Skip to content

Menempatkan Diri secara Benar

Banyak manusia yang semakin tidak takut akan Allah. Mata hati mereka semakin buta dan pikiran mereka semakin gelap, sehingga tidak memahami sama sekali tatanan kehidupan sebagai mahkluk ciptaan yang harus hidup hanya untuk menyukakan hati Allah. Mereka tidak menghayati bahwa keberadaan mereka ada yang menciptakan. Dengan pikiran ini, mereka merasa Allah tidak ada atau tidak perlu ada. Kalau seseorang sudah menyangkal keberadaan Allah, maka perbuatan mereka pasti tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Banyak orang Kristen sendiri juga tidak menyadari bahwa yang seharusnya terus-menerus dihayati adalah hidup sebagai makhluk ciptaan yang menyukakan hati Allah. Jika seseorang menghayati hal ini secara benar, pasti ia akan bertindak bijaksana. 

Orang yang belum menghayati hal ini adalah manusia yang tersesat, walaupun ia beragama. Banyak orang yang sebenarnya masih dalam keadaan sesat ini. Hendaknya kita tidak berpikir kalau sudah pergi ke gereja, mengambil bagian dalam kegiatan gereja, menjadi aktivis, bahkan menjadi pendeta, berarti sudah bisa menghayati dirinya sebagai makhluk ciptaan yang hidup hanya untuk kesukaan hati Allah. Banyak orang Kristen tersesat dalam hal ini, tetapi mereka merasa tidak tersesat karena mereka sudah ada di lingkungan tembok gereja. Bagi mereka, yang tersesat adalah orang-orang yang hidup di lingkungan pelacuran dan perzinaan, meja judi dan narkoba, korupsi dan manipulasi jabatan, serta berbagai pelanggaran moral lainnya yang pantas dijebloskan ke dalam penjara pemerintah dunia. Banyak orang yang memang bermoral sangat baik dan hidup dalam kesantunan di mata manusia, tetapi belum mampu menghayati dirinya sebagai mahkluk ciptaan yang hidup hanya untuk kesukaan hati Allah.

Orang yang belum bisa menghayati dirinya sebagai mahkluk ciptaan yang hidup hanya untuk kesukaan Allah, pasti masih bertindak seolah-olah sebagai raja dalam kehidupannya sendiri. Ia merasa bebas memiliki keinginan, dan bebas melakukan segala sesuatu yang menurutnya tidak menyalahi hukum. Memang tindakan-tindakannya tidak menyalahi hukum, tetapi belum hidup sebagai makhluk ciptaan yang hidup untuk kesukaan hati atau perasaan Allah. Banyak orang Kristen berkeadaan seperti ini, tetapi mereka merasa sudah hidup sesuai dengan kehendak Allah. Kalau pengertian mereka belum terbuka, selamanya mereka tidak pernah menjadi umat pilihan yang benar. Orang-orang seperti ini pada dasarnya belum dapat melayani Allah. Allah hanya dijadikan alat bagi mereka untuk kesenangan pribadi. Sebenarnya, pada dasarnya, pelayanan bertujuan agar jemaat dapat menghayati dirinya sebagai mahkluk ciptaan yang hidup hanya untuk kesukaan Allah semata-mata. 

Ketika firman Allah mengatakan bahwa semua manusia telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah, di sini manusia sudah menjadi makhluk yang tidak mampu menghayati dirinya sebagai ciptaan, yang diciptakan hanya untuk kesukaan hati Allah (Rm. 3:23). Kerusakan manusia mengakibatkan keadaan manusia tidak lagi seperti maksud semula manusia diadakan atau diciptakan. Manusia tidak lagi mampu selalu bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan. Sebagai akibatnya, manusia kehilangan kemuliaan Allah. Manusia tidak mampu menghayati dirinya makhluk ciptaan yang hidup hanya untuk menyukakan hati Penciptanya. Keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus bermaksud mengembalikan manusia kepada maksud tujuan manusia diciptakan. Hal ini sama dengan bahwa manusia hendak dikembalikan ke rancangan semula Allah, yang akhirnya mampu menghayati dirinya sebagai mahkluk ciptaan, yang hidup hanya untuk kesukaan hati Allah. Jika demikian, manusia baru bisa menempatkan diri di hadapan-Nya secara benar. 

Banyak orang Kristen masih sesat karena merasa bahwa dirinya sudah selamat, padahal mereka belum menempatkan diri secara benar di hadapan Allah. Mereka belum mengerti kebenaran, bahwa seseorang bisa dikatakan selamat kalau bisa menempatkan diri secara benar di hadapan-Nya. Jika seseorang belum menempatkan diri secara benar di hadapan-Nya, itu berarti belum mencapai perbaikan sampai pada taraf yang kehendaki oleh Allah. Oleh sebab itu, kita tidak boleh merasa puas diri dengan tingkat kerohanian yang telah kita capai. Kita harus selalu merasa miskin di hadapan Tuhan, artinya selalu merasa bahwa kita belum menjadi manusia seperti yang dikehendaki oleh Allah. 

Bagi umat pilihan, hidup di bumi ini hanya untuk memperbaiki diri agar dilayakkan masuk ke dalam kehidupan akan datang, yang adalah hidup sesungguhnya, yaitu jika bisa menempatkan diri dengan benar di hadapan-Nya. Banyak orang yang menghabiskan umur hidupnya di bumi hanya untuk studi, karier, bisnis, uang, harta, kehormatan, membangun keluarga, dan berbagai cita-cita serta keinginannya sendiri. Mereka lebih tertarik dengan bayak urusan fana dunia ketimbang urusan mengenai proses dipulihkannya manusia pada maksud penciptaan, yaitu menjadi manusia yang mampu menempatkan diri secara benar di hadapan-Nya.