Pernahkah kita membayangkan, betapa dahsyatnya detik akhir kita menghembuskan nafas? Yang mana kita tidak tahu kapan. Dan setelah itu kita akan menghadap takhta pengadilan Tuhan. Kita harus mengingatkan diri kita sendiri mengenai realitas ini sehingga kita selalu mengarahkan hidup kita untuk menemukan Sang Kekasih Abadi. Banyak orang tidak memperkarakan dengan serius, apakah dirinya sudah menemukan kekasih abadi ini atau belum. Mereka merasa bisa ditunda, atau bisa menggumulinya di lain waktu. Kalau seseorang belum merindukan Dia, berarti ia belum sampai pada titik menemukan Kekasih Abadi. Sebab orang yang tidak merindukan Tuhan, belum layak menjadi kekasih Tuhan.
Apa yang diajarkan kepada kita, selama ini kepalsuan, seakan-akan orang Kristen boleh hidup wajar, seperti manusia lain. Manusia saja, kalau punya kekasih—apalagi menjadi pasangan hidup—tidak ingin hatinya dibagi secuil pun untuk orang lain. Demikian pula Allah yang layak kita junjung tinggi. Mestinya, kita hanya merindukan Dia. Jadi masalahnya, mengapa orang tidak merindukan Tuhan? Jika kita masih memiliki ikatan-ikatan dunia, berarti dia belum habis. Kita berusaha untuk habis, tapi itu tidak mudah. Orang yang giat setiap pagi berdoa, belum tengah malam bangun untuk berdoa, senekat itu, masih merasa belum habis rasanya, ada yang belum habis.
Kalau kita tidak merindukan Tuhan, berarti ada yang belum habis; masih ada kesenangan. Apakah itu berupa materi, sanjungan, kehormatan dan yang paling merusak kalau ada dosa. Karena dosa itu mematikan total kerinduan kita akan Tuhan. Ketika kita melakukan dosa dan menikmati dosa itu, pasti tidak ada kerinduan kita akan Dia. Jadi kalau seseorang tidak memiliki kesucian yang tinggi, dia tidak punya kerinduan yang tinggi juga. Menjadi kekasih abadi Tuhan berarti kita harus habis, tidak boleh punya kesenangan apa pun, dan jangan berbuat dosa. Kedengarannya ini ekstrem, tetapi ini wajar.
Kita berdiri di pihak Bapa, Elohim Yahweh. Kita berdiri di samping Yesus dan mengenakan hidup-Nya sebagai kehormatan kita, sujud, hormat, dan pengabdian kita kepada Tuhan Yesus. Kita harus terus giat, segiat-giatnya untuk menumbuhkan kehidupan rohani yang benar ini. Kalau kita menghormati Allah, maka kita tidak akan membagi hati kita kepada apa pun dan siapa pun. Firman Tuhan mengatakan, “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku,” artinya kita jangan sujud menyembah, mengabdi, memuja, dan menjadikan sesuatu sebagai kesenangan. Seorang pria memuja dan mencintai seorang wanita, atau sebaliknya, karena ia membutuhkan dan merasa diisi. Demikian pula kita untuk Tuhan.
Kita bisa mencontoh bagaimana Abraham memuja Elohim Yahweh, tidak ada keraguan terhadap Dia walaupun melewati keadaan-keadaan sulit, seakan-akan Allah melupakan janji-Nya. Sampai ketika dia harus mempersembahkan anaknya, Ishak, dia melakukannya. Kalau kita tidak meragukan Bapa di surga, Elohim Yahweh, dan mengenakan sepenuhnya hidup Yesus, kita habis di situ, sebab pasti tidak ada kesenangan dunia yang bisa masuk dalam hidup kita. Tidak ada kebanggaan terhadap sesuatu, tidak ada keinginan dihormati, karena Yesus memberikan contoh teladan bagaimana Ia mengosongkan diri dan taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib. Menjadi kekasih abadi Allah itu, luar biasa. Mari kita kenakan hidup Yesus, sebab dengan cara itu kita mencintai dan menghormati Bapa di surga. Namun di satu sisi, kuasa kegelapan luar biasa bekerja. Dalam hal ini, bukan ilmu teologi yang kita perlukan, melainkan bagaimana Roh Kudus bicara kepada kita setiap hari, dan itu yang harus memenuhi kita. Sebab kalau soal jangan membunuh, jangan berzina, jangan mencuri, tidak perlu kita dengar suara Roh Kudus. Karena kita sudah bisa membaca dan telinga kita mendengar larangan seperti itu, dan agama lain pun mengajarkannya. Tapi dalam setiap perkara, dari setiap persoalan-persoalan hidup yang kecil, yang sederhana, di situlah kita mendengar suara Roh Kudus.
Menjadi kekasih Tuhan berarti tidak memberi ruangan untuk siapa pun dan apa pun. Hidup kita harus sungguh-sungguh kita arahkan hanya untuk menjadi kekasih Allah, The Lord is The World. Tuhan adalah satu-satunya dunia kita. Dan Roh Kudus yang ditaruh dalam diri kita adalah Roh Allah, dan Dia akan bicara terus untuk memenuhi pikiran kita dengan kekudusan-Nya. Jadi, kalau Bapa di surga berkata, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus,” maka secara implisit Bapa berkata, “Jadilah kekasih-Ku.” Sebab tanpa kekudusan, seseorang tidak mungkin bersekutu dengan Allah.
Kalau seseorang belum merindukan Dia, berarti ia belum sampai pada titik menemukan Kekasih Abadi.