Skip to content

Menguasai Lidah

Tidak ada kehidupan yang lebih indah daripada kehidupan seseorang yang bisa menghayati kehadiran Allah setiap saat. Ketika Tuhan Yesus berkata dalam Yohanes 4:24 bahwa “Ada saatnya orang akan menyembah Allah dalam roh dan kebenaran,” yang Tuhan maksud sebenarnya bukan soal liturgi. Jangan kita salah mengerti. Itu bukan soal liturgi atau tata cara ibadah atau semacam ritual, seremonial orang beragama. Ketika Tuhan Yesus menunjukkan bahwa ada saat di mana orang akan menyembah Allah dalam roh dan kebenaran, pada intinya sebenarnya ada saat manusia bisa bersekutu dengan Tuhan setiap saat, setiap waktu. 

Kalau dalam agama Yahudi atau agama samawi lainnya, ada seremonial, sembahyang, seperti orang Yahudi sembahyang sekian kali dalam satu hari, dan mereka berkiblat ke Yerusalem. Tetapi, Yesus berkata bahwa bagi umat Perjanjian Baru, tidaklah demikian. Tetapi kita harus menyembah Allah dalam roh dan kebenaran. Ini adalah sebuah persekutuan yang tiada henti; berkesinambungan, kontinyu. Di sini orang percaya harus bisa menghayati kehadiran Tuhan. Persembahan bagi Tuhan tidak lagi hanya sekadar nyanyian yang disertai dengan musik naik turun atau fluktuasi nada, tidak lagi dengan tata cara ibadah atau seremonial, tetapi dengan kehidupan yang berkenan kepada Allah. Dari apa yang dipikirkan, diucapkan, direnungkan, dan dilakukan selalu sesuai dengan kehendak Allah. 

Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan, “Pikirkan apa yang baik, yang kudus, yang berkenan kepada Allah.” Di Kolose 3 dikatakan, “Pikirkan perkara-perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” Juga dalam Filipi 2:5-7 firman Tuhan mengatakan, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,” berarti kita harus berperasaan seperti Kristus. Jangankan perbuatan yang sudah kelihatan, ada sesuatu di dalam pikiran batin, kalau luput, sudah dosa. Maka, kalau orang benar-benar mau mengikut Yesus, dia akan teliti memeriksa hati dan batinnya. Alkitab mengajar agar kita selalu memeriksa diri dan berdoa, “Selidiki aku, Tuhan. Periksa diriku, Tuhan.” 

Artinya, kita harus aktif dalam memeriksa pikiran dan perasaan kita. Tidak usah bicara kotor yang terdengar di telinga, berpikir kotor saja, sudah salah. Jangankan membunuh orang, membenci juga sudah salah. Tetapi inilah kehendak Tuhan. Tidak hanya melakukan hubungan seks di luar nikah, melihat lawan jenis dan mengingininya, itu zina. Jadi kita harus benar di hadapan Allah. Batin kita, sikap hati kita harus benar. Tidak boleh ada sesuatu yang Tuhan tidak kehendaki. Sekecil, sehalus apa pun dosa, tidak boleh ada. Selanjutnya, kalau kita sudah bisa mengatur batin, kita pun harus mengatur pikiran, lalu mengontrol lidah atau perkataan. 

Maka, kalau orang tidak bisa mengatur batinnya, pasti dia tidak bisa menguasai lidahnya. Jika ada orang berkata, “Mulutku memang jahat, tetapi hati saya tidak,” itu omong kosong. Kalau mulutnya busuk, hatinya pasti busuk, karena hati adalah sumber. Surat Yakobus mengatakan, “Siapa yang bisa mengendalikan lidah, maka dia bisa sempurna.” Orang yang bisa mengendalikan lidah adalah orang yang sempurna. Jadi, kita bisa melihat bahwa lidah itu sangat berperan. Tetapi, lidah bisa dikendalikan kalau pikiran dan perasaan dikendalikan. Seseorang yang punya kecenderungan bicara dan tidak bisa mengendalikan mulutnya, itu merupakan gejala bahwa batiniahnya sebenarnya rusak. Kalau batinnya rusak, kelakuannya tidak mungkin tidak rusak. 

Sebaliknya, kalau perkataan kita baik, tidak menjadi duri tajam yang melukai orang, maka itu merupakan ciri dari orang Kristen yang bertumbuh dalam kedewasaan. Kalau kita mau menjadi orang Kristen yang benar, maka kita harus menjaga mulut. Itu ibadah. Apa gunanya seseorang menyanyi di gereja, atau aktif di pelayanan, tetapi hidupnya tidak memberkati orang? Itu berarti ia belum beribadah, karena ibadah yang benar itu menyembah Allah dalam roh dan kebenaran. Kita bukan orang sempurna. Kita punya karakter dasar yang buruk. Tetapi Tuhan memproses kita, dan tahun-tahun yang kita lewati adalah tahun-tahun proses Tuhan, yang akhirnya sampai pada satu titik kita bersumpah untuk hidup suci. 

Mungkin terdengar sombong. Berani-beraninya bersumpah untuk hidup suci. Apa tidak takut nanti kalau bikin salah? Takut juga, sebenarnya. Tetapi, tidak ada pilihan. Kita harus nekad, dan miliki prinsip ini: no other option; kita hanya punya satu pilihan, yaitu Tuhan dan Kerajaan-Nya. Hidup dalam kehidupan yang tidak bercacat, tidak bercela. Paksa diri kita! Dalam pergumulan itu, Tuhan mengajar untuk kita bisa menjaga mulut kita. Kalau kita bisa mengendalikan mulut kita—karena batin dan perasaan kita berhasil kita kelola—maka perilaku kita pun juga baik. Dampaknya akan luar biasa; nafsu-nafsu rendah dalam daging kita akan gugur atau luruh. 

Orang yang tidak bisa mengatur batinnya, pasti tidak bisa menguasai lidahnya.