Skip to content

Menemukan Tuhan

Menurut catatan, di dalam sejarah bahwa pada abad penggenapan, di abad 1, orang-orang dunia Timur meyakini akan adanya seorang penguasa yang lahir. Jadi sebenarnya bukan orang Yahudi saja yang memercayai seorang Messiah atau Mesias.  Herodes mengerti itu. Ia bertanya kepada ahli Taurat bangsa Yahudi yang mengerti seluk-beluk hal Alkitab, hal Mesias. Ia mengerti akan ada Mesias yang dipersepsikan sebagai raja yang akan melepaskan bangsa Israel dari perbudakan penjajahan bangsa asing. Para imam kepala dan ahli Taurat juga menantikan Mesias. Mereka tidak mempunyai jawaban lain kecuali Betlehem, tanah Yehuda. Herodes dalam kelicikannya, memanggil orang-orang Majus, dan dengan teliti bertanya. Dia mengadakan investigasi, “Pergilah selidikilah dengan saksama hal itu, jika kamu sudah menemukan Dia, kabarkan padaku, karena aku akan datang menyembah.” Sebenarnya dia tidak bermaksud menyembah. Herodes tahu ini menjadi kompetitornya, pesaingnya, yang bisa memaksa dia turun dari takhtanya. Dengan diam-diam, dia tahu, dia tidak akan melakukan itu secara terbuka, karena akan membangkitkan pemberontakan masyarakat Yahudi yang menantikan Messiah atau Mesias.  Dan mereka diperingatkan dalam mimpi supaya jangan kembali kepada Herodes, maka mereka pulang melalui jalan lain.

Didorong oleh kerinduan mereka, bertemu dengan Anak itu, maka mereka harus mengorbankan waktu, harta, tenaga, bahkan juga nyawa. Bukan tidak mungkin di perjalanan akan bertemu dengan perompak padang pasir dan orangorang jahat. Tetapi mereka begitu merasa membutuhkan bertemu raja itu, apa pun yang terjadi, karena mereka yakin itu raja orang Yahudi. Pertanyaan untuk kita hari ini, seberapa kita sebenarnya tertarik bertemu dengan Tuhan Yesus? Seberapa kita sungguh-sungguh rindu bertemu dengan Tuhan Yesus? Tentu kisah ini secara kiasan memberi pelajaran kepada kita. Orang yang sungguh-sungguh berniat—berminat dengan kenekatan tertentu—pasti bisa menjumpai Yesus.

Yesus akan datang kembali, namun bukan lagi sebagai bayi kecil, melainkan sebagai Raja, sebagai Tuan.  Ironis, banyak orang belum siuman bahwa hidup ini singkat dan tragis. Apalagi kalau ekonomi kuat, relasi kuat, tubuh sehat, semua berjalan dengan baik. Yang tentu semua itu bisa menjadi alat kuasa kegelapan “meninabobokan” kita. Sehingga kita tidak merasa membutuhkan dunia lain, padahal dunia kita hidup hari ini akan berakhir dan ada ujungnya. Mengerikannya, bukan hanya singkat, tetapi kita tidak tahu kapan berakhir. Dan setelah berakhir, bukan selesai, tapi ada kelanjutan sebab manusia harus memperhadapkan dirinya di hadapan Tuhan, Raja kita, Tuhan Yesus Kristus karena penghakiman diserahkan oleh Allah Bapa kepada Tuhan Yesus.

Kita harus sangat serius memperkarakan hal ini, apakah kita sudah benar-benar benar di mata Allah? Ukurannya bukan berangkat dari perasaan kita, tapi berangkat dari perasaan Allah, sebab Allah yang mesti mengesahkan, apakah kita sudah melakukan kehendak-Nya, dan itu membangkitkan kesukaan di hati Tuhan?  Di Matius 7:21 Yesus berkata, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.” Siapa yang melakukan kehendak Bapa? Yesus! Standar melakukan kehendak Bapa adalah Yesus, yang karenanya Bapa berkata, “Ini anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan.” tidak ada ukuran lain, ukurannya hanya Yesus.

Sejujurnya, kita sering tidak serius dan tidak memperkarakan hal ini; apakah benar di dalam perasaan Bapa, kita sudah melakukan kehendak-Nya? Apakah kita telah memenuhi selera Allah Bapa dengan melakukan kehendak Bapa seperti Yesus?  Kalau orang Majus menemui Yesus dan memperolehnya dengan pengorbanan waktu, tenaga, harta, bahkan nyawa, apakah kita juga sungguh-sungguh menemukan Tuhan dengan segala pengorbanan? Menemukan Tuhan di sini bukan hanya menjadi Kristen dan mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Kalau kita belum mengenakan hidup-Nya Yesus, seperti yang dikatakan di Filipi 2:5-7, belum sepikiran dan seperasaan dengan Yesus, berarti kita belum menemukan Dia. Orang yang memiliki Tuhan adalah orang yang memiliki karakter-Nya. Kita tidak memiliki karakter-Nya, berarti kita tidak menemukan Tuhan. Malang dan bodohnya, banyak orang Kristen merasa sudah menemukan Tuhan karena beragama Kristen. Orang yang menemukan Tuhan akan membuat orang lain pun menemukan Tuhan di dalam hidupnya. Dibutuhkan perjuangan berat, pengorbanan waktu, tenaga, uang atau apa pun. Dan itulah yang dimaksud dengan “jalan lain.”

Tidak sedikit orang Kristen merasa sudah punya jalan lain, padahal jalannya sama seperti jalan dunia. Kalau seseorang rajin ke gereja, itu belum jaminan bahwa dia punya jalan lain. Kalau seorang menjadi aktivis jemaat, belum tentu dia sudah terbilang memiliki jalan lain. Kalau seorang menjadi pendeta, belum tentu dia sudah dikategorikan sebagai melalui jalan lain. Melalui jalan lain hanya satu ukurannya yaitu mengenakan hidup-Nya Tuhan Yesus.

Orang yang menemukan Tuhan akan membuat orang lain pun menemukan Tuhan di dalam hidupnya.