Di dalam kehendak bebas yang Allah berikan kepada masing-masing individu, Allah bukan hanya memberi kebebasan kepada manusia tentang apa yang patut dilakukan dalam kaitannya dengan moral apa yang baik dan jahat, tetapi Allah juga memberi kebebasan kepada siapa manusia menyembah, memuja, dan menjadikan sesuatu sebagai sesembahan; atau yang kita kenal sebagai allahnya atau dewanya. Dalam fakta kehidupan, tidak bisa dibantah dimana manusia dapat menciptakan allahnya masing-masing, yang kepadanya seseorang memuja, menyembah, mengadakan seremonial atau ritual atau pengabdian. Dan hal itu dapat kita jumpai dalam berbagai bangsa dan suku di dunia ini, sehingga ada banyak agama, ada banyak kepercayaan, ada banyak ritual dan seremonial. Allah memberi manusia kebebasan untuk bertindak melakukan segala sesuatu, walaupun tentu dalam keterbatasan sebagai makhluk ciptaan yang tidak mungkin dapat menyamai Allah. Tetapi dalam keterbatasannya, manusia dapat menentukan nasibnya sendiri, dapat menentukan keadaannya sendiri, dan itu nilai kesempurnaan yang dimiliki manusia dimana manusia dapat menentukan keadaan nasib sendiri.
Dalam lingkungan orang Kristen, mereka dapat membangun berbagai doktrin dan ajaran yang di dalam atau melaluinya, mereka dapat menciptakan atau membangun Allah, Yesus, dan Roh Kudus versi masing-masing. Di dalam sejarah gereja, hal itu tidak terbantahkan. Mulai dari yang paling mistis, sampai yang paling rasional, hadir dalam sejarah pemikiran gereja. Pembangunan gambaran tentang Allah itu berlangsung sampai hari ini. Persoalan yang tidak bisa kita pecahkan adalah mengapa Allah seperti diam dan membiarkan? Atau paling tidak, mengapa Tuhan tidak menghambat, tetapi membiarkannya hingga bisa berumur ratusan bahkan ribuan tahun?
Di situasi yang kacau seperti hari ini, mari kita menemukan Tuhan secara pribadi. Tidak mungkin Tuhan berdiam diri. Kalau secara umum seakan-akan Allah diam, tetapi kalau kita dengan sungguh-sungguh mencari wajah-Nya dengan tekun, pasti kita akan menemukan Tuhan. Tidak mungkin Allah membuat syarat akademis untuk menemukan Dia, seperti misalnya harus memiliki pendidikan formal atau sertifikasi teologi tertentu. Allah memiliki cara yang khusus dalam berurusan dengan masing-masing individu, yang pada akhirnya masing-masing individu akan memiliki kesaksian hidup bahwa Allah itu nyata dan hidup di dalam dirinya. Dampak dari hal tersebut akan terasa nyata seiring waktu.
Maka, menjadi hal yang mutlak bahwa kita harus hidup di dalam penurutan terhadap kehendak Allah secara pribadi dalam hidup masing-masing. Sebagaimana Yesus melakukan kehendak Bapa, itu lebih sekadar melakukan hukum dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Maka, kalau kita memiliki pikiran dan perasaan Kristus, kita juga menemukan apa yang Allah ingini dalam hidup kita, apa yang Allah rencanakan dalam hidup kita, dan kita melakukan kehendak-Nya tersebut secara spesifik sesuai dengan pergumulan, persoalan hidup kita masing-masing. Oleh karena itu, pilar utamanya adalah memiliki koneksi yang benar dengan Allah. Hari ini banyak orang Kristen yang tidak punya koneksi yang benar dengan Allah. Mereka memiliki koneksi dengan gereja, dengan agama Kristen, dengan liturgi Kristen, tapi tidak konek dengan Allah secara pribadi. Buktinya apa? Salah satu di antaranya adalah takut mati.
Sedangkan ciri orang yang memiliki koneksi yang benar dengan Tuhan: pertama, takut berbuat dosa. Semakin hari, orang tersebut makin menjauhi dosa dan menjadi suci. Kedua, orang yang konek dengan Tuhan adalah orang yang tidak terikat dengan dunia. Ketiga, orang yang sungguh-sungguh konek dengan Tuhan adalah orang yang rela berbuat apa pun demi pekerjaan-Nya. Jadi, memang hidupnya itu hanya untuk mengabdi. Maka, kalimat “baik kau makan atau minum atau melakukan segala sesuatu, lakukan semua untuk kemuliaan Allah,” (1Kor. 10:31) itu bukan hal yang sulit. Yang keempat, rela dimiliki Allah. Terakhir, ia tidak takut mati, dan bahkan merindukan Kerajaan Surga karena memiliki kesadaran bahwa rumahnya bukan di bumi.
Bapa hanya mau melihat apakah kita punya wajah Tuhan Yesus. Sebab, kalau kita percaya Yesus berarti kita harus menjadi seperti Dia, harus serupa dengan-Nya. Jangan berbuat dosa lagi dengan menoleh ke belakang pada percintaan dunia dan kenajisan. Kita harus tinggalkan semua hal tersebut untuk berkemas-kemas pulang ke surga. Layaknya Abraham meninggalkan Ur-Kasdim, hidup sebagai musafir untuk menemukan negeri yang direncanakan dan dibangun oleh Allah sendiri. Demikian pula kita sebagai umat pilihan harus terus berjalan dalam rencana Tuhan, dan hanya berharap pada kemuliaan yang akan datang bersama dengan Allah.
Orang yang memiliki koneksi yang benar dengan Tuhan, pasti hidupnya setiap hari akan semakin suci.