Saudaraku,
Tuhan Yesus berkata bahwa bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut itulah yang menajiskan orang (Mat. 15:11). Pernyataan ini sering digunakan untuk membela argumentasi bahwa apa saja yang dimakan halal. Padahal dalam konteks Yahudi ada banyak jenis makanan yang dilarang untuk dikonsumsi dan mereka sangat ketat memberlakukannya. Tuhan Yesus pun menjunjung tinggi dan menghargainya, agar Tuhan Yesus tidak menjadi batu sandungan. Jadi konteks ayat tersebut bukan soal jenis makanan tetapi mengenai adat istiadat harus mencuci tangan sebelum makan (Mat. 15:1-2). Mencuci tangan pun sebenarnya juga bukan sesuatu yang salah, sebab mencuci tangan sebelum makan sangat higienis. Tentu Tuhan Yesus tidak melarangnya. Tetapi Tuhan menentang adat istiadat tersebut bila dijadikan standar kesucian hidup, seakan-akan adat istiadat sejajar dengan Firman Allah.
Pada kesempatan itu Tuhan Yesus menunjukkan ada hal lain yang lebih besar yaitu apa yang keluar dari mulut. Keluar dari mulut ini bukan muntahan dari perut, tetapi perkataan yang keluar dari perbendaharaan hatinya. Tuhan Yesus mengatakan bahwa “Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaan hatinya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya” (Luk. 6:45), sehingga apa yang keluar dari mulutnya itulah yang menajiskan orang. Kata menajiskan dalam teks aslinya adalah kionoo (κοινόω) yang bisa berarti to make common, to make unclean, desecrate (membuat umum; menajiskan, membuat tidak suci, menodai, polusi). Perkataan yang sia-sia tidak akan membuat dampak yang baik secara luar biasa, tetapi hanya bernilai biasa-biasa saja (to make common). Padahal betapa hebat kuasa perkataan itu kalau ditempatkan pada tempat yang tepat dengan isi yang berkualitas.
Tentu untuk memiliki isi yang berkualitas seseorang harus memiliki kebjaksanaan yang tinggi. Perkataan yang sia-sia juga menajiskan atau membuat kotor (polusi) suatu persahabatan atau hubungan dengan sesama. Perkataan yang tidak bijaksana membuat orang lain sakit hati, kecewa, marah dan merencanakan sesuatu yang jahat. Hal inilah yang dimaksud Tuhan Yesus dengan menajiskan. Fakta yang bisa terjadi karena sakit hati, misalnya: seseorang memutuskan persahabatan, menyimpan dendam sampai membunuh. Mengingat hal ini, betapa berbahaya perkataan tetapi juga betapa mulianya perkataan jika digunakan dengan bijaksana. Allah memberikan mulut untuk bisa menyampaikan pesan-pesan Tuhan atau hikmat Allah. Oleh sebab itu mulut yang sama tidak boleh untuk memuji Tuhan, tetapi juga untuk mengutuk orang.
Saudaraku,
Lidah manusia adalah struktur berotot yang terletak pada bagian lantai mulut, yang digunakan untuk berbicara, makan dan mencicipi rasa. Dengan bantuan organ penghasil suara lainnya, lidah berperan untuk menghasilkan huruf-huruf ketika kita bersuara. Dengan adanya lidah, kita dapat membentuk huruf-huruf yang akan diucapkan, sesuai dengan keinginan kita. Tanpa lidah, seseorang sulit dimengerti saat ia berbicara. Kita harus sadar bahwa kuasa perkataan kita itu bisa sungguh-sungguh memengaruhi orang lain, merubah sesama kita. Lewat perkataan itu orang diubahkan, orang diperbaharui oleh Tuhan. Oleh kuasa perkataan kita orang diberkati, orang mengenal Tuhan dan didewasakan. Dengan mana hidup kita ini akhirnya memberkati orang lain. Bukan hanya bagaimana mengatur perkataan supaya baik-baik. Kalau hanya mulut yang diatur secara diplomatis, suatu hari akan kelihatan belangnya, ketahuan keadaan aslinya. Maka, yang penting adalah manusia batiniah kita harus diubah terus, dibaharui terus menjadi seseorang yang bijaksana. Dengan kebijaksanaan itu, perkataan kita pasti menjadi berkat. Dan standarnya kalau kita anak-anak Tuhan, mulut kita menjadi mulut Tuhan.
Yakobus memberitahu kita tentang lidah, bahwa walaupun lidah adalah anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara besar. Lidah bagaikan api yang membakar hutan yang besar, ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan. Itulah sebabnya Alkitab memperingatkan kita bahwa: “Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar bibir akan ditimpa kebinasaan” (Ams. 13:12). Allah akan meminta setiap kita untuk mempertanggungjawabkan perkataan kita di hadapan-Nya. Kita semua tentu akan meninggalkan dunia ini, dan pada saat kita berada di hadapan Allah untuk dihakimi, setiap kita akan diminta untuk bertanggung jawab atas apa yang telah kita katakan selama hidup di dunia. Berapa banyak kita berkata-kata selama kita hidup di dunia akan dihitung oleh Allah.
Tiada satu pun kata yang telah kita ucapkan, baik terhadap diri kita sendiri, terhadap orang lain, maupun terhadap Tuhan, yang tidak akan dibukakan. Semuanya akan terpampang di hadapan Allah. “Mengapa” kita mengatakan itu, dan “untuk apa” kita katakan itu, akan ditanyakan oleh Allah. Dan Allah akan meminta kita untuk memberikan pertanggungjawaban atas setiap perkataan itu. Oleh sebab itu, perkataan kita selama hidup, merupakan bagian penting dari kehidupan. Seperti apa kita ingin hidup, baik di hari ini maupun di hari yang akan datang, sama pentingnya dengan apa yang kita katakan setiap hari. Karena itu menjaga lidah kita setiap hari adalah cara terbaik memelihara hidup.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Perkataan yang sia-sia akan membuat polusi suatu persahabatan atau hubungan dengan sesama.