Skip to content

Menikmati Kasih Allah

Tentu semua kita sudah sangat hafal dengan pernyataan bahwa Allah itu kasih (1 Yoh. 4:8). Namun, pernahkah kita merenungkan bagaimana Allah menunjukkan dan melimpahkan kasih-Nya kepada kita setiap hari? Allah menginginkan kita menikmati kasih-Nya secara limpah, tetapi berapa banyak kita yang sungguh-sungguh menghayati dan mengalami kasih Allah itu? Ironis sekali, jika kita berkata “Allah itu kasih,” tetapi kita tidak menikmati limpah kasih-Nya. Bahkan tidak jarang di antara kita yang merasa ada tembok yang memisahkan dirinya dengan Allah. Kita memang bisa mengatakan bahwa Allah itu kasih dan menunjukkan kasih-Nya dengan memberikan Putra Tunggal-Nya, seakan-akan kasih Tuhan itu seperti sebuah titik. Padahal, Allah itu hidup, hadir menyertai kita, bersama kita. Kasih Allah bukan seperti satu titik, tetapi seperti garis panjang. 

Allah Bapa menginginkan kita menikmati kasih-Nya yang terus mengalir dengan limpah setiap hari. Contoh sederhana yang kita pasti bisa mengerti dan alami dan rasakan: kasih orang tua terhadap anak. Sebagai orang tua, kita ingin mewujudkan, menerjemahkan kasih kita kepada anak dalam bentuk menyiapkan makanan, membelikan barang, dan tiada henti. Bukan seperti titik, tetapi seperti garis panjang. Sebagai anak, kita mengerti dan mengalami bagaimana orang tua melimpahkan kasihnya kepada kita. 

Betapa jahat Iblis yang merusak gambar Allah di dalam pikiran manusia. Hal itu berhasil dilakukan atas banyak orang. Gambar Allah yang salah di dalam pikiran kita bisa disebabkan oleh banyak faktor. Mungkin karena sejak kecil kita tidak pernah merasakan kasih orang tua. Kalau yang punya Ayah dan merasakan kasih Ayah, dia bisa memiliki gambar diri Ayah. Waktu kita disakiti orang di sekolah, Ayah datang melabrak anak yang menyakiti kita. Kita punya gambar diri Ayah. Namun, ada orang yang tidak memiliki gambar diri orang tua. Ayah yang berkhianat, yang meninggalkan anak, yang memukul Ibu di depan anak. 

Jadi, sejujurnya, banyak orang Kristen yang tidak memiliki gambar Allah yang benar di benaknya. Mereka mengatakan, “Allah itu baik,” tetapi mereka sebenarnya tidak bisa menghayati kebaikan Allah itu. Apalagi mereka yang didera masalah. Dari waktu ke waktu mereka sudah berdoa, juga minta didoakan pendeta, tetapi mereka tidak melihat jalan keluar. Apalagi peristiwa-peristiwa yang menyakitkan. Anak yang mereka kasihi meninggal dunia, atau orang yang mereka kasihi meninggal dunia. Mereka bisa marah terhadap Tuhan. Bahkan mungkin juga dendam. Hanya tidak berani menyatakan itu di dalam perkataan, tetapi dendam. “Mengapa, Tuhan? Mengapa?” Jadi kalau ke gereja, orang menyanyi “Allah baik,” mungkin dia ikut menyanyi, tetapi ada kemarahan di dalam hatinya. Lalu, bisa terjadi konflik batin antara apa yang didengar dan diucapkan, berbeda dengan apa yang dia rasakan. 

Allah itu seperti Bapa yang mengasihi kita tiada batas dan tiada henti. Bukan hanya memberikan Putra Tunggal-Nya di kayu salib untuk menebus dosa kita, melainkan apa pun Dia bisa berikan. Alkitab menulis kalau Anak-Nya Yang Tunggal dianugerahkan, maka apalah artinya yang lain? Pasti Bapa bisa berikan. Kasih Allah bukan seperti titik, tetapi garis panjang. Nanti makin dewasa rohani, kita akan semakin tidak memiliki kecurigaan terhadap Allah. Sama sekali tidak ada kecurigaan, karena Allah memang tidak patut dicurigai. Allah bukan hanya baik, melainkan sangat baik. 

Lalu, mengapa orang tidak dapat menikmati kasih Allah? Karena ia tidak mengenal Allah, sehingga ia tidak bisa memahami karakter, sifat, kehendak, dan rencana Allah. Sebagaimana seorang anak yang tidak bertumbuh dewasa dalam karakter, dia tidak akan pernah bisa memahami orang tua. Ketika dewasa dia mengonsumsi narkoba. Apa yang orang tua mau beri, anak tidak suka, karena selera anak dan orang tua tidak sama. Tahukah kita, apa yang Allah ingini? Yang Allah ingini di dalam hidup kita itu keselamatan kekal. Allah tentu tertarik melindungi ekonomi kita, kesehatan kita, keluarga kita, tetapi Allah lebih tertarik menyelamatkan hidup kekal kita.

Tidak ada yang Allah ingini yang mendatangkan celaka, rugi, dan menyakitkan. Namun, tidak dapat disangkal, kadang-kadang Allah mengizinkan hal yang menyakitkan terjadi untuk sementara, tetapi kenikmatannya untuk kekekalan. Maka, kita harus mengenal Allah dengan benar. Allah mengingini kesucian dalam hidup kita, lebih dari sukses karier, sukses studi, atau keberhasilan apa pun dalam hidup. Allah menghendaki kehidupan kekal kita indah. Tuhan berkata, “Kalau kamu tahu keindahan kekekalan yang bisa kamu nikmati, kamu rela kehilangan apa pun sekarang.” Namun masalahnya, banyak orang tidak percaya Tuhan. Bagaimana dengan kita?

Allah Bapa menginginkan kita menikmati kasih-Nya yang terus mengalir dengan limpah setiap hari.