Yohanes 10:3-4, “Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar. Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.”
Ada satu karakteristik domba yang ada di Israel, yaitu mengenal suara gembalanya. Jadi, kalau ada lima gembala berkumpul, dan domba-domba mereka bercampur, bagaimana untuk memisahkan domba-domba tersebut? Masing-masing gembala memiliki suara yang dikenal oleh domba-dombanya. Tuhan Yesus mengangkat ini sebagai perumpamaan ketika Yesus berbicara mengenai gembala yang baik. Sekarang yang kita persoalkan adalah bagaimana caranya untuk menjadi domba yang baik? Di Yohanes 10:3-4 dikatakan bahwa domba yang baik adalah domba yang mendengar dan mengenal suara gembalanya.
Sekarang pertanyaannya, bagaimana kita bisa memiliki pengalaman mengenal suara Sang Gembala? Bagaimana kita bisa membedakan antara suara Tuhan dan bukan suara Tuhan? Ini pertanyaan yang bagus yang harus serius kita perkarakan, karena kita tidak bisa dan memang tidak boleh berhenti mendengar suara Tuhan. Tuhan menghendaki kita selalu mendengar suara-Nya. Sebab kalau kita tidak mendengar suara-Nya, artinya kita bisa terpisah dari Gembala. Ingat, selain Gembala yang baik, ada gembala yang jahat, yang mau menuntun manusia ke dalam kegelapan abadi; terpisah dari Allah. Ingat, kuasa kegelapan tidak pernah berhenti bekerja.
Jadi, bagaimana kita bisa memiliki kepekaan untuk mendengar suara Tuhan? Hal penting yang harus kita ingat adalah bahwa Tuhan tidak pernah berhenti berbicara. Begitu kita bangun tidur, kita memasuki hari yang baru, kita menjalani persoalan demi persoalan, pergumulan demi pergumulan, pasti ada suara Tuhan yang mesti kita dengar. Suara Tuhan akan menuntun setiap kita bagaimana bertindak dan mengambil keputusan. Memang, sering kali kita gagal, karena kita merasa Tuhan tidak ada, atau Tuhan meninggalkan kita. Hal itu bisa terjadi karena kita tidak memasang telinga rohani kita untuk mendengar apa yang Tuhan kehendaki di dalam hidup kita. Tentu di sini kita perlu latihan. Kita harus percaya bahwa Tuhan pasti hadir di dalam hidup kita, pasti menyertai kita. Tuhan pasti menuntun kita agar kita tidak salah mengambil keputusan.
Bagaimana kita bisa membedakan suara Tuhan dan bukan suara Tuhan? Yang pertama, kita harus memiliki bangunan berpikir yang benar. Untuk memiliki bangunan berpikir yang benar, maka kita harus mendengar firman yang benar sehingga kita memiliki kecerdasan rohani. Bagi para hamba Tuhan, ingat, betapa besar tanggung jawab kita! Kita bukan hanya bisa bicara di mimbar, menyampaikan apa yang menurut kita patut disampaikan, tetapi kita harus mendengar apa yang Tuhan kehendaki untuk kita sampaikan. Seorang pembicara mutlak sekali harus bisa mendengar suara Tuhan, sehingga benar-benar mengerti apa yang harus dikhotbahkan. Maka, setiap hari harus hidup di dalam kekudusan dan kesucian. Supaya jemaat menangkap kebenaran yang benar-benar dari hati Tuhan dan itu mencerdaskan pikiran mereka, membangun kecerdasan rohani atau spiritual quotient.
Coba kita serius perhatikan, ada orang-orang Kristen yang dari kecil Kristen, bahkan menjadi pendeta, tetapi tidak punya kecerdasan. Bagaimana kita dapat tahu hal itu? Hal itu terlihat dari keputusan-keputusan hidupnya yang menyakiti dan merugikan sesama. Orang seperti ini pasti tidak mendengar suara Gembala. Tindakan yang melukai atau menyakiti sesama merupakan ciri dari orang yang tidak diurapi Roh Kudus. Orang tua yang memiliki kecerdasan, akan menuntun dia bagaimana menasihati anak-anak. Jika jemaat datang ke gereja mendengar firman yang benar, maka akan membangun iman mereka. Bagi kita yang sungguh-sungguh haus dan lapar akan kebenaran, artinya rindu menjadi orang yang berkenan kepada Allah, pasti dipertemukan dengan hamba-hamba Tuhan yang sejati.
Jadi, bagi hamba-hamba Tuhan, mari sungguh-sungguh untuk hidup suci. Jangan ucapkan kata-kata yang tidak perlu dan berbuat salah. Sampaikanlah firman yang sesuai dengan apa yang Roh Kudus kehendaki dan jemaat perlu untuk mendengarnya. Hal itu akan membangun kecerdasan rohani dan kecerdasan rohani inilah yang memampukan kita untuk dapat membedakan antara suara Tuhan dan bukan. Jangan lagi kita hidup sembrono.
Tindakan yang melukai atau menyakiti sesama merupakan ciri dari orang yang tidak mendengar suara Gembalanya.