Kesetiaan Abraham kepada Elohim Yahweh, di mana sampai akhir hayatnya ia tetap menunaikan panggilannya untuk menemukan negeri yang dijanjikan Tuhan, merupakan kesetiaan iman. Akhirnya Abraham mengakhiri pertandingan imannya dengan baik. Kehidupan Abraham ini harus juga menjadi teladan kita. Inilah pertandingan yang dimaksud oleh Paulus, bahwa ia memelihara imannya sampai akhir hidupnya (2 Tim. 4:7). Memelihara iman bukan hanya berarti sampai mati tetap menjadi orang Kristen yang pergi ke gereja. Pertandingan iman atau yang sama dengan perlombaan yang diwajibkan bagi kita adalah berusaha mengerti apa yang Tuhan kehendaki secara pribadi dan melakukannya.
Sebagaimana kehadiran Abraham di dunia ini dikehendaki oleh Allah untuk melakukan keinginan dan rencana Allah, demikian pula dengan keberadaan kita di bumi ini dikehendaki Allah untuk melakukan keinginan dan rencana-Nya. Kalau kita menjadi salah satu dari anak Abraham atau diberi peluang untuk memperjuangkan iman seperti Abraham, berarti kita adalah orang yang penting di mata Tuhan. Sebagaimana betapa pentingnya Abraham dalam sejarah Kerajaan Allah, demikian pula betapa pentingnya kita masing-masing dalam sejarah Kerajaan Tuhan Yesus Kristus.
Kita adalah salah satu dari corpus delicti yang dinantikan, sebab kurang satu saja dari jumlah corpus delicti yang dikehendaki oleh Allah, maka dunia belum bisa diakhiri dan Kerajaan Tuhan Yesus Kristus belum bisa direalisasikan (Why. 6:11; 2 Ptr. 3:12). Oleh sebab itu, kita harus terus berjuang untuk melakukan kehendak Tuhan dan memenuhi rencana-Nya. Iblis akan berusaha agar kehadiran Kerajaan Tuhan tidak bisa direalisir. Itulah sebabnya ia berjalan keliling bekerja keras berusaha menelan siapa saja yang dapat diterkamnya. Kita harus melawan dengan iman yang teguh, artinya tetap di dalam kesetiaan iman seperti Abraham.
Semua orang percaya yang benar mengalami penderitaan dalam perjuangan mempertahankan iman (1 Ptr. 5:8-9). Oleh sebab itu, kita tidak boleh memiliki urusan sendiri, yaitu hidup wajar seperti anak-anak dunia yang tidak dipandang penting oleh Tuhan. Mereka sibuk makan dan minum, kawin dan dikawinkan sampai mati. Mereka adalah orang-orang yang tidak diperhitungkan oleh Tuhan, sebab mereka akan menjadi sampah abadi. Kalau kita tidak bersungguh-sungguh memperjuangkan iman, kita bisa senasib dengan mereka, yaitu binasa, terpisah dari Allah selamanya. Hal ini bukan nasib atau penentuan Tuhan, melainkan pilihan kita sendiri.
Sering kali sampai seseorang menutup mata, barulah ia dipaksa untuk melepaskan semuanya; harta, pangkat, kehormatan, gelar, keluarga, kerabat dan semua teman. Orang yang dipaksa melepaskan miliknya adalah orang yang tidak kaya di hadapan Tuhan. Sejatinya, kita harus bisa melepaskannya sebelum kita menutup mata, artinya keterikatan kita dengan apa pun dan siapa pun tidak melebihi keterikatan kita dengan Tuhan. Jangan sampai pada momen tertentu, Tuhan memandang seseorang tidak akan bisa setia, artinya tidak akan bisa memberi porsi yang pantas untuk Tuhan sehingga ia tidak mendapat tempat di hati Tuhan lagi. Inilah yang Firman Tuhan ibaratkan dengan “menukar hak kesulungan dengan semangkuk makanan” (Ibr 12:16-17).
Percabulan yang dimaksud dalam teks ini adalah percabulan rohani. Percabulan rohani dalam waktu lama akan menutup pintu kesempatan menjadi kekasih Tuhan. Orang-orang ini dilukiskan seperti istri Lot yang menoleh ke belakang, sehingga ia tidak pernah mendapat kesempatan mengalami keselamatan. Bukan Tuhan tidak mampu menyelamatkannya, melainkan ia telah menolak usaha Tuhan menyelamatkannya. Oleh sebab itu, kita harus segera melepaskan diri dari milik kita (Luk. 14:33). Melepaskan diri dari milik akan ditandai dengan keinginannya yang pudar terhadap keindahan dunia; tidak lagi mengingini kehormatan, pujian dan sanjungan manusia serta tidak lagi ada keinginan dicintai orang sesuai dengan seleranya.
Semakin seseorang memiliki diri sendiri, maka semakin ia tidak kaya di hadapan Tuhan. Sebaliknya, semakin seseorang melepaskan keberhakan dirinya, maka semakin ia kaya di hadapan Tuhan. Bagaimana seseorang bisa dilepaskan dari belenggu keberhakan atas dirinya? Tidak ada cara lain kecuali mengubah cara berpikir. Oleh sebab itu, perlu proses belajar kebenaran Firman Tuhan yang benar-benar serius. Hal ini sangat menentukan pertumbuhan kedewasaan.
Melepaskan diri dari milik dimulai dari menyediakan ruangan (waktu, pikiran, tenaga) yang khusus untuk Tuhan setiap hari, yaitu dengan belajar kebenaran firman Tuhan dan jam doa, maka Tuhan akan mengajarkan bagaimana melepaskan atau mengembalikan segenap hak hidup bagi Tuhan. Hanya ketika seseorang melepaskan segenap haknya barulah bisa memperlakukan Tuhan secara pantas di sepanjang hidupnya dan bisa menyembah Tuhan dalam arti yang sebenarnya (Luk. 4:8).
Memelihara iman bukan hanya berarti sampai mati tetap menjadi orang Kristen yang pergi ke gereja, namun berusaha mengerti apa yang Tuhan kehendaki secara pribadi dan melakukannya.