Menyelesaikan dosa bukan hanya membuat seseorang menjadi manusia yang santun, baik, atau hidup menuruti hukum. Kalau hanya menyelesaikan masalah moral seperti ini, agama dapat menyelesaikan atau menjawabnya, tidak perlu Roh Kudus dan kebenaran Injil atau campur tangan Roh Kudus secara langsung dalam segala hal. Agama samawi seperti agama Yahudi dengan perangkat hukum serta sanksi-sanksinya, sudah cukup membuat manusia bisa bermoral baik asal mereka dengan serius menekuni agama tersebut. Masalahnya adalah banyak orang beragama tidak serius menekuni agamanya, sehingga mereka tidak memiliki kualitas moral yang baik. Seperti bangsa Israel pada zaman Perjanjian Baru, mereka tidak sungguh-sungguh tekun untuk melakukan hukum sesuai dengan jiwanya atau nafasnya, sehingga dalam kehidupan umat mereka tidak menghasilkan buah kehidupan yang baik sesuai dengan standar hukum. Bahkan, para pemimpin agamanya sendiri juga tidak menghasilkan buah pertobatan yang benar.
Untuk menjadi manusia yang dapat melepaskan diri dari kodrat dosa atau potensi meleset dari kesucian Allah, secara moral umum sesuai dengan Sepuluh Perintah Allah, kita harus sudah baik terlebih dahulu. Seseorang harus memiliki moral yang baik barulah dapat mencapai standar kesucian Allah seperti yang dikatakan oleh Yesus, yaitu sempurna seperti Bapa. Atau seperti yang dikatakan oleh Paulus, serupa dengan Yesus; dan seperti yang dikatakan oleh penulis kitab Ibrani, mengambil bagian dalam kekudusan Allah; juga seperti yang dikatakan Petrus mengenakan kodrat ilahi. Pengertian yang salah terhadap Firman Tuhan yang mengatakan bahwa keselamatan kita bukan karena perbuatan baik—sehingga kemudian seseorang tidak merasa perlu berjuang untuk menjadi baik—benar-benar menyesatkan dan bisa membinasakan. Memang sudah sangat jelas keselamatan kita dimulai dari kurban Yesus di kayu salib, bukan karena perbuatan baik kita. Tetapi pengurbanan Yesus dimaksudkan agar kita bukan saja bisa berbuat baik, melainkan juga menjadi sempurna.
Banyak orang Kristen yang bukan saja meleset dari standar kesucian Allah, melainkan juga masih meleset dari standar moral umum. Jika moral umum sesuai dengan Sepuluh Perintah Allah saja gagal dilakukan, lalu bagaimana bisa mencapai standar kesucian Allah? Tetapi banyak di antara mereka yang merasa aman-aman saja atau merasa damai sejahtera, karena mereka percaya bahwa dosa-dosa mereka telah dipikul di kayu salib oleh Yesus sehingga Allah tidak memperhitungkan perbuatan mereka sama sekali. Padahal, setiap kita harus menghadap takhta pengadilan Kristus, dan setiap orang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya; baik yang baik, maupun yang jahat. Dan firman Tuhan mengatakan dalam Matius 3 bahwa mereka yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan agar kita menghasilkan buah yang sesuai dengan pertobatan. Percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, tidak akan membuat kita selamat kalau kita masih hidup di dalam dosa.
Keselamatan dalam Yesus Kristus bukan hanya menyediakan penebusan— memang kita dibeli dengan harga yang lunas dibayar sehingga kita dapat menjadi milik Allah, dan dikembalikan untuk bisa berstatus sebagai anak-anak Allah—tetapi juga sebagai harga untuk memiliki fasilitas dimana kita benar-benar memiliki keberadaan sebagai anak-anak Allah, yaitu bisa menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus sebagai standarnya. Allah Bapa memberikan kita Roh Kudus agar kita dapat mengerti kebenaran. Kebenaran Injil secara kognitif atau di dalam nalar akan menggoreskan kebenaran-kebenaran itu untuk dapat benar-benar mengubah karakter kita melalui setiap kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam hidup kita. Bahkan, dalam segala hal Allah turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah. Tentu mereka yang mengasihi Allah adalah orang-orang yang bukan saja berani percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat, melainkan juga berjuang untuk memiliki moral yang baik—lebih baik dari orang-orang beragama lain—sehingga akhirnya kita bisa lebih baik dari semua tokoh-tokoh agama mana pun. Karena Yesus pun berkata, “Hidup keagamaanmu harus lebih dari ahli Taurat dan orang Farisi, sebab jika tidak demikian kamu tidak akan masuk surga” (Mat. 5:20).
Kita tidak boleh memandang bahwa mencapai kesucian Allah itu sesuatu yang mustahil, sebab Allah sendiri yang berfirman agar kita kudus seperti Dia kudus. Bukan nanti setelah kita mati, justru kekudusan harus kita perjuangkan dan kita capai selama kita masih hidup di bumi. Firman Allah mengatakan agar kita hidup tidak bercacat, tidak bercela, dan siapa yang menolak ini berarti menolak Allah (1Tes. 4:7). Dari ayat ini, jelas ditunjukkan bahwa orang percaya harus hidup tidak bercacat dan tidak bercela. Ini adalah keharusan yang bersifat mutlak. Jangan karena sikap kompromi dan penyesuaian diri dengan dunia, membuat kesucian hidup tidak berani diajarkan dengan konsisten dan konsekuen. Kesucian adalah nilai tertinggi dalam kehidupan yang dikehendaki oleh Allah untuk kita capai, dan ini adalah harta yang abadi. Untuk hal ini, Yesus berkata agar kita mengumpulkan harta di surg, mulai sekarang, dan tidak menundanya.