Hal-hal kecil dan sederhana, pasti Roh Kudus beritahu kita, kalau hal itu tidak membuat hati Tuhan nyaman. Kita mengakui kesalahan dan minta ampun. Selanjutnya, kita jalani hidup. Nanti akan ada pilihan-pilihan lagi. Kita harus serius menjaga perasaan, jangan ada benci dan dendam, jangan mengucapkan kata-kata yang tidak perlu. Di situ cinta kita kepada Tuhan meningkat, bertambah. Seiring dengan cinta kita yang meningkat, selera kita akan Tuhan juga meningkat. Kita bisa menikmati Tuhan. Jika demikian, barulah kita memberi nilai tinggi Tuhan. Sampai kita berkata, “Aku tidak bisa hidup tanpa Engkau, Tuhan. Kuperlu Kau lebih dari napas dan darah di dalam tubuhku.”
Selanjutnya, kita akan memiliki api penyembahan. Api penyembahan kita akan menyala karena cinta kita kepada Tuhan. Apabila selera kita ditujukan kepada Dia, maka kita menjadikan Tuhan bernilai tinggi. Di dalam perjalanan hidup, jika kita memiliki hati seperti ini, maka kita pasti memiliki pengalaman riil dengan Allah. Tidak mungkin kita tidak ada pengalaman dengan Tuhan. “Pengalaman” di sini bukan hanya masalah kesembuhan, masalah ekonomi dipulihkan, tetapi bagaimana Tuhan mengubah karakter kita. Lalu kita juga akan melihat bagaimana tangan pemeliharaan Tuhan atas hidup kita dan orang-orang yang kita kasihi.
Di situlah timbul kekaguman kita akan Dia. Kebenaran-kebenaran yang Tuhan berikan itu sangat menakjubkan. Karakter yang diubah, tangan pemeliharaan Tuhan atas kita dan orang-orang yang kita kasihi, begitu sempurna. Selanjutnya, firman yang mencerahi pikiran kita. Jika hal itu terus bertumbuh di dalam hidup kita, di mana bejana hati kita akan hanya diisi oleh Tuhan, maka keindahan dunia menjadi pudar di mata kita. Memang sulit bagi orang-orang muda yang mungkin belum menjalani hidup panjang, apalagi kalau dari muda dipengaruhi oleh lingkungan yang materialistis. Namun, nanti kalau mereka sudah dewasa rohani, mereka akan tahu bahwa yang kita butuhkan hanya Tuhan.
Ingat! Jangan lagi kita menoleh ke belakang, dan jangan sampai ada sesuatu yang kita ingini. Sebab kalau ada sesuatu yang menarik hati kita, lalu kita mengingininya, maka mata kita menjadi tidak tajam melihat Tuhan, dan telinga kita menjadi tidak tajam mendengar suara-Nya. Mari kita berambisi untuk benar-benar memiliki hati yang menyembah, yang bisa dirasakan oleh Allah. Sebagaimana kita juga bisa merasa kalau ada orang yang mencintai, menghormati, menghargai kita. Walaupun kadang-kadang manusia bisa munafik. Pura-pura menghormati, padahal tidak. Kita bisa saja tertipu, tetapi Tuhan tidak akan bisa tertipu. Tuhan bisa merasakan bahwa kita mencintai Dia atau tidak. Tuhan bisa merasakan bahwa kita menjadikan Dia kesukaan, kebahagiaan kita. Tuhan tahu, Tuhan merasa kalau kita menyanjung dan mengagumi Dia.
Hal itu harus berlangsung di setiap saat, di mana ada api penyembahan yang menyala karena kita cinta Tuhan, ada kerinduan akan Allah, dan Tuhan menjadi gairah kita. Apalagi kalau sudah makin tua, yang kita punya pengalaman banyak bersama Tuhan; membentuk karakter, memberikan tangan pemeliharaan, dan memberikan firman yang membuat kita mengagumi Tuhan. Ini bukan karunia khusus untuk orang-orang tertentu. Ini adalah kepercayaan, sekaligus tanggung jawab. Oleh sebab itu, kita tidak boleh mengisi hati dan perasaan kita dengan hal-hal yang tidak patut.
Kita bisa mulai sekarang. Jangan tunggu besok atau nanti. Saat ini, kita sudah bisa membuka hati kita, meremukkan dan memecahkannya untuk Tuhan, dan mengatakan: “Aku mencintai Engkau, Tuhan.” Kita tidak akan pernah menyesal. Mari kita tetapkan hati kita untuk mencintai Tuhan. Tidak mungkin Tuhan tidak menolong. Bayangkan, betapa indahnya menjadi kekasih Tuhan. Kita membayangkan kalau kita bisa menjadi orang yang benar-benar tidak bercacat dan tidak bercela, betapa indahnya. Lalu kita menjadi kekasih Tuhan. Tuhan bisa menikmati hidup kita setiap saat.
Maka, kita harus berlatih, bagaimana frekuensi perasaan yang ada pada waktu kita berdoa dan ketika kita ada di tempat kerja, tetap terjaga. Cinta kita kepada Tuhan, kita jaga. Harus ada keinginan kuat atau ambisi kuat untuk menjadi kekasih Tuhan. Masalahnya, sering kali kita punya perasaan tidak stabil; situasional. Maka, kita harus membangun kehidupan kita. Bagaimana kualitas penyembahan kita kepada Tuhan, bukanlah karunia. Bertekunlah terus, sampai suatu saat kita melihat perbedaan antara kita yang sungguh-sungguh tekun mencintai Tuhan dengan orang yang tidak sungguh-sungguh. Walau kelihatannya saat ini kita sering diperlakukan Tuhan seakan-akan sama dengan orang lain. Jangan kita menjadi lemah. Sejatinya, di situ kesetiaan kita diuji, kecintaan kita diuji. Hal ini adalah cara Tuhan untuk mendewasakan cinta kita.
Seiring dengan cinta kita yang meningkat, selera kita akan Tuhan
juga meningkat; sehingga kita bisa menikmati Tuhan.