Skip to content

Menghormati dan Merindukan Tuhan

Orang bisa saja mengaku percaya kepada Tuhan Yesus dan merasa yakin masuk surga. Tetapi, kalau ia tidak menghormati Tuhan, ia tidak mungkin masuk Kerajaan Surga. Orang yang tidak menghormati Tuhan, tidak layak dan tidak pantas mendapat perlindungan Tuhan. Ia juga tidak layak menerima berkat, baik berkat rohani maupun berkat jasmani. Tetapi lebih terutama berkat rohani, yaitu pertumbuhan iman dan kedewasaan rohani. Kapan seseorang tidak menghormati Tuhan? Ketika seseorang melakukan sesuatu untuk memuaskan dirinya sendiri. Memuaskan diri ini bisa menyangkut dua hal: seks dan kuliner, dan juga bisa menyangkut kepuasan jiwa, seperti keangkuhan, dendam, kebencian, dan lainnya. Kalau seseorang masih memuaskan dirinya, ia tidak menghormati Tuhan. Kalau kita menghormati Tuhan, kita pasti merindukan Dia. Semakin kita menghormati Tuhan, kita akan semakin merindukan Tuhan.

Orang Kristen yang baru tentu tidak bisa dituntut menghormati Tuhan secara proper atau benar, tepat, ideal. Sebab, orang Kristen baru belum mampu menghayati bahwa Allah itu Mahahadir, dan bahwa orang percaya itu dipanggil Tuhan hanya untuk hidup menyenangkan Dia; melayani perasaan Tuhan. Kita sudah melewati tahun-tahun panjang menjadi orang Kristen, berarti kita harus sudah masuk pada sikap hati yang menghormati Allah. Orang yang tidak menghormati Allah, pasti hidup sesuka hatinya sendiri. Ia lebih memedulikan perasaannya daripada perasaan Tuhan. Bersyukur kalau kita diingatkan Tuhan pada kesempatan ini, sehingga kita bisa berhenti dari bersikap, bertindak, berperilaku, memilih, dan mengambil keputusan yang berangkat dari kesenangan diri sendiri. Kita harus mulai bersikap, bertindak, mengambil keputusan, dan memilih, berangkat dari apa yang diinginkan atau dikehendaki Tuhan. 

Kalau Kristen baru, tidak dituntut untuk demikian. Tetapi, kalau orang Kristen yang sudah dewasa, mestinya kita harus mengerti tuntutan Tuhan untuk menghormati Dia secara patut. Seperti anak usia balita yang belum bisa menghormati orang tua secara patut, maka orang tua bisa mengerti dan toleransi. Tetapi kalau sudah usia 20, 25, 30 tahun, bahkan lebih, harus bisa menempatkan orang tua secara patut. Walaupun orang tua lebih miskin secara ekonomi, lemah secara fisik, rendah secara pangkat derajat, rendah secara akademis, tetapi anak seharusnya tidak kurang menghormati orang tua. Ingat, apa yang terjadi di Bilangan 20. Sebenarnya, Musa memiliki alasan untuk memukul Bukit Batu di Meriba, karena bangsa Israel bertengkar melawan Allah. Mereka bersungut-sungut dan marah karena mereka dibawa ke tempat tidak ada roti, tidak ada makanan seperti yang mereka makan di Mesir, dan tidak ada air. Lalu Tuhan berfirman kepada Musa dan Harun agar mereka menuju Bukit Batu. Maksud Tuhan menyuruh Musa mengedangkan tangan, agar dari Bukit Batu keluar air. Tetapi, Musa memukul Bukit Batu dengan tongkatnya dua kali. 

Air memang keluar, tetapi tindakan Musa dipandang Tuhan tidak menghormati Dia. Maka, Tuhan memberi hukuman, disiplin atau sanksi dengan pernyataan: “Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan kuberikan kepada mereka” (Bil. 20:12). Kalau kita membaca seluruh perikop ini, bangsa Israel sebenarnya bermulut jahat. “Sekiranya kami mati binasa pada waktu saudara-saudara kami mati binasa di hadapan Tuhan, mengapa kamu membawa jemaat TUHAN kepada gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ?” Musa dituduh membantai bangsa Israel. Musa dituduh menyusahkan dan melakukan pembunuhan massal. Jadi, bisa dimengerti kalau sampai Musa memukul Bukit Batu dua kali. Namun, itu dipandang Tuhan sebagai tindakan tidak menghormati-Nya. 

Waktu kita masih belum dewasa, kita tanpa sadar bersikap tidak tulus, munafik, menyimpan perasaan tidak suka, dendam, dan lain sebagainya. Tuhan bisa toleransi terhadap hal tersebut. Tetapi kalau hal itu kita lakukan sementara kita mestinya sudah dewasa, apalagi dengan usia di atas 50 tahun, maka kita tidak menghormati Tuhan. Kapan kita tidak menghormati Tuhan? Pertama, pada waktu kita melakukan sesuatu yang bukan untuk kesukaan hati Tuhan. Dua, ketika kita melakukan sesuatu bukan untuk kepentingan-Nya. Ini sebenarnya paralel dengan “Kalau kita belum sampai sakit menyangkal diri, kita belum bisa melayani pekerjaan Tuhan.” Kalau kita belum mengalami perubahan diri, kita pasti belum bisa mengubah orang lain. 

Jadi, untuk belajar menghormati Allah, kita bisa mulai dengan selalu mempertimbangkan bahwa Allah Mahahadir. Konsekuensi dari kehadiran Allah adalah segala hal yang kita lakukan, pasti langsung terkait dengan Allah. Menghormati kehadiran atau kekudusan Allah, artinya bersikap sesuai dengan standar pikiran, perasaan Allah. Perbuatan yang melanggar moral, jelas salah. Kalau dilakukan, berarti kita tidak menghormati Allah. Namun, mengambil bagian dalam kekudusan Allah bukan hanya berarti tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran moral secara umum, melainkan juga bisa bertindak selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. 

Semakin kita menghormati Tuhan, kita akan semakin merindukan-Nya.