Skip to content

Menghayati yang Tidak Kelihatan

Tidak ada kebanggaan apa pun dalam hidup ini jika dibanding dengan kemuliaan bersama dengan Kristus. Masalahnya, orang percaya tidak, akan hal itu? Ini bukan hal abstrak, tetapi memang bisa menjadi fantasi. Tetapi kalau kita percaya Tuhan, itu realitas dan memang realitas. Makanya Rasul Paulus berkata di 2 Korintus 4:18, “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.Belajarlah menghayati yang tidak kelihatan, dan memfokuskan diri pada apa yang tidak kelihatan.

Kita ingin bersentuhan dengan Tuhan; encounter with God. Kita mau bersentuhan dengan Tuhan, mengalami Tuhan. Jangan berharap melihat Tuhan dengan mata jasmani. Jangan berharap menyentuh Tuhan dengan fisik karena Dia roh. Kalau kita berkata, “Bapa kami yang di surga,” kita berlatih untuk memercayai yang tidak kelihatan dan tidak berharap melihat, tidak berharap merasakan sesuatu secara fisik; merinding lalu merasa ada sentuhan fisik. Kita akan tidak pernah mengalami Tuhan jika demikian. 

Berikutnya, jangan membakar emosi sampai tidak bisa membedakan antara sentuhan Roh Kudus yang membuat hati kita pecah, atau manipulasi yang kita lakukan dalam diri sendiri. Orang kalau sudah lama tersesat di dalam manipulasi, susah kembali. Kita sering manipulatif karena kita tidak pernah naik ke level roh. Semua di level fisik. Kita harus keluar dari level ini, lalu masuk alam roh. Pendeta atau jemaat yang belajar tentang Tuhan tetapi tidak pernah mencari wajah Tuhan, pasti memiliki Tuhan dalam fantasinya. Biasanya cakap sekali kalau berdoa. Dia mencari pengetahuan tentang Tuhan di sekolah teologi atau di gereja mendengar khotbah, namun tidak bersentuhan dengan Tuhan. 

Tuhan yang dia kenal hanya di dalam pengetahuan saja. Saat berdoa pun, ia berdoa kepada Tuhan di dalam pikirannya, tidak menyentuh Tuhan. Tetapi, Tuhan begitu sabar meskipun diperlakukan demikian. Ketika berdoa, bidikan kita harus lebih tepat sebab kita sudah biasa ke level roh; frekuensinya yaitu frekuensi alam roh. Karena, kita biasa meyakini yang tidak kelihatan. Dampaknya kita akan memercayai surga dan kemuliaan bersama Kristus. Sebab, kita biasa memperhatikan apa yang tidak kelihatan. Itu memerlukan pelajaran melalui sekolah kehidupan setiap hari. Dua orang bisa berkata, “Tuhan, aku datang kepada-Mu.” Yang satu, masih di dalam pengetahuan tentang Tuhan yang kepadaNya dia berdoa tetapi yang satu lagi, sudah selalu mencari wajah Tuhan dan menemukan Tuhan. 

Kalau orang tidak bertumbuh, tidak dewasa, dia tidak bisa membedakan sehingga dianggapnya sama. Jadi, janganlah sombong. Yang pintar berdoa, belum tentu berdoa kepada Tuhan. Mungkin hanya berdoa kepada Tuhan di pikiran, bukan Tuhan secara pribadi. Kalau kita yakin Allah ada, kita temui Dia. Kalau kita berdoa lalu Tuhan seakan-akan tidak ada, “Dia layak ku percayai walaupu seakan-akan tidak ada. Kutunggu. Kutunggu, tetap di sini.” Jika mau menemui seorang pejabat namun dia mengacuhkan kita, tetap kita tidak tersinggung, bukan? Sebab kita merasa membutuhkan dia. Apalagi Tuhan. 

Kalau sudah biasa memasuki alam roh dan frekuensi Tuhan, hati kita tidak bisa tidak pecah. Kita mau mencari apa kalau bukan mencari wajah Tuhan? Orang tidak mungkin memiliki pengharapan perkara-perkara yang di atas atau kemuliaan bersama Kristus kalau menghayati Allah saja gagal. Kebenaran itu berkaitan satu dengan yang lain. Jujur saja, banyak orang tidak mampu memercayai adanya kemuliaan bersama Yesus. Buktinya apa? Tidak berani berkorban untuk Tuhan. Pengorbanan pertama, kesucian hidup. Menyembelih daging, membuang semua hobi kesenangan-kesenangan dunia, sehingga memiliki kehausan akan Allah; merindukan Tuhan saja, mencintai Tuhan. 

Kalau kita punya masalah seakan-akan Tuhan tidak menolong, tetaplah memercayai Dia. Memercayai yang tidak kelihatan: Tuhan. Temukan dan alami Tuhan di dalam hidup ini, baru kita bisa memercayai apa yang difirmankan Tuhan: “perkara-perkara yang di atas,” kemuliaan bersama dengan Kristus. Kita bisa menghayati penuh bahwa ada kehidupan di balik kubur, ada kemuliaan bersama Kristus. Setiap orang akan menuai apa yang dia tabur. Begitu di depan mata, sehingga kita menggeliat dan bergerak untuk persiapan itu. 

Kata “berkemas-kemas” itu tidak sederhana, karena faktanya tidak banyak orang yang benar-benar berkemas-kemas. Hal kehidupan di balik kubur, kemuliaan bersama dengan Kristus, upah pahala atau menuai apa yang kita tabur, itu di depan mata kita, sehingga kita tidak mau kehilangan kesempatan. Hal  itu akan tampak dari kesediaan kita mencari wajah Tuhan. Berkorban apa pun demi hal tersebut. Kita hayati begitu nyata. Kita mesti bisa menghayati bahwa ada kehidupan di balik kematian; langit baru bumi baru. Ada upah yaitu menuai apa yang kita tabur, ada kemuliaan bersama dengan Kristus atau terpisah dari Allah. Hal itu nyata di depan mata. Sehingga kita bergerak, menggeliat, berjuang, “berkemas-kemas” untuk hal itu. 

Belajarlah menghayati dan memfokuskan diri pada apa yang tidak kelihatan.