Sejatinya, gereja bukan hanya tempat di mana orang berliturgi, menyanyikan lagu-lagu rohani—yang sering kali antara apa yang diucapkan dengan kenyataan hidup itu berbeda, yang membuat jemaat justru berdosa karena menipu diri sendiri, menipu orang lain di sekitarnya, dan menipu Tuhan. Kalau kita menyanyi, “Bersinar-bersinar,” misalnya, apakah kita sudah sungguh-sungguh bersinar? Kalau kita mengatakan dalam pujian, “Kesukaan yang ceria hanya ada pada-Mu,” apakah kita benar-benar telah menjadikan Tuhan satu-satunya kesukaan yang ceria? Kita harus berani menata ulang kehidupan kita.
Yang Tuhan Yesus katakan kepada Nikodemus di Yohanes 3 sebagai kelahiran baru, sering dipahami begitu sederhana dan naif; dibaptis berarti lahir baru. Padahal tidak sesederhana itu. Nikodemus harus mulai dari nol, ditata ulang, tapi Nikodemus tidak mau. Ya, akhirnya tidak bisa. Jadi sebelum kita menutup mata meninggal dunia, kita harus ditata ulang karena dunia telah begitu merusak kita. Jadi ketika kita menyadari bahwa kehidupan Yesus Kristus itulah kekristenan yang sejati, maka kita mulai bertabrakan dengan manusia lama kita. Gereja mula-mula dikondisi Tuhan mengalami penganiayaan dan penganiayaan, namun hal itu justru me-reset atau menata ulang hidup mereka. Itu guncangan hebat.
Murid-murid Yesus berpikir bahwa Yesus akan menjadi raja seperti Herodes atau kaisar Roma, namun ternyata menjadi seseorang yang dihinakan, yang mati disalib. Hal itu merupakan guncangan, tetapi Roh Kudus menolong mereka sehingga mereka menurut apa yang Tuhan kerjakan dalam hidup mereka. Mereka mengalami masa penganiayaan; masa aniaya yang sebenarnya adalah masa pemurnian. Keadaan yang tidak nyaman itu ternyata memelihara kekristenan, guncangan-guncangan yang dialami oleh orang-orang yang memberi diri diubah Tuhan itu menata ulang cara berpikirnya. Memaksa dia untuk melepaskan segala miliknya, masuk proses pembaruan yang benar-benar menuju kepada Kristus.
Tidak jarang masalah-masalah hidup itu menata ulang hidup kita, hanya kita sering tidak menyadari hal ini karena menganggap itu sebagai kecelakaan, keadaan naas atau malang. Padahal, Tuhan mau me-reset kita. Murid-murid Yesus, dengan konsep berpikir keyahudian yang fokusnya hanya pemenuhan kebutuhan jasmani, memandang Mesias dengan perspektif (sudut pandang) yang salah, sehingga mereka ditata ulang lewat penderitaan dan aniaya. Alkitab mengatakan bahwa penganiayaan membuat seseorang berhenti berbuat dosa. Ketika Tuhan menegur kita, dan kita sadar kesalahan kita, maka kita bisa menata ulang diri, memberi diri ditata ulang oleh Tuhan. Berdoa setiap hari merupakan bagian dari menata ulang hidup kita.
Namun, kita tidak bisa mengharapkan tata ulang hidup dengan cara mudah. Karena kita harus membangun ulang konstruksi berpikir, selera jiwa, paradigma berpikir. Itu tidak mudah. Roh Kudus siap menggarap, Tuhan beserta kita. Untuk menggarap kita, Dia beserta kita untuk mendidik. Sebagaimana yang Tuhan firmankan, “Jadikan semua bangsa murid-Ku,” artinya ubah mereka untuk mengenakan hidup seperti hidup yang Kuajarkan. Selanjutnya, “Dan ketahuilah Aku menyertai kamu sampai kesudahan zaman.” Dia menyertai untuk mendidik dan mengajar kita. Kalau kita jadi Kristen kanak-kanak terus, di mana kita disertai Tuhan hanya karena mau dilindungi, mau dijaga, mau dipuaskan, maka kita tidak pernah menjadi dewasa.
Hidup ini singkat dan tragis, apa yang kita harapkan dari hidup ini? Munculnya berbagai penyakit, itu juga tragisnya hidup, belum kesewenang-wenangan, ketidakadilan, dan lain-lain. Kita adalah orang-orang yang dipilih untuk mewarisi Kerajaan Surga, kehidupan yang jauh lebih baik, sempurna. Tidak banyak orang yang dipilih seperti kita. Tapi kita harus menata ulang, dikonstruksi ulang, dibentuk ulang. Dan hanya Tuhan yang bisa menata ulang kita. Sampai akhirnya kita mengakui bahwa masalah hidup tidak ada artinya dibanding dengan kehidupan kekal yang Allah sediakan. Apa pun masalah kita, namun jangan sampai kita mengalami ratapan yang tak terbayangkan pada waktu kita menutup mata dan tidak layak menjadi anak-anak Allah.
Dunia telah membentuk kita menjadi anak-anak dunia, mempelai kuasa kegelapan, bukan mempelai Tuhan. Maka kita harus di-reset ulang, dikonstruksi ulang. Kalau manusia batiniah kita hari ini diteropong Tuhan, maka sebagian besar manusia batiniah kita busuk; wajah kita bukan wajah yang indah, karena kita dipermak dunia, bukan dipermak Roh Kudus. Maka kita harus ditata ulang. Jadikan Tuhan sebagai dunia kita satu-satunya. Jangan berpikir bagaimana menikmati dunia. Buatlah hidup kita berubah sampai Tuhan itu disenangkan. Tidak ada kesenangan hidup selain di dalam Tuhan.
Tidak jarang masalah-masalah hidup itu menata ulang hidup kita, hanya kita sering tidak menyadari hal ini karena menganggap itu sebagai kecelakaan, keadaan naas atau malang.