Allah hadir di dalam hidup kita sebagai Bapa yang mendidik. Kita melihat, banyak orang Kristen yakin tidak yakin bahwa Allah itu ada. Buktinya, mereka takut menghadapi masalah, masih berani berbuat dosa, takut mati, dan sebagainya. Itu adalah ciri-ciri orang yang belum berjumpa dengan Tuhan; tidak mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara benar, pasti juga tidak mengalami proses. Perjumpaan dengan Tuhan pasti mempunyai maksud. Kalau hanya mukjizat, kita tidak mengalami perubahan. Bukan itu maksud kebersamaan Tuhan dengan kita. Kebersamaan Tuhan dengan kita adalah kebersamaan Bapa yang mendidik. Allah mencukupi, Bapa di surga tahu apa yang kita butuhkan. Kebersamaan dengan Allah di dalam Roh Kudus adalah kebersamaan yang mendidik.
Kita harus mengerti bahwa hidup kita sekarang ini adalah persiapan untuk kehidupan yang akan datang (kekekalan), tidak ada tujuan lain. Hidup ini sekolah, yang tujuannya agar kita layak dimuliakan bersama dengan Tuhan. Maka, Allah hadir untuk mendidik kita. Bagaimana seseorang bisa mengalami perubahan secara benar, signifikan, dan berarti, kalau dia tidak melihat maksud Tuhan di balik semua peristiwa? Padahal, peristiwa-peristiwa hidup yang Tuhan sediakan merupakan berkat bagi kita, namun tidak kita tangkap. Karena pikiran kita tidak mengaitkan itu dengan Tuhan dan maksud-maksud-Nya mendewasakan kita.
Tujuan hidup kita hanya mau berkenan kepada Allah; sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus. Layak dimuliakan bersama Yesus, menjadi mempelai Tuhan. Kalau tidak begitu, kekristenan kita lumpuh, bohong. Bukan kekristenan yang benar; itu palsu, gadungan. Fokus kita tidak boleh terbagi untuk yang lain. Fokus kita harus Tuhan. Dunia kita hanya Tuhan dan apa yang Dia kehendaki dalam hidup kita. Kita mau menjadi manusia seperti yang Dia inginkan. Seperti seorang di tangan Sang Pemahat, kita dipahat menjadi patung atau bejana yang bagus, tetapi kita harus menurut. Hal itu memuaskan hati Allah.
Sejatinya, mencari Tuhan itu lebih sulit dari mencari apa pun. Tetapi ada orang yang berkata, “Mencari Tuhan itu mudah. Yang sulit itu bisnis, banyak masalahnya; ada kompetitor, dan lain sebagainya. Kalau ketemu Tuhan, mudah. Pakai gitar, nyanyi, bisa bertemu.” Apakah Tuhan bertemu kita, hanya untuk dipuji? Ia adalah Bapa yang mendidik. Perjumpaan itu mestinya setiap saat, lewat setiap peristiwa hidup. Ibrani 12:4 mengatakan, “Dalam pergumulan kamu melawan dosa, kamu belum sampai mencucurkan darah,” artinya kita belum sampai habis-habisan, belum segenap hati. Kalau kita membaca ayat yang kedua, mestinya targetnya yaitu memiliki iman yang sempurna seperti Yesus; penurutan, ketaatan kepada Bapa seperti cara hidup Tuhan Yesus.
Dalam ayat 5 dikatakan, “Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya.” Di balik kalimat ini, ada satu kebenaran bahwa urusan Tuhan untuk kita adalah mendidik dan mengubah. Pasti Tuhan mencukupi kebutuhan jasmani kita. Tetapi yang luar biasa adalah ketika kita merasakan, mengalami kehadiran Allah yang mendidik. Lanjut, ayat 6 mengatakan, “Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak;” menyesah artinya memukul berulang-ulang. Tiada henti Tuhan mendidik kita.
Ibrani 12:7, “Jika kamu harus menanggung ganjaran, Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak tetapi anak-anak gampang.” Pendidikan memang menyakitkan, tetapi kalau sampai kita merasakan sakitnya didikan dan mengerti maksudnya, artinya kita mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Entah pendidikan itu mau membuat kita rendah hati, lebih jujur, dan lain-lain, kita mengalami Tuhan di situ.
Ayat ke-8, “Selanjutnya dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?” Kata “hidup” di sini adalah zoe, hidup yang berkualitas. Orang yang benar-benar mengalami Tuhan, hidupnya pasti luar biasa. “Luar biasa” itu tidak harus terkenal. Selanjutnya dalam ayat 9, “Sebab orang tua kita mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.” Kesucian yang berstandar Allah.
Kalau suatu hari pengetahuan seseorang lengkap, ia melihat standar kesucian yang harus dicapai, keagungan karakter yang mestinya dimiliki, maka akan sangat menyesal jika tidak mengusahakannya sejak di bumi. Karena, Tuhan membuat proses pendidikan yang begitu luar biasa, tetapi dilewatinya karena sibuk dengan banyak hal yang membuatnya tidak mengalami perjumpaan dengan Tuhan sebagai Guru. Tuhan bertemu bukan hanya untuk dipuji, bukan hanya untuk memberikan berkat, tetapi kehadiran-Nya mendidik kita.
Urusan Tuhan untuk kita adalah mendidik dan mengubah.