Skip to content

Mengondisi Diri Bertumbuh

Kita tahu bahwa kita tidak bisa menghindari apa yang disebut sebagai “proses bertahap” di dalam kehidupan. Dalam berbagai aspek, selalu ada unsur ini, dan selalu ada tatanan. Kita melempar biji mangga, besok tidak langsung bisa dipetik buahnya. Perlu waktu; bukan beberapa bulan, tetapi bisa sampai bertahun-tahun. Demikian, sewajarnya. Seorang anak bayi lahir, tidak seketika bisa berjalan. Melalui proses pertumbuhan, ia baru bisa merangkak, berdiri, berjalan tertatih-tatih, lalu bisa berjalan dengan baik, bahkan kemudian bisa berlari. Semua perlu proses. 

Demikian pula di dalam kehidupan rohani. Pengenalan kita akan Allah, pertumbuhan kedewasaan, pertumbuhan kesucian kita; semua juga perlu proses. Oleh sebab itu, kita harus memperhatikan kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita untuk menjalani proses pertumbuhan. Jangan sampai kita mengalihkan perhatian kepada sesuatu, sehingga proses pengenalan kita akan Allah tidak bertumbuh secara wajar, normal, atau proporsional. Kita harus memperhatikan bahwa setiap hari proses itu masih dan sedang berlangsung. 

Kita tidak bisa mengharapkan hari esok kita menjadi dewasa rohani, bisa hidup suci, hidup tak bercacat, tak bercela seiring dengan berjalannya waktu. Waktu yang tidak digunakan dengan baik, pasti menjadi sia-sia. Bahkan, tidak jarang seseorang menjadi makin rusak, makin negatif. Tanpa disadari banyak orang, mereka memang tidak bermaksud mau jahat, mau masuk neraka, mau melawan Allah, ingin tidak bertumbuh di dalam Tuhan, atau mau hidup di dalam dosa; tetapi karena hanya berharap atau berpikir bahwa suatu hari ia akan menjadi lebih baik, lebih suci, lebih mengenal Allah, serta diperkenan masuk surga, maka dia tidak memperhatikan proses yang berlangsung yang seharusnya dijalani dan dialami setiap hari. 

Tuhan masih memberi kita waktu. Hari ini Tuhan memberi kita lembar hari yang baru, dan besok kita memiliki hari yang baru lagi, sampai waktu hidup kita selesai. Kita harus memperhatikan proses itu. Kita harus menyediakan diri untuk masuk dalam proses perubahan bertahap. Semakin mengenal Allah, semakin suci, semakin berkenan di hadapan Allah, semakin tak bercacat tak bercela, makin serupa dengan Yesus, makin sempurna seperti Bapa, semakin mengenakan kodrat ilahi. 

Kita harus menyediakan diri untuk itu. Caranya, dengan membawa diri kita kepada situasi-situasi dimana iman kita bertumbuh. Kita harus mengondisi hidup kita untuk mengalami pertumbuhan iman. Sebaliknya, ada orang yang hanya mau jalan-jalan, nonton film, hanya bersenang-senang, sehingga hidupnya dikondisikan menjadi duniawi. Lalu, masuk dalam pergaulan orang-orang yang tidak takut Tuhan, yang ucapan dan perkataannya tidak membawa kepada kekudusan, sehingga ia mengondisi dirinya tidak bertumbuh dalam Tuhan, dan semakin serupa dengan dunia.

Kita harus memperhatikan faktor-faktor yang membuat kita bertumbuh di dalam iman, yaitu pengenalan kita akan Allah, kesucian, keserupaan dengan Yesus, dan kesempurnaan serupa seperti Bapa. Sebaliknya, kita juga perlu melihat faktor-faktor yang menghambat, menghalangi, dan bisa menggagalkan pertumbuhan iman, yang tentu harus dijauhi dan dibuang. Maka, kita diperhadapkan kepada pilihan. Kehendak bebas kita “bermain” di sini. 

Apakah kita memilih A atau B? A mengondisi kita tidak takut akan Allah, menjadi tidak rohani. Tetapi B mengondisi kita takut akan Allah, mengenal Allah. Memilih teman, pacar, apalagi jodoh. Hal itu mengondisi hidup kita. Apakah kita membawa diri ke langit baru bumi baru bersama Tuhan, atau ke api kekal? Siapa yang kita jadikan teman, itu akan mengondisi hidup kita. Apa yang kita lihat dan dengar, di mana kita berada; akan mengondisi kita untuk menjadi anak-anak Allah atau anak-anak dunia. 

Memang kita harus hidup di tengah-tengah dunia. Kita tidak boleh menghindarinya, lalu pergi ke tempat-tempat sepi; artinya tidak hidup di tengah-tengah pergaulan masyarakat. Kita hidup di tengah-tengah masyarakat karena kita harus bekerja, mencari nafkah, menjadi bagian dari bangsa, ikut membangun bangsa dan negara. Kita ada di tengah-tengah masyarakat, tetapi cara dan gaya hidup kita berbeda. Di tengah-tengah kondisi dunia yang makin fasik, yang menyeret orang masuk ke dalam kegelapan abadi, kita memilih untuk melekat dan mendekat kepada Tuhan untuk menjadi anak-anak Allah yang berkarakter ilahi yang berkenan dan menjadi keharuman di mata Bapa. 

Proses bertahap ini ketat, dan sebenarnya menggetarkan. Sebab saat demi saat, harus ada perjalanan proses tiada henti yang harus kita jalani. Jangan berpikir nanti bisa. Istilahnya bisa “digabung, dikejar dengan cepat,” tidak bisa! Prosesnya harus tahap demi tahap, saat demi saat. Tidak bisa dirapel atau langsung seketika! Proses yang mestinya 15-20 tahun dijadikan 5 bulan, tidak bisa! Hari ini Tuhan memberi kita hari yang baru. Kita mesti berubah. 

Kita harus mengondisi hidup kita untuk mengalami pertumbuhan iman.