Dunia kita hari ini adalah dunia yang semakin fasik dan jahat. Semakin fasik artinya semakin tidak takut akan Allah dan tidak peduli kehendak Allah; Allah juga seakan-akan dianggap tidak ada atau tidak hadir. Kalau kita pergi ke negara-negara yang kekristenannya telah menjadi bangkrut—artinya gereja-gereja menjadi sepi—kita temukan sedikit sekali orang yang mencari Tuhan dan berbakti. Kita bisa merasakan suasana ateis, suasana di mana orang-orang tidak memercayai adanya Allah. Suasana seperti itu ada di banyak negara, termasuk negara yang dulunya dikenal sebagai negara Kristen, bahkan mengirim misionaris atau zending ke Timur, ke Asia, juga ke Indonesia.
Hal itu juga terasa dalam lingkungan pergaulan hidup hari ini. Hal ini juga terasa dalam setiap sajian yang ada di gadget kita, yang juga dilihat anak-anak, yang mengisyaratkan seakan-akan tidak ada Tuhan, seakan-akan Allah tidak hadir atau dianggap tidak perlu ada. Di tengah suasana dunia seperti ini, kita harus meneguhkan hati untuk tetap memercayai Allah walaupun Allah tidak menyatakan diri secara spektakuler di dalam hidup kita. Orang-orang di sekitar kita mengisyaratkan seakan-akan Allah itu tidak perlu ada, tetapi kita tetap bertekad untuk mencari Tuhan, mencari hadirat Tuhan, belajar mengenai Tuhan yang terdapat di dalam firman-Nya.
Jangan sampai kita dikalahkan oleh suasana dunia sekitar kita. Sebaliknya, kita yang harus menaklukkan dan mengalahkan dunia yang ateis ini. Dunia yang semakin tidak memercayai bahwa Allah itu ada. Beruntung kita hidup di Indonesia, yang sila pertama dari dasar negara Pancasila mengakui adanya Tuhan, “Ketuhanan Yang Maha Esa,” maka tampak orang-orang masih melakukan kegiatan agamanya. Namun demikian, kenyataan yang kita jumpai walaupun mereka sebagian atau sebagian besar mencari Tuhan, seakan-akan beribadah, menunaikan agamanya, tetapi sering perbuatan dan sikapnya tidak menunjukkan Tuhan itu ada.
Di dunia kita yang sedemikian fasik, ateis ini, kita harus berintegritas tetap memercayai Allah. Di lingkungan keluarga besar, pekerjaan, pergaulan di mana kita tidak menangkap atmosfer orang-orang yang benar-benar memercayai Tuhan, maka kita harus menampilkan hidup yang berbeda. Kita berintegritas dalam memilih Tuhan dan tetap mencari Tuhan walaupun kita berjalan di jalan yang sepi, hanya sedikit orang yang ada di situ; namun kita mau sungguh-sungguh di situ. Tanpa melihat kanan kiri, tanpa menghakimi orang lain, kita menjadikan diri kita berkenan di hadapan Allah. Kita perjuangkan diri kita layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Apa pun yang terjadi di sekitar kita—dalam rumah tangga, pekerjaan, bisnis, dan dalam setiap keadaan—kita tidak meragukan Allah, kita yakin Allah itu ada dan hidup. Ia layak dipercayai walaupun kadang-kadang seperti tidak ada, kadang-kadang seperti tidak hadir, tetapi kita memercayai Allah yang hidup.
Doa dan pertemuan bersama merangsang kita untuk menghayati dan menghargai keberadaan Allah, apalagi puasa. Karenanya, tetaplah berintegritas, jangan serupa dengan dunia ini. Demikian dalam Roma 12:2 dikatakan, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Kita harus memiliki integritas untuk meyakini, memercayai Allah dan mengikut jejak Tuhan Yesus Kristus. Roh Kudus pasti akan menuntun kita.
Mari kita menjadikan Tuhan dan Kerajaan-Nya sebagai satu-satunya tujuan hidup dan satu-satunya dunia kita. Untuk itu, kita harus selalu berhubungan dan berinteraksi dengan Tuhan. Bukan hanya menjadikan Tuhan sebagai fantasi dan tumpukan doktrin di dalam pikiran kita, melainkan sebagai realitas yang kita alami, yang dengan-Nya kita berinteraksi secara nyata. Kita bukan hanya mendengar khotbah pendeta atau seminar-seminar rohani, atau membaca buku-buku rohani, melainkan kita mendengar langsung Roh Kudus berbicara. Hal itu yang sangat efektif mengubah kita agar kita menjadi manusia Allah sesuai rancangan Allah semula. Jangan mundur, kuatkan, teguhkan hati kita, walaupun orang di sekitar kita tidak mencari dan tidak peduli Tuhan, tetapi kita tetap bertekad untuk mencari Tuhan dengan segenap hidup.
Jangan kita dikalahkan oleh suasana dunia sekitar kita.
Sebaliknya, kita yang harus menaklukkan dunia yang ateis ini.