Dosa yang kita lakukan, menciptakan kehausan dalam diri kita. Kalau kita biasa menikmati kemarahan, maka kita harus marah setiap hari atau saat-saat tertentu. Kalau dosa itu adalah materialisme, maka pikiran kita tertuju kepada uang. Kita selalu mau menambah jumlah uang. Tidak salah menambah jumlah, tetapi jangan jadi kehausan. Seperti orang biasa minum manis, tidak bisa minum tidak manis. Kebiasaan judi, sampai kita tidak bisa tidak berjudi. Kalau itu melekat di dalam jiwa dan terkait dengan metabolisme tubuh—seperti rokok, narkoba, dan seks—itu lebih berat. Kita akan selalu mencari objek untuk memuaskannya, demi menghilangkan kehausan itu. Maka, kita harus memutuskan siklus dan habitat itu.
Sebaliknya, kita harus membangun satu kehausan yang kudus. Kehausan akan Tuhan yang pasti disertai dengan kerinduan untuk hidup suci. Maka, kita harus mengubah habitat hidup kita yang sekarang ini. Kita paksa DNA kita untuk berubah. Roh Kudus pasti menolong kita. Maka, cara berpikir kita harus diubah. Itu yang namanya metamorphoste, yang dikatakan dalam Roma 12:2 sebagai perubahan pikiran. Kita harus meremukkan, merobohkan tembok-tembok di dalam pikiran agar terjadi metamorphoste. Namun, hal ini hanya terjadi bagi mereka yang rendah hati. Kalau kita keras kepala, kita akan tetap kembali di kubangan itu. Ubahlah habitat dan selera kita.
Doa pagi merupakan salah satu sarana untuk mengubah habitat. Kita bisa merasakan hadirat Tuhan. Sampai kita tidak bisa hidup di tengah-tengah orang yang bicara kotor, bikin gosip, suka berjudi dan dosa lainnya. Kalaupun karena bisnis, kita hanya sebatas kolega, tetapi tidak bisa jadi sahabat. Jadi, habitat hidup di surga sudah mulai sejak kita di bumi. Maka dikatakan dalam firman Tuhan “Datanglah Kerajaan-Mu.” Menghadirkan suasana atmosfer Kerajaan Surga. Kita yang menghadirkan. Allah yang menyediakan. Kita yang membuka cerobong itu untuk memenuhi rumah hidup kita, rumah hati kita. Kalau kita menutup cerobong itu dengan kabut duniawi, kabut dosa, maka atmosfer Kerajaan Allah tidak bisa hadir.
Kita hanya mau dibawa ke tempat yang membuat kita tidak akan pernah menyesal: langit baru bumi baru, Rumah Bapa. Hidup ini tragis. Di dunia ini, kaya pun tragis. Punya pasangan hidup, punya anak yang sempurna, pun tragis. Kita mau senang seberapa? Tidak memandang hidup ini secara pesimis, sebaliknya, kita memandang hidup ini secara optimis karena kita punya kesempatan untuk masuk dunia akan datang yang lebih baik. Maka, jangan sombong. Kita ini debu, pasti mati. Cepat atau lambat, kita pasti mati. Apa yang dibanggakan? Usia akan membuat kita layu. Dari debu kita diambil, dan kita akan kembali kepada debu. Belum lagi sebelum masuk ke dalam debu, mungkin kita harus sakit, masuk ruang ICU.
Dengan mengatakan ini, bukan berarti kita tidak bisa menikmati hidup. Bisa, karena bersama dengan Tuhan, apa pun jadi indah. Kita pun tidak akan dipermalukan, karena Allah yang kita sembah itu hidup. Tidak mungkin alam semesta yang sangat sempurna, ada dengan sendirinya. Ada Allah yang Maha Cerdas yang menciptakannya. Metabolisme tubuh kita yang sempurna ini pun masih misteri bagi ilmuwan, karena yang menciptakan sangat sempurna. Ayo kita mengambil keputusan untuk menaruh percaya kepada Dia. Kita harus membuktikan percaya kita dengan hidup suci. Tidak melukai siapa pun, mencintai orang-orang yang harus kita cintai, karena kita berurusan dengan Sang Khalik. Kita tahu bahwa upah yang akan kita terima tak ternilai.
Mari, pikirkan bagaimana mengubah kebiasaan apa yang kita lakukan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Jangan lakukan lagi. Kita dimusuhi orang, dijahati orang, kita tidak membalas. Kita diam, diam, diam. Yang penting, kita menyenangkan hati Allah. Kita punya kesempatan korupsi, tetapi kita tidak korupsi. Kita punya kesempatan membalas dendam, tetapi kita tidak membalas dendam, itu menyenangkan hati Tuhan. Itu caranya merobek kodrat dosa di dalam diri kita. Kalau dirobek terus sampai hancur, membuat kita tidak bisa berbuat dosa lagi. Namun, jangan robek kesucian kita, sampai tidak bisa terbentuk dan kita tidak pernah bisa suci.
Kapan kita merobek kodrat dosa? Ketika kita punya kesempatan berbuat dosa, tetapi tidak kita lakukan. Ketika kita mencegah mulut kita untuk mengucapkan kata yang tidak patut walaupun marah. Hal itu membuat kodrat Allah, kodrat ilahi kita menjadi kokoh dan terbentuk; jadi tebal dan tidak akan pernah bisa robek. Jadi kesetiaan kita kepada Tuhan adalah kesetiaan untuk terus bertumbuh. Bukan sekadar tetap menjadi Kristen sampai tua, melainkan harus juga bertumbuh. Kalau hanya menjadi Kristen, tetapi tidak menghancurkan kodrat dosanya, dia tidak setia. Kesetiaan itu harus merupakan proses bertumbuh. Kita akan melekat dengan Tuhan dan bisa memenuhi yang dikatakan firman Tuhan, mencintai Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan.
Dosa yang kita lakukan, menciptakan kehausan dalam diri kita,
yang selalu menuntut untuk dipuaskan.