Skip to content

Meneguk Air Kehidupan

Alkitab menunjukkan bahwa Tuhan itu dapat digambarkan seperti air. Di dalam Mazmur 42, firman Tuhan mengatakan, “Seperti rusa yang merindukan sungai yang mengalir, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?” Di sini Allah digambarkan sebagai air. Dan di dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus mengemukakan pernyataan yang sering atau pasti pernah kita dengar, “Akulah air kehidupan.” Ini berarti, harus ada realitas yang kita alami dalam hidup, artinya kita bukan saja bersentuhan dengan Allah, mengalami Allah, tetapi juga meneguk sehingga kita dapat menikmati Dia; menikmati Allah

Dalam realitas kehidupan—bukan dalam fantasi—rusa adalah binatang yang lemah dan bagi rusa air bukanlah suplemen, melainkan sumber kehidupan. Mekanisme ini harus kita alami. Bukan hanya menjadi pengetahuan di dalam pikiran, lalu berfantasi bahwa kita seperti rusa yang merindukan sungai yang berair. Kita nyanyikan, berfantasi dalam beragama atau ber-Tuhan. Pada dasarnya, orang yang berfantasi, tidak ber-Tuhan dengan benar. Mari kita benar-benar memperkarakan hal ini. Kita harus memiliki perasaan risau, perasaan galau yang digambarkan dengan kata “haus.” Kata “haus” menunjukkan kefrustrasian fisik. Sebagaimana tubuh kita kalau haus, tubuh kita stres. Kalau tubuh tidak haus atau tidak mau makan sampai tidak bisa makan, berarti orang itu sakit. Ini mekanisme metabolisme tubuh yang baik. 

Demikian pula kehidupan manusia yang sehat rohaninya, pasti ada sinyal di dalam dirinya untuk menemukan ‘sesuatu’ yang dapat memuaskan dahaga jiwanya. Ini metabolisme kehidupan rohani yang sehat. Jangan seperti kisah di Lukas 12, orang kaya yang melihat hartanya bertambah banyak, lalu dia mau membangun gudang lebih besar supaya dia bisa menyimpan harta bendanya, lalu berkata, “Hai, jiwaku, ada padamu banyak barang. Senangkan dirimu.” Ini sesat. Jiwanya tidak akan dapat diisi oleh barang-barang itu. Jiwa manusia seperti sumur yang tidak memiliki dasar. Yang diisi oleh apa pun, akan selalu kurang. Hanya ada satu yang dapat menjawab kehausan jiwa, yaitu Allah. 

Pencipta mobil mendesain bahwa mesin kendaraan—dalam hal ini mobil—harus diisi bensin atau solar; tidak didesain diisi air. Kalau diisi air, mesinnya akan rusak, tidak jalan. Jiwa kita tidak bisa diisi oleh apa pun; telah dikunci oleh Sang Khalik, yaitu Tuhan semesta alam, bahwa yang dibutuhkan hanyalah Tuhan. Kalau jujur melihat diri sendiri, apakah kita memiliki kehausan akan Allah? “Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup,” bukan Allah yang hanya dibicarakan, bukan difantasikan, tetapi Allah yang dialami. Kalau sekarang ini kita belum memiliki kehausan yang pantas, kita harus segera sadar dan mulai membangun kehausan itu.

Banyak jiwa yang sudah sesat, yang ditandai dengan kehausan terhadap sesuatu yang dapat disediakan oleh dunia. Kuasa kegelapan pasti berusaha untuk menyesatkan, menunjukkan keindahan dunia sebagai solusi untuk menjawab kehausan jiwa manusia. Seperti dalam Lukas 4, ketika Tuhan Yesus dibawa ke atas tempat yang tinggi dan ditunjukkan kepada-Nya kemuliaan, keindahan dunia. Tetapi tentu Tuhan Yesus tidak mau mengingini dunia. Mengingini dunia sama dengan menyembah Iblis. Kita memiliki jiwa yang sudah telanjur rusak. Tetapi, kalau kita mendengar Firman kebenaran ini dan dengan rendah hati menyambutnya dan mulai membenahi diri, maka Roh Kudus pasti akan menolong untuk kesembuhan jiwa kita. 

Jangan sampai kita meninggal dunia sebelum meneguk Allah sebagai air kehidupan, karena disesatkan. Seperti yang kita baca kisah orang kaya yang sesat pikirannya, dia pikir jiwanya bisa dipuaskan dengan kekayaan. Lalu firman Tuhan mengatakan, “Ia mati dalam kemiskinan. Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.” Kisah lain di Lukas 16 menuliskan, “Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus. Dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan.” Ini metabolisme kehidupan rohani yang rusak. Banyak orang seperti ini yang dipuaskan oleh pakaian, perhiasan, apa pun yang dapat dikenakan dan bersuka ria dalam kemewahan. Sehingga kehausan yang benar, kehausan yang kudus yang seharusnya dia miliki, tidak dia rasakan karena tenggelam dalam kehausan yang salah.

Ayat selanjutnya, “Sementara ia menderita sengsara di alam maut, ia berseru. Katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus supaya mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku.” Ini pasti bukan air mineral. Dia sudah mati, dia tidak memiliki fisik. Ini jiwanya yang kosong karena belum meneguk air kehidupan. Jadi, jangan sampai kita meninggal sebelum meneguk Tuhan dan memiliki metabolisme kehidupan rohani yang baik. Kita harus meneguk Tuhan dan menikmati-Nya. Apa yang diteguk dari Tuhan? Spirit-Nya, gairah-Nya; itulah kebutuhan kita. Meneguk Tuhan artinya kita mendapatkan gairah-Nya, pikiran-Nya, perasaan-Nya, yang membuat karakter kita sekarakter dengan Allah. 

Jangan sampai kita meninggal dunia sebelum meneguk Allah sebagai air kehidupan.