Manusia itu rentan, lemah dan terbatas. Orang yang secara materi berlimpah pun tidak luput dari keadaan di mana mereka tidak mengalami kesejahteraan dan ketenangan. Entah karena penyakit yang mengancam nyawa mereka atau orang-orang yang mereka cintai. Atau ancaman dari pihak-pihak yang tidak suka kepada mereka dan lain sebagainya. Belum lagi kematian. Mestinya kita menyadari hal ini sepenuhnya. Jangan sombong. Kalau hanya kemiskinan, kegagalan dalam bisnis, studi, atau rumah tangga, itu masih belum menggetarkan jiwa. Tapi kalau sudah di ujung maut, sangat menggentarkan. Jadi, mestinya kita menyadari kerentanan dan ketidakberdayaan kita. Lalu kita memandang Tuhan dan mengatakan, “Aku membutuhkan Engkau, Tuhan.”
Dalam Mazmur 34:9-10 tertulis, “Takutlah akan TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia! Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatupun yang baik.” Kenyataannya, banyak orang pergi ke gereja tetapi mereka tidak takut Tuhan. Menjadi aktivis, bahkan pendeta, tapi tidak takut Tuhan. Kita harus mengembangkan sikap dan perasaan takut akan Allah. Dan itu bisa terus bertumbuh sampai kita memiliki kegentaran akan Allah. Dan orang-orang seperti ini bisa menghormati Allah secara patut dan mencintai Dia secara tulus. Takut akan Allah itu membutuhkan waktu. Tetapi melalui perjalanan waktu, Tuhan mengajarkan bagaimana memiliki takut yang proporsional, yang semestinya kepada Allah sampai memiliki kegentaran akan Dia. Dan di situ, kita bisa menghormati Allah secara benar dan mencintai Dia dengan tulus.
Orang yang sungguh-sungguh mau belajar takut akan Allah, harus menghayati keberadaan Allah setiap saat. Jadi bukan hanya pada waktu-waktu tertentu. Biasanya, ketika seseorang ada dalam keadaan terjepit, baru ia mencari-cari wajah Tuhan. Demikian juga waktu kita berada di gereja, berdoa bersama, kita berusaha menghayati Allah itu hidup dan hadir. Tapi setelah keluar dari gereja, kita sudah tidak mampu menghayati kehadiran Allah. Ternyata, waktu di gereja sebenarnya kita tidak menghayati kehadiran Allah dengan benar; kita hanya tercekam oleh situasi liturgi, suasana khidmat kebaktian, tetapi bukan kehadiran Allah. Banyak orang seperti itu. Jadi, di gereja hanya fantasi sesaat.
Lalu mengapa kita tidak mencari Dia dengan sungguh-sungguh? Tapi karena sudah tidak terbiasa mencari wajah Tuhan, maka akibatnya tidak sanggup. Kita harus mencari Tuhan tanpa menunggu ada masalah yang mendesak. Jadi, ketika kita mencari Tuhan kita mengatakan, “Aku membutuhkan Engkau Tuhan,” jangan sambil berpikir ada masalah apa. Yang kita pikir adalah: “Engkau menjadi Kekasihku. Aku menjadi kekasih-Mu. Aku menjadi milik-Mu, Engkau jadi milikku, itu yang kuperlu.” Adapun, masalah-masalah yang lain (apa pun) jangan kita persoalkan. Dan untuk menjadi kekasih Tuhan, kita harus menjadi orang kudus. “Takutlah akan TUHAN, hai orang kudus.” Kita dapat belajar dari pengalaman hidup. Kita minta perlindungan Tuhan dari, pertama, kuasa gelap. Yang kedua, diri sendiri, karena daging atau manusia lama ini masih menuntut dan kalau kita puaskan, kita berkhianat kepada Tuhan. Yang ketiga, pengaruh dunia sekitar. Yang keempat, malapetaka yang tidak mendewasakan. Yang kelima, orang-orang yang bermaksud jahat.
Hidup dalam kekudusan itu tidak mudah. Banyak godaan di sekitar kita yang bisa membuat kita jatuh. Tapi kalau kita diam di kaki Tuhan setiap hari, kita memiliki kegentaran akan Dia, dan itu yang membuat kita bisa menghayati kehadiran Allah setiap saat, di mana kita bisa membangun hidup kudus. Dan Firman Tuhan mengatakan, “… tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!” Perhatikan, orang-orang yang sejak dahulu sudah hidup dalam takut akan Tuhan, mencari Tuhan sungguh-sungguh, maka anak cucunya berbeda dengan mereka yang tidak mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Jangan menunggu Tuhan mendisiplin kita. Tidak ada yang melarang kita untuk mencari Tuhan, tidak perlu biaya. Duduk diam di kaki Tuhan, berdoa, bicara apa saja yang ada di hati, menangislah di situ.
Jangan takut kalau kita menjadi milik Tuhan, sebab Tuhan akan memperlakukan kita sempurna, tidak sedikit pun meleset. Bapa tahu kebutuhan kita, dan masalah-masalah kita, apa yang kita takuti? Apa yang mencemaskan kita? Apa yang membahayakan kita? Yang kita lakukan adalah bagaimana kita benar-benar tidak melukai hati Tuhan sama sekali. Kita harus berpikir seakan-akan kita tidak punya waktu lagi ke depan, dan waktu kita sudah mau habis. Mungkin memang demikian, hari kita sudah singkat. Jadi kita harus menggelorakan, membakar diri kita sendiri untuk sungguh-sungguh berurusan, berperkara dengan Allah, dengan Bapa. Bapa senang kalau mempunyai anak-anak yang serius berurusan dengan Dia.
Kita harus mengembangkan sikap dan perasaan takut akan Allah, sampai kita memiliki kegentaran akan Allah.