Skip to content

Menghargai Waktu

Kita hidup di dalam perjalanan waktu, seiring dengan detak-detak jantung kita, denyut nadi kita, begitulah perjalanan waktu yang kita miliki. Sebenarnya perjalanan waktu ini sangat menggetarkan. Hal itu akan disadari, ketika seseorang ada di ujung maut, yaitu ketika dia harus melepaskan nyawanya. Dia baru sadar, betapa berharga setiap detik, setiap menit, setiap jam yang dia miliki. Ketika dia harus melepaskan waktu, itu berat sekali. Kalau dia punya harta, dia pasti berani menyerahkan semua hartanya, demi 1 jam atau 2 jam tambahan umur hidupnya. Oleh sebab itu, kita harus menghargai waktu yang Tuhan berikan. Bagaimana kita menghargai waktu kita? Yaitu jika kita mengisi waktu kita untuk sesuatu yang bernilai abadi, sesuatu yang bernilai kekal.

Kalau hanya gelar, pangkat, uang, jodoh, anak, pasangan hidup, keturunan, semua itu akan kita tinggalkan. Yang terpenting bagaimana kita memiliki diri yang dibentuk Tuhan, yang diproses Tuhan, sehingga kita berharga di mata Tuhan. Masalahnya, sampai kapan kita ini berharga di mata Tuhan? Seperti tanah liat, berharga, tetapi sampai kapan? Kalau tanah liat tersebut bisa dijadikan bejana yang bagus, maka ia menjadi berharga. Namun, kalau waktu dan momentumnya sudah lewat, dan ia tetap menjadi tanah liat, maka dia menjadi sampah. Seperti sebongkah batu permata, yang jika tidak diasah, dia tetap sebongkah batu, tetapi kalau diasah bisa menjadi permata yang berharga.

Manusia diperhadapkan kepada momentum-momentum, atau saat-saat berarti bagi dirinya. Saat-saat yang berharga itu juga saat-saat yang berarti bagi orang lain. Sebab saat-saat itu akan menentukan keadaan hari esok kita dan memengaruhi orang-orang di sekitar kita, bahkan akan mempengaruhi anak cucu kita. Ini adalah hukum kehidupan, kita harus sangat berhati-hati dengan hukum atau tatanan ini. Kita akan menemukan momentum-momentum yang berharga, kejadian-kejadian yang Tuhan izinkan kita alami dalam hidup ini, yang melalui momentum-momentum atau kejadian-kejadian itu Tuhan membentuk kita.

Mungkin tanpa kita sadari, ada momentum-momentum yang berharga. Bagaimana kita menyikapi momentum tersebut, itu sangat penting. Momentum tersebut bisa membawa kita ke dunia atau kepada kebenaran. Membawa kita ke neraka atau ke surga. Namun, jika kita mau belajar dari Tuhan, maka Tuhan pasti akan membimbing kita. Tuhan cakap sekali mengubah orang; bagaimana orang seperti kita ini bisa diubah. Namun, tidak banyak orang yang mau masuk sekolah kehidupan seperti ini, sebab biasanya fokus hidup orang itu adalah kesenangan-kesenangan; tidak terfokus bagaimana menjadi anak-anak Tuhan yang berkenan.

Kita harus memilih ini, walaupun tidak populer, dan tidak dikenal oleh orang-orang di luar sana. Supaya kita menjadi anak Tuhan yang berkenan, maka Tuhan akan memberikan pengalaman-pengalaman hidup untuk membentuk kita. Tuhan tidak menjerumuskan orang ke neraka, tetapi Tuhan juga tidak bisa menahan orang kalau ia mau masuk neraka. Tuhan tidak bisa paksa orang berbuat baik, tergantung orang tersebut. Jadi, 70-80 tahun umur hidup kita itu berharga sekali.

Ketika nanti kita menghadap Tuhan—dan itu bisa kapan saja kita alami—kita akan sangat bersyukur kalau dalam setiap momentum dalam hidup kita, kita tidak berbuat salah. Sebaliknya, kalau momentumnya kita isi untuk berbuat salah, betapa menyesalnya kita. Maka, saat-saat kita sekarang menentukan hari esok, memengaruhi hidup kita, dan hidup kita memengaruhi orang lain. Kalau sampai kita melewatkan kesempatan untuk hidup benar, itu berat. Dunia membuat orang terlena, hidup suka-suka sendiri. Kita harus menyadari kita hidup di daerah yang bertuan, bukan di daerah yang tidak bertuan. Apa pun yang kita lakukan itu pasti ada tuaiannya. Ada Tuhan yang memerintah, maka kita harus hidup hati-hati, tidak ceroboh.

Nilai waktu terletak pada momentumnya, maka momentum itu mahal yaitu bagaimana kita bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup kita. Efesus 5:14-15 mengatakan, “Itulah sebabnya dikatakan: “Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu.” Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif…” Orang bebal adalah orang yang tidak bisa ditegur, orang yang tidak bisa diingatkan.

Kata tidur di situ dalam bahasa aslinya adalah katheudo, yang artinya jatuh tertidur (to fall asleep). Jadi bukan sengaja mau tidur, melainkan jatuh tertidur, terlena. Tidak ada orang yang bermaksud mau gagal hidup, tidak ada orang yang bermaksud mau masuk neraka, tetapi situasi hidup bisa menggiringnya kepada kegagalan, bahkan neraka. Hal itu terjadi karena ia mengikuti cara hidup dunia sekitar. Maka, kita harus bangun! Kita yang mengemudikan jalan hidup kita. Iblis memang membuat banyak orang jatuh tertidur sehingga menabur dalam daging, bukan menabur dalam roh. Hal ini dikehendaki oleh Iblis agar manusia menuai kebinasaan.

Kita menghargai waktu jika kita mengisi waktu kita

untuk sesuatu yang bernilai kekal.