Berbicara mengenai kematian, bagaimana perasaan kita ketika ada di ujung maut? Kita bisa menghayati dan baru menyadari bahwa yang kita butuhkan ternyata hanya Tuhan. Memang manusia seiring dengan perjalanan waktu, usia meninggi, tidak bisa lagi menikmati hidup karena kondisi fisik. Umumnya orang mulai menyadari bahwa tidak ada kenikmatan dalam hidup ini. Makan dibatasi, banyak pantangan, sakit-sakitan, tidak lagi bisa menikmati seks seperti ketika muda, mudah lelah, dan lain sebagainya. Manusia dikondisi demikian, dan semestinya itu merupakan alarm; peringatan bahwa pada akhirnya tidak ada yang kita butuhkan selain Tuhan.
Kira-kira apa yang paling kita sesalkan ketika di ujung maut? Apakah gagal mencapai gelar, tidak memiliki pasangan hidup, tidak punya anak, tidak memiliki popularitas, atau apa? Saat tersadar di ujung maut ternyata yang kita butuhkan hanya Tuhan, maka yang paling bisa disesali yaitu tidak meneguk Tuhan sebanyak-banyaknya atau tidak dipenuhi Tuhan. Sangat mungkin orang memiliki target-target dalam hidup. Bagi pendeta, target dalam pelayanan. Tetapi, tidak berusaha memiliki target bagaimana dipenuhi oleh Tuhan.
Seseorang tidak akan dapat melakukan kehendak Bapa, kalau dia tidak dipenuhi oleh Tuhan. Dipenuhi oleh Tuhan artinya dipenuhi oleh Roh Kudus. Orang yang tidak dipenuhi Tuhan, tidak mungkin melakukan kehendak Tuhan dengan benar. Kita sebagai umat pilihan bukan hanya dikehendaki untuk melakukan hukum, menjadi orang baik, tetapi melakukan kehendak Tuhan artinya sepikiran, seperasaan dengan Allah. Filipi 2:5 mengatakan, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus.” Melakukan kehendak Tuhan bisa terjadi di dalam kehidupan orang yang dipenuhi oleh Tuhan.
Standar orang yang ditebus oleh darah Yesus yaitu harus dipenuhi oleh Tuhan. Firman Tuhan mengatakan, “Tubuhmu bait Roh Kudus,” Roh Kudus diam di dalam tubuh kita, artinya dipenuhi oleh Roh Kudus. Tubuh kita bukan bagian dari bait Roh Kudus, tetapi bait Roh Kudus. Tuhan tidak menghendaki diduakan. Tuhan seluruhnya atau tidak usah sama sekali. “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, dan kekuatan;” segenap. Jiwa, pikiran, dan ruangan hidup kita harus hanya dipenuhi oleh Tuhan.
Hal ini benar-benar mustahil, jika Tuhan tidak menuntun kita. Dari kecil, dunia telah melatih kita untuk memiliki kesenangan-kesenangan yang membangun selera jiwa. Umumnya, orang menggerakkan hidupnya untuk memenuhi selera-selera itu yaitu memenuhi kesenangan-kesenangan. Manusia telah dicemari dengan selera-selera dunia. Bahkan, berurusan dengan Tuhan pun demi selera-selera atau kesenangan-kesenangan. Kalaupun menyanyi “Seperti rusa merindukan sungai yang berair, jiwaku merindukan Engkau, jiwaku haus akan Engkau,” itu kehausan palsu; kehausan yang masih terdistorsi atau belum murni, belum bersih, belum tulus.
Kita punya gairah-gairah yang palsu: mulut besar, tetapi hati kosong, pikiran kosong. Mengapa demikian? Karena kurang berdoa! Tidak bersentuhan dengan Tuhan. Setinggi apa pun ilmu dan pengalaman kita, jika tidak berdoa, tidak bersentuhan dengan Tuhan, pasti kita sesat. Tetapi Tuhan di dalam kemurahan dan kesabaran-Nya, mengerti dan menerima untuk orang Kristen yang baru. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu dan meningginya usia, mestinya bejana hati kita kosong dari segala keinginan dan selera, supaya Tuhan memenuhi kita.
Tuhan itu baik. Bayangkan kalau orang makin tua makin banyak makan, makin berselera, makin nafsu, pasti makin rusak. Bersyukurlah, diberi alarm Tuhan supaya sadar bahwa akhirnya yang dibutuhkan hanya Tuhan. Betapa indahnya yang masih muda. Walaupun muda, masih punya nafsu, gairah, kedagingan, tetapi bisa memadamkannya dan mengosongkan bejana hidup dari semua yang Allah tidak kehendaki, dan memiliki kehausan yang murni akan Tuhan.
Tuhan merasakan apakah kita memiliki kehausan yang murni terhadap Tuhan atau tidak. Persoalannya, apakah Tuhan menikmati kita? Kita sering tertipu oleh diri sendiri. Maka, kita harus sibuk memeriksa diri, masih adakah sesuatu yang salah dalam diri kita, bukan mengoreksi orang lain. Biar orang lain, urusannya dengan Tuhan. Kalau kita bersentuhan dengan Tuhan, kita akan menemukan selera yang kudus. Kita harus bersih, kita berkemas-kemas. Jangan punya kesenangan-kesenangan atau hobi-hobi apa pun selain Tuhan. Apa pun yang kita upayakan, itu bukan nilai diri kita. Bukan demi nilai, prestise, pengakuan. Pengakuan jadi orang sukses, jadi orang berhasil, atau sebagai pemimpin yang baik.
Mestinya semakin hari kita bisa mewujudkan apa yang dikatakan pemazmur, “Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” Seberapa banyak Tuhan bisa menikmati kita, tergantung seberapa banyak kita menikmati Tuhan. Seberapa banyak kita bisa menikmati Tuhan, tergantung seberapa kosong jiwa kita dari segala kesenangan dunia. Bagaimana Dia bisa menikmati kita senikmat-nikmatnya, tergantung seberapa kita menikmati Dia semanis-manisnya. Supaya bisa menikmati Tuhan semanis-manisnya, selezat-lezatnya, maka kita harus melepaskan semua kesenangan, dan hanya menikmati Tuhan. Kita akan sangat menyesal kalau di ujung maut nanti, kita tidak meneguk Tuhan sebanyak-banyaknya, tidak dipenuhi Tuhan sebanyak-banyaknya.
Kita akan sangat menyesal kalau di ujung maut nanti, ternyata kita tidak meneguk Tuhan sebanyak-banyaknya, tidak dipenuhi Tuhan sebanyak-banyaknya.