Skip to content

Mengakhiri Jalan Hidup

 

Kalau Tuhan mengajar kita dan menghendaki kita mengasihi Dia dengan segenap hati, segenap jiwa, akal budi, dan kekuatan, itu memang berarti kita tidak boleh memberikan ruangan hati kita, ruangan jiwa kita untuk siapa pun dan apa pun. Untuk kesenangan kita sendiri dalam bentuk kehormatan, pujian, sanjungan, benda-benda materi atau apa pun. Bahkan pasangan hidup, orang tua, anak, keluarga tidak boleh ‘menyaingi’ Tuhan di dalam hidup kita. Dan ini satu hal yang mutlak. Hanya Roh Kudus yang dapat menolong kita untuk menjadikan Dia sebagai Tuhan kita dan untuk menjadikan Allah, Bapa kita, Bapa yang kita hormati, yang bagi-Nya kita hidup.

Kita harus sungguh-sungguh menempatkan Tuhan di atas segala-galanya dalam hidup ini. Dan hanya Roh Kudus yang bisa menolong kita melakukan hal ini. Suatu hari kita pasti meninggal dunia. Dan semua kita tahu bahwa tidak ada selembar benang pun yang kita bawa, tidak ada sekeping uang pun yang kita bawa. Pemazmur menunjukkannya dengan mengatakan dalam Mazmur 73:25, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” 

Kalau kita yang masih muda bisa melakukan hal ini, maka kita pasti akan menjadi sangat luar biasa. Roh Kudus yang menuntun bagaimana kita menjadikan Tuhan sebagai segalanya dalam hidup. Hari esok kita pasti menjadi orang-orang yang terberkati, terlindungi, dan tidak akan dipermalukan. Bagi kita yang sudah berumur, mestinya kita benar-benar mengosongkan bejana hati kita agar tidak ada kesenangan dan kebahagiaan apa pun dalam hidup ini selain Tuhan. 

Jika Tuhan menjadi satu-satunya kebahagiaan kita, maka Tuhan akan menjadikan siapa pun dan apa pun di lingkungan kita dalam hidup kita sebagai kebahagiaan kita. Sebab kebahagiaan kita bukan terletak pada pasangan hidup, orang tua, anak, famili, keluarga besar, sahabat atau benda-benda materi seperti mobil, rumah, perhiasan, perlengkapan hidup, kehormatan, pujian, sanjungan. Bukan itu! Maka kita harus mengakhiri jalan hidup kita, menjadikan Tuhan segalanya dalam hidup ini. Suatu hari dunia akan menjadi lautan api. Itu mengerikan!  

Gunung berapi saja dalam lokasi tertentu, mengerikan, kalau sudah awan panas menyembur, langit menjadi gelap, hujan abu. Mengerikan! Apalagi pada waktu kedatangan Tuhan nanti, yang di dalam 2 Petrus 3:10-11, “Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup.”

Pada waktu itu baru orang sadar betapa yang diperlukan, yang dibutuhkan hanya Tuhan. Kita akan ngeri jika membayangkan orang-orang yang sekarang pelit untuk sesamanya, tetapi royal dan boros untuk dirinya sendiri. Kalau dia mau beli apa, dia beli. Dia mau mencapai apa, dia lakukan. Tetapi, untuk sesama dia begitu pelit, begitu perhitungan. Orang yang mengumpulkan kesenangan, kekayaan bagi dirinya sendiri, tapi tidak pernah mau mendengar Tuhan bicara apa, tidak pernah menemukan apa rencana Allah di dalam hidupnya. Ada orang-orang yang sampai tidak bisa dinasihati karena dia tidak peduli pekerjaan Tuhan. 

Kita bisa mengerti, mungkin dia tidak menemukan gereja yang bisa dipercayai atau pendeta yang bisa dipercayai, sehingga dia tidak mau melepaskan hartanya untuk pekerjaan Tuhan. Atau mungkin dia tahu ada pendeta-pendeta baik yang bisa dipercayai untuk menjalankan pekerjaan Tuhan, tetapi hatinya telah tertutup terhadap sesamanya. Betapa mengerikan orang-orang ini. Suatu hari ketika dia melihat kekekalan yang dahsyat, dia tidak layak bersama dengan Tuhan, karena pada dasarnya yang disembah bukan Tuhan, tapi harta, kekayaannya. Kemuliaannya adalah benda-benda di sekitarnya. Apakah itu tas yang ditenteng, apakah itu arloji yang dikenakan, apakah itu mobil yang dikendarai, atau pakaian yang dipakai.

Bukan tidak boleh mengenakan hal-hal itu kalau itu menjadi bagiannya, tidak salah. Tetapi kalau tidak peduli pekerjaan Tuhan, lalu dia hanya peduli dengan keluarganya, orang-orang yang dekat, itu salah. Kalau pun dia mendukung pekerjaan Tuhan, hanya karena tidak enak hati, atau kasihan terhadap gereja, tetapi bukan karena mencintai Tuhan. Mereka belum bisa menjadikan Tuhan sebagai kebahagiaannya. Dia tidak memberi ruangan yang patut bagi Tuhan. Ruangan hidupnya diberikan untuk kesenangan-kesenangan dunia. Dan inilah orang-orang yang menyembah Iblis, mengerikan! 

Sebagai pendeta juga bisa menyembah Iblis, walaupun mulutnya menyembah Allah, tapi ia masih memiliki kesenangan-kesenangan dunia, dan menikmatinya; itu sama dengan menyembah Iblis. Menghargai dunia, memberi nilai tinggi dunia; itu menyembah Iblis (Luk. 4:5-8). Mari kita memberi ruangan sebesar-besarnya untuk Tuhan. Jangan mengingini apa yang Tuhan tidak kehendaki kita ingini. Biar Tuhan saja yang kita rindukan. Mari kita memperhatikan apa kehendak-Nya untuk kita lakukan dan rencana-Nya untuk kita penuhi.  Karenanya, jangan banyak bicara. Selalu konek dengan Tuhan setiap saat.