangan kita melakukan kesalahan. 

Teriring salam dan doa,

Erastus Sabdono

Kita bisa bersikap sopan, bersikap pantas di hadapan Allah, kalau dari hal-hal kecil setiap hari kita menjaga perasaan Tuhan.